Kesehatan Mental Guru sebagai Penentu Kualitas Pendidikan di Sekolah Oleh : Nunik Hermawati, S.Si Kesehatan mental berkaitan dengan keadaan mental emosional sebagai bentuk usaha manusia dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Sedangkan definisi kesehatan mental menurut The Wolrd Federation Of Mental Health Kesehatan mental adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan optimal bagi individu secara fisik, intelektual dan emosional sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan kepentingan orang lain. Kesehatan mental menurut World Health Organization (WHO) merujuk pada keadaan individu yang mampu menyadari kemampuan dirinya sendiri, dapat mengatasi tekanan yang dihadapi dalam kehidupan, dan dapat berkontribusi dalam pekerjaan di kelompoknya. Bisa didefinisikan orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan yang biasa terjadi, adanya keserasian jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin. Sebagaimana diketahui sekolah adalah salah satu lembaga yang mempunyai peranan penting terhadap perkembangan jiwa seorang anak. Dimana di lingkungan sekolah terjadi interaksi anak dengan guru di sekolah cukup intensif dan berlangsung lama. Sehingga sekolah tidak hanya berfungsi untuk mencerdaskan, melainkan juga membentuk watak dan kepribadian anak. Hal ini menuntut sekolah sebagai lembaga pendidikan sekunder setelah keluarga menyediakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan jiwa dan kesehatan mental anak itu sendiri sehingga anak mampu mengoptimalkan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin. Guru sebagai bagian dari sekolah itu sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan belajar mengajar. Guru diharuskan mempunyai metode mengajar yang sesuai dalam mentransfer ilmu pengetahuan, menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, mentransfer kecakapan karsa dan kecakapan rasa yang terkandung dalam materi pelajaran yang disajikan. Bahkan juga membantu serta membimbing peserta didik agar lebih mudah dalam menjalani perubahannya sendiri sehingga peserta didik mampu menghadapi tantangan-tantangan yang ada pada tahap berikutnya. Sebagai makhluk individu tentu saja guru memiliki kehidupan baik di dalam lingkungan pribadi maupun di lingkungan pekerjaan itu sendiri yang kadang dapat memberi tekanan sehingga sedikit banyak berpengaruh pada kondisi mental guru. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap kinerja dan kualitas pendidikan yang diberikan kepada peserta didik. Di era sistem pendidikan yang selalu dinamis mengikuti perkembangan zaman mengharuskan guru untuk tanggap dalam merespon perubahan. Perubahan yang cukup signifikan ini menimbulkan beberapa dampak psikologis tersendiri, antara lain: stress dan anxiety atau gangguan kecemasan. Dimana pada tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia, pemerintah membuat kebijakan sekolah daring bagi guru dan siswa. Hal ini sedikit banyak memberikan tekanan pada guru yang selama ini belum pernah melakukan pembelajaran secara online bagi siswa. Dua tahun kemudian setelah pandemi dinyatakan berakhir oleh pemerintah, guru dan murid bisa melakukan pembelajaran tatap muka kembali di sekolah. Tantangan baru mulai dihadapi oleh guru setelah pembelajaran kembali berlangsung secara tatap muka. Guru terbebani untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif pasca pandemic serta beradaptasi dengan proses mengajar yang berbeda dari yang selama ini mereka lakukan. Ini menjadi tekanan baru tersendiri. Guru harus menghadapi learning loss yang dialami oleh murid selama ditiadakannya pembelajaran secara langsung. Dimana peserta didik banyak kehilangan kegiatan pembiasaan diri dalam hal kedisiplinan jam belajar, keteraturan jam belajar, pendidikan tata krama adab kepada guru, bahkan cara sosialisasi dengan teman. Dikarenakan siswa menjadi lebih banyak yang kurang terbiasa bersosialisasi dengan teman. Tidak hanya itu, guru juga masih harus dihadapkan dengan tugas dan beban mengajar, administrasi, tugas tambahan tertentu, hubungan antara guru, murid, dan orang tua yang selalu mengalami perubahan, jam kerja yang panjang, lingkungan kerja yang toxic, dan masalah dalam kehidupan pribadi guru sendiri. Ditambah dengan tekanan dan tuntutan yang datang dari orang tua atau wali murid mengenai hasil belajar putra-putrinya. Selain itu, ada pula stigma sosial terhadap profesi guru yang mengharuskan guru menjadi sosok panutan dan teladan bagi masyarakat. Hal-hal tersebut apabila terjadi secara jangka panjang tentu akan mempengaruhi kondisi kesehatan mental guru. Akibatnya, tidak sedikit guru yang mengalami kecemasan, stress atau burnout, takut berlebihan, bahkan bisa menimbulkan keluhan kesehatan fisik. dan kondisi tidak nyaman ketika berada di sekolah yang menyebabkan menurunnya kinerja guru dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi murid dan orang tua. Guru yang lambat beradaptasi dengan perubahan tersebut bisa kehilangan motivasi kerja, merasa tidak percaya diri, dan berbagai kondisi lainnya. Guru dengan masalah kesehatan mental akan mengalami kesulitan untuk mengatur kelas secara efektif. Sebagai akibatnya, proses belajar di kelas tidak maksimal. Dampaknya bisa dirasakan siswa dalam jangka panjang. Mereka mungkin tidak menyerap pelajaran secara maksimal dan tidak berprestasi maksimal. Selain itu, guru juga kesulitan untuk menerapkan disiplin pada siswa. Padahal disiplin merupakan salah satu hal penting yang bisa dipelajari di kelas. Jika siswa memiliki masalah, guru tidak memiliki kepercayaan diri untuk membantu siswa. Ini terutama jika masalah yang dihadapi adalah masalah emosional. Akibatnya, guru tidak maksimal dalam memberikan dukungan pada proses perkembangan peserta didik dan belum mempunyai hubungan positif dengan peserta didik padahal hubungan positif tersebut hanya bisa dibangun jika guru memiliki kesehatan mental yang baik. Saat guru tidak efektif dalam mengatur kelas, guru juga menunjukkan contoh performa kerja yang tidak maksimal. Selain itu, jika masalah kesehatan mental mempengaruhi kemampuan guru mengatur emosinya, ia berisiko menunjukkan ekspresi emosi yang tidak stabil di kelas. Misalnya, seorang guru menjadi agresif karena stres. Ia mudah marah, menggunakan kata-kata kasar, dan cenderung kurang rasional dalam merespons siswa. Ini akan menjadi contoh buruknya regulasi emosi guru sebagai orang dewasa di ruang kelas. Masalah kesehatan mental tertentu mungkin membuat guru sulit untuk hadir di kelas. Misalnya jika guru mengalami depresi. Ia tidak memiliki energi dan motivasi untuk beraktivitas. Guru kemudian absen dari kelas sehingga proses belajar siswa terhambat. Mengingat kesehatan mental guru berdampak pada siswa, maka penting bagi guru untuk menjaga kesehatan mental pribadi. Ada berbagai hal yang bisa dilakukan untuk membantu meningkatkan dan menjaga kesehatan mental seorang guru. Ada beberapa cara untuk menjaga kesehatan mental guru antara lain :
1. Menjaga keteraturan/keistiqomahan ibadah sebagai upaya tetap mendekat kepada Maha Pencipta
Menjaga keistiqomahan dalam ibadah dapat berpengaruh pada kondisi mental. Dimana keyakinan kita bahwa semua yang terjadi hanya karena Sang Pencipta dan hanya kepada-Nya kita menyerahkan segala urusan kita akan membantu kita untuk selalu semangat dalam menghadapi segala masalah.
2. Menyikapi kondisi dengan melihat berbagai faktor dan sudut pandang
Tekanan pekerjaan dan kehidupan pribadi terkadang menyebabkan stress pada guru. Hal ini menuntut guru untuk menyikapi tekanan tersebut dengan bijaksana, tidak emosional, serta mampu menyelesaikannya dengan mempertimbangkan dari berbagai sudut pandang.
3. Melakukan hal-hal yang menyenangkan
Di tengah-tengah kesibukan sebagai guru, melakukan hal-hal yang menyenangkan dapat membantu menurunkan bahkan menghilangkan stress. Misalnya menyempatkan diri untuk melakukan hobi, bertemu dengan teman, berkumpul dengan keluarga, atau pergi berlibur.
4. Berbagi perasaan kepada orang yang dipercaya
Pikiran, isi hati yang dipendam bisa menjadi beban. Ada kalanya kita butuh menceritakan apa yang kita rasakan di hati kepada orang lain untuk mengurangi beban pikiran bahkan mungkin memperoleh solusi atas masalah yang kita hadapi. Identifikasi orang-orang yang bisa dipercaya sebagai tempat mencurahkan isi hati, misalnya teman, pasangan, atau rekan kerja yang dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah
5. Psikoedukasi tentang Kesehatan Mental
Langkah lain untuk meningkatkan kesehatan mental pribadi setiap orang adalah pengenalan tentang kesehatan mental. Sama seperti setiap orang menyadari pentingnya kesehatan fisik, maka setiap orang juga perlu tahu apa itu kesehatan mental dan arti pentingnya. Langkah ini bisa dilakukan secara pribadi maupun dengan bantuan pelatihan. Secara pribadi, guru bisa membaca berbagai buku dan artikel terpercaya yang menjelaskan tentang kesehatan mental. Sedangkan pelatihan yang lebih terstruktur bisa didapatkan dari para profesional di bidang kesehatan mental.
6. Keeping up with the basics
Melakukan hal-hal mendasar dengan baik dapat membantu menjaga kesehatan mental. Sebagai contoh, sesibuk apapun pekerjaan sebagai guru, usahakan untuk tetap mengkonsumsi makanan yang bergizi, serta tidur dan istirahat cukup. Jangan memaksakan diri dan berikan reward kecil atas usaha yang telah dilakukan.
7. Pelatihan Manajemen Emosi
Penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan emotional intelligence yang baik dapat mengatur emosinya. Dengan kemampuan tersebut, mereka tidak rentan terhadap berbagai tekanan yang ada. Kemampuan tersebut bisa dipelajari dengan pelatihan manajemen emosi. Pelatihan ini terbukti cukup efektif untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological well being) guru.
8. Pelatihan Manajemen Pekerjaan
Beban kerja guru membuat risiko stres dan burnout lebih tinggi. Hal ini bisa dicegah dengan manajemen pekerjaan. Ini tentunya membutuhkan pelatihan tersendiri. Guru perlu berlatih memilah prioritas, membuat jadwal pekerjaan dan kegiatan pribadi, serta berbagai teknik lainnya. Tujuannya adalah untuk mencegah pekerjaan menumpuk di satu rentang waktu tertentu.
9. Olahraga
Dengan berolahraga, tubuh akan melepaskan hormon endorfin yang berperan untuk mengurangi rasa cemas, khawatir, dan tertekan. Olahraga membuat tubuh menjadi lebih rileks sehingga mampu meminimalisir rasa stress sehingga dapat meningkatkan motivasi diri.
10. Work Life Balance
Menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah kunci penting untuk setiap pekerjaan. Bagi guru, ini berarti menyeimbangkan peran sebagai guru dan sebagai individu. Keseimbangan ini harus disertai dengan kemampuan untuk mengatur waktu, pengenalan diri, dan dukungan sosial yang memadai. Manajemen waktu berguna untuk memisahkan waktu kerja dan waktu pribadi. Guru adalah manusia biasa yang memiliki kehidupan pribadi dan tidak selalu siap selama 24 jam untuk memikirkan pekerjaan. Tentukan waktu bekerja sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan gunakan sisanya untuk menjalani kehidupan di luar sekolah dan pekerjaan.
11. Berdiskusi dengan psikolog
Ketika kondisi mental yang tidak baik sudah berpengaruh pada aktifitas sehari-hari, tidak ada salahnya untuk segera mencari pertolongan profesional, baik psikolog maupun psikiater agar dapat ditangani dengan metode yang tepat. Pada masa yang akan datang, tentu saja akan lebih besar lagi tantangan yang akan menguji kesehatan mental guru. Padahal kesehatan mental guru sangat menentukan kualitas output peserta didik serta mutu pendidikan sebagai modal dasar dari pembangunan.
Meningkatkan dan menjaga kondisi kesehatan mental guru merupakan salah satu faktor pemberi motivasi bagi guru untuk menghadapi tantangan masa datang tersebut sehingga dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya secara optimal. Terlepas dari itu, penting bagi orang tua dan manajemen sekolah untuk paham tentang kondisi kesehatan mental guru mengingat peran mereka dalam mendidik generasi penerus bangsa.
Penyunting: Putra