Guru merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam terlaksananya program pendidikan. Selain menjadi pendidik yang memberikan teladan bagi peserta didiknya, guru juga berperan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Di samping hal tersebut, guru juga diberikan tugas administratif yang mencakup perencanaan, evaluasi, dan tindak lanjut dari pembelajaran yang diampunya. Sehingga, tidak berlebihan jika guru dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, karenanya memiliki peranan besar dan tugas yang mulia dalam melahirkan generasi penerus bangsa serta meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
Menurut Presiden Joko Widodo, tugas administratif guru merupakan sebuah masalah bagi pendidikan Indonesia. Hal itu dinilai menjadi faktor penghambat terlaksananya pembelajaran secara maksimal dikarenakan tugas administratif menyita waktu dan fokus yang lebih banyak. Lebih jauh, kompleksitas tanggungjawab guru menjadi penyumbang terhadap permasalahan kesehatan mental. Kesehatan mental adalah kondisi individu yang sejahtera dan menyadari potensi dirinya, sehingga ia dapat menanggulangi tekanan hidup normal dan bekerja secara produktif. World Health Organization (WHO) menilai bahwa bahwa seseorang yang hidup dengan kondisi kesehatan mental yang buruk lebih berpotensi menghadapi masalah kesehatan fisik lainnya.
Ini merupakan tantangan besar bagi guru dan perlu menjadi perhatian bersama, baik bagi pemegang kebijakan, maupun guru itu sendiri. Dalam menyikapi hal ini, perlu adanya solusi yang dilakukan secara sinergis, baik dari segi individu guru, komunitas, dan dukungan lingkungan.
Upaya-Upaya Menghadapi Tantangan Kesehatan Mental Guru
1. Menciptakan Kebahagiaan Diri Sendiri
Untuk menjaga kesehatan mentalnya, guru dapat melakukan regulasi diri untuk mengelola stress. Hal ini dapat dilakukan dengan senantiasa mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT, menerima diri sendiri, memaafkan luka masa lalu, menyalurkan emosi melalui kegiatan positif dan mengembangkan potensi dirinya. Di dalam kelas, guru membersamai siwa-siswanya yang hadir dari keberagaman. Latar belakang kehidupan yang berbeda, karakter yang beragam, serta modalitas belajar yang bermacam-macam. Dalam hal ini, kemampuan guru dalam mengelola kelas menjadi penentu, apakah suasana kelas dapat menjadi perantara penyembuh luka masa kecil (innerchild) yang dimiliki, atau justru peserta didik menjadi sasaran tidak terselesaikannya hutang pengasuhannya di masa lalu. Sehingga, di sini, gurulah yang dapat menciptakan kebahagiaannya bersama peserta didik. Jika siswa-siswa kita adalah anak yang aktif bergerak, maka tugas kita adalah menjadi teman bermain mereka. Jika peserta didik kita adalah anak yang suka menyanyi, maka kita perlu mengaransemen lirik lebih banyak untuk menyalurkan bakat mereka. Jika murid kita adalah anak yang suka bercerita, maka tugas kita adalah mengimajinasikan kisah dengan versi mereka, sehingga kita bisa menikmati dan menyusuri alur pemikiran mereka. Dengan demikian, akan tercipta keharmonisan antara guru dan siswa, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi hal yang menyenangkan. Menurut suatu penelitian, pengalaman belajar yang menyenangkan akan mempermudah siswa dalam memahami suatu pembelajaran. Tentunya, hal itu tidak mudah. Guru tetap terus belajar dan membutuhkan dukungan dari luar dirinya untuk dapat melakukan hal tersebut.
2. Bergabung dengan Komunitas Guna Meningkatkan Kualitas Diri
Manusia merupakan makhluk sosial. Begitupun guru, ia membutuhkan orang lain untuk mencapai tujuan hidupnya. Upaya menjaga kesehatan mental selanjutnya, guru dapat memilih teman sejawat yang dipercaya untuk berbagi cerita dan pengalaman. Guru juga perlu bergabung dengan komunitas yang dapat membantunya dalam meningkatkan skill. Di sekolah-sekolah Islam, upaya ini dimanifestasikan dengan adanya kegiatan Bina Pribadi Islam (BPI). Kegiatan ini merupakan kegiatan pekanan oleh kelompok-kelompok kecil guru. Setiap kelompok yang terdiri dari beberapa orang guru dan satu orang pembina (murabbi). Tujuannya adalah untuk saling berbagi pengalaman mengajar, mengelola kelas, menghadapi permasalahan siswa yang ada, serta merefresh ruhiyah atau spiritual guru sebagai bekalnya dalam mendidik anak bangsa. Upaya ini sangat membantu teman sejawat guru untuk saling menguatkan dan saling mengingatkan dalam hal kebaikan, sebagaimana yang Allah Firmankan dalam QS Ashr ayat 3 yang berbunyi, “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal kebaikan, serta saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati dengan kesabaran”. Adanya komunitas yang mendukung diharapkan menjadi perantara yang dapat mewujudkan mental guru yang sehat.
3. Lingkungan Kerja yang Mendukung
Lingkungan kerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan mental tenaga pendidik. Menurut Prof. Dr. Niko Sudibjo, S.Psi, MA, Psikolog, dalam pidato pengukuhan guru besarnya, ia menyebutkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi kesehatan mental, yaitu kebahagiaan di tempat kerja dan persepsi dukungan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa iklim kerja yang positif dalam institusi pendidikan dapat menjadi salah satu pendukung kesehatan mental para pendidik. Prof. Niko menjelaskan bahwa adanya pemberian kesempatan bagi guru untuk mengekspresikan gagasan secara bebas, baik kepada atasan, maupun rekan merupakan salah satu bentuk kebagiaan yang dapat mewujudkan mental guru yang sehat. Kemudian, ketersediaan fasilitas, perhatian terhadap kesejahteraan, serta evaluasi kerja yang adil, merupakan persepsi dukungan organisasi yang dianggap mampu meningkatkan kesehatan mental karyawannya.
4. Layanan Kesehatan Mental
Di samping upaya-upaya yang telah disebutkan, literasi kesehatan mental juga penting bagi seorang guru. Guru yang memiliki kesehatan mental yang baik akan dapat meningkatkan kesehatan mental pada diri mereka sendiri, serta mengurangi resiko masalah kesehatan mental pada peserta didik. Menilik urgensi literasi kesehatan mental ini, diperlukan adanya langkah konkret berupa layanan kesehatan mental yang dapat diakses oleh guru di lingkungan sekolah. Sehingga, alangkah baiknya jika setiap sekolah memiliki layanan konseling dan psikolog khusus yang tidak hanya diperuntukkan siswa, melainkan guru juga dapat memanfaatkannya. Hal ini penting dilakukan karena kesehatan mental guru dapat berimplikasi pada kemampuannya dalam menjalankan tugas mendidik dan mengajar. Dengan kata lain, jika ingin menumbuhkan kesehatan mental peserta didik, maka yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah kesehatan mental pendidiknya.
Referensi
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200403130737-20-490007/jokowi-nilai-beban-administrasi-guru-jadi-masalah-pendidikan
https://www.who.int/initiatives/who-special-initiative-for-mental-health
https://news.unair.ac.id/2021/07/30/literasi-tentang-kesehatan-mental-pada-guru-apa-dan-mengapa/?lang=id
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://www.uph.edu/en/soroti-kesehatan-mental-guru-dalam-orasi-ilmiah-prof-niko-sudibjo/&ved=2ahUKEwiI5qqmvOOCAxVhSGwGHZmjA3I4ChAWegQIDxAB&usg=AOvVaw3hTTIZd11r31TGE6lB9X1p
Penyunting: Putra