Hukuman Cubit Paha dan Lengan Pada Siswa yang Meninggalkan Solat Fardu - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 18 Apr 2022

Hukuman Cubit Paha dan Lengan Pada Siswa yang Meninggalkan Solat Fardu

Setelah mengajar 10 tahun di MTsS Ulfa Pranggong, November 2015, aku menerima SK pindah ke MTsN 7 Indramayu. Dari situasi perdesaan ke perkotaan, dari kondisi masyarakat yang homogen ke heterogen. Meskipun levelnya sama–sama berbasis agama Islam, namun tingkat pergaulan, ekonomi, lingkunganm, dan karakter siswanya jelas berbeda.  

Cerita Guru

Drs. H.Samsul Hadi, M.Si.

Kunjungi Profile
1425x
Bagikan

Setelah mengajar 10 tahun di MTsS Ulfa Pranggong, November 2015, aku menerima SK pindah ke MTsN 7 Indramayu. Dari situasi perdesaan ke perkotaan, dari kondisi masyarakat yang homogen ke heterogen. Meskipun levelnya sama–sama berbasis agama Islam, namun tingkat pergaulan, ekonomi, lingkunganm, dan karakter siswanya jelas berbeda.  

Beberapa bulan kemudian, di madrasah baru ini aku menjabat tugas tambahan sebagai pembina keagamaan. membuat saya lebih dekat dengan siswa dalam banyak kegiatan. Terlebih yang berkaitan dengan hal ibadah keseharian yang sudah menjadi peraturan resmi. Karena jabatan inilah, saya menerapkan peraturan keagamaan  lebih kencang. terutama  dalam hal beribadah seperti wajib duha, jamaah Duhur, membaca doa dan Al-qur’an menjelang KBM, kegiatan PHBI, dan kontrol solat lima waktu.  

Semua program intern In Sya Allah berjalan baik, berkat dukungan dari rekan-rekan guru terutama para petugas yang telah terjadwal. Namun saya merasa prihatin terhadap satu kegiatan yang tidak tersentuh dan tidak mendapatkn perhatian khusus oleh semua rekan di sekolah tersebut, yakni solat lima waktu siswa yang hampir 85 % tidak full. Karena itu saya mencoba beberapa kali cara mengantisipasi agar mereka solat lima waktu. Salah satunya adalah dengan program Buku Laporan Kegiatan Solat 5 Waktu disamping Buku Setoran Hapalan Juz Amma yang ditanda tangani orang tua dan wali kelasnya. Namun lambat laun Program ini tidak berjalan dengan baik. Kalaupun banyak siswa yang dianggap rajin berdasarkan bukti tanda tangan, namun ketika ditanya, jawabannya adalah 60 % telah memanipulasi tanda tangan orang tuanya. Disamping itu wali kelas pun merasa terbebani dengan tugas tambahan itu.    

Berdasarkan pengalaman di sekolah yang pernah saya singgahi (1994 – 1996 di SMP Muhammadiyah Suka Urip Indramayu, 1995 - 2005 di SMK PGRI Indramayu, 2006 – 2015 di MTsS Ulfa Pranggong Indramayu). Di luar tugas pokok dan tambahan, saya menambahkan tugas pribadi. yaitu hukuman cubit paha dan lengan pada murid yang meninggalkan solat fardu. Hukuman yang terkesan sedikit ekstrim ini tidak saya programkan secara formal, karena seperti yang sudah-sudah hanya menuai banyak kontra. Juga khawatir cara, gaya, dan pembawaan setaip guru akan berbeda. dan jika tidak tepat, sudah tentu akan menuai protes keras dari semua pihak. Tetapi saya tetap optimis melakukan hal ini karena hasil yang saya rasakan sebelumnya sangat efektif.  

Hukuman ini aku lakukan atas beberapa alasan yang mendasar. Yaitu, rasa kasihan kepada mereka yang kurang edukasi dan tidak ketatnya pengawasan orang tua dalam hal solat. Terlebih siswa zaman sekarang cenderung melawan atau jawaban kasar jika diperintah untuk solat.  Menerapkan konsekwensi sebagai kelembagaan berbasis islam. Sebagai kewajiban pribadi saling menasehati sesama muslim. Menjawab dan membantu solusi atas keluhan para walas dan orang tua tentang solat putra-putrinya. Menumbuhkan sikap sadar dan pembiasan  yang menjadi karakter baik pada diri siswa. 

Mengingat pendidikan tidak terikat oleh zaman. Dan pengalaman akan menjadikannya pelajaran berharga. Mereka yang masih sulit suatu saat nanti akan sadar dan kembali pada pengalaman rutinitas yang pernah mereka lakukan. Saya pun yakin akan keberhasilan diterapkanya hukuman yang tersebut di atas.

Hukuman cubit yang aku terapkan sangat sederhana. Yaitu 3 kali cubitan keras  pada paha bagian dalam untuk siswa jika satu waktu meninggalkan solat, jadi kalau tiga kali meninggalkan solat maka 3 x 3 = 6 kali cubitan keras. Sedangkan untuk siswi 3 kali cubitan pada lengan tangannya (ukuran kerasnya jika mereka teriak mengaduh).  

Pada awalnya siswa keberatan atas hukuman ini. Begitu juga para guru dengan alasan formal dan lain-lain. Saya juga menyadari akan hal ini. Namun setelah saya mengedukasi  lebih dari tiga pertemuan awal dan menguji coba beberapa kali pertemuan, dan memotivasinya dengan berbagai cara dan nasihat hingga tayangan infokus ilustrasi siksa bagi si peninggal solat dan keberhasilan orang rajin solat. Edukasi ini tidak hanya disampaikan  pada awal, namun pada sela-sela pertemuan selanjutnya aku terus mengingatkan dan mengedukasi mereka. Permintaan izin kepada orang tua mereka baik langsung pada pertemuan berkala maupun melalui WAG kelas juga aku tempuh,  akhirnya dalam menjalani hukum yang saya terapkan  terutama kelas-kelas yang saya ajar saat ini (lima kelas 8. A,B.C.D dan E. 4 kelas 9. A, B, C, dan D). Mereka merasa ringan, biasa-biasa saja, enjoi, dan tidak mengangapnya sebagai beban hukuman yang berat. 

Melalui hukuman yang pada awal diterapkannya menuai kontra ini, pada akhirnya justru banyak mendapatkan apresiasi dan dukungan  dari orang tua siswa, sebagian besar guru, dan para siswa itu sendiri, karena hasil dari hukuman tersebut dirasakan sangat efektif. Hal ini dibuktikan oleh para guru secara random mengecek dengan dasar kejujuran siswa yang solat lima waktu dan hasilnya 99%  bahkan 100 % persen setiap kelas solatnya full. Satu persennya dianstisipasi untuk solat di musola sekolah meskipun sudah lawat waktu, dan biasanya solat yang tertinggal adalah subuh. Karena alasan bangun siang dan terburu-buru berangkat sekolah. Solat yang diqada itu sekedar menggugurkan kewajiban dan pelajaran berharga kepada siswa. 

Pada kenyataanya, hukuman yang aku terapkan tidak semulus orang bayangkan. Cobaan pun kerap datang. Beberapa siswaku protes setelah mendapatkan cubitan, mereka mengatakan dengan kalimat yang berbeda-beda: “Aduuh sakit sekali, Pak.” , “Pak, kalau bisa diganti saja hukumnnya dengan denda atau yang lainnya!”, “Akan saya adukan kepada orang tua saya!”, ada juga yang menyebut namaku tanpa sebutan pak, (Samsul Hadi) dengan berbahasa jawa, mempermainkan kata selang berjam-jam melaui WA dan hanya aku jawab tidak lebih dengan kata, “Bapak minta maaf ya.”. Juga kata-kata lucu yang saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah, “Sul, ente punya istri empat ya? baru mengajar di sini sudah mentang-mentang ya!” , “kamu jangan banyak makan biar kurus tuh badan!”,  “Tunggu, saya akan WA setiap jam sampe pukul 11 malam!” dan lain-lain (dengan berganti-ganti nomor). Siswa ini dikenal temperamental, urakan, dan sering bolos. Aku anggap semua itu bahasa curhatan mereka. 

Protes lain juga datang dari orang tua siswa baik langsung melalui telepon maupun melalui WA. Yang intinya meneruskan laporan anaknya baik laporan yang sebenarnya maupun sudah dipelintir, protes kalau paha atau lengannya anaknya merah, dan lain-lain. Saya hanya menjawab dengan bahasa Jawa Kromo Inggil, (alih bahasanya),“Saya minta maaf kepada Bapak dan anak Bapak, saya berjanji akan menghentikan cubitan pada putra/putri Bapak selama anak Bapak menunaikan solat lima waktu seperti yang saya dan Bapak/Ibu inginkan agar putra-putri Bapak/Ibu soleh solehah”. Saya tetap kencang dengan sikap dan tidak menjawab dengan nada mentolelir. kalau sudah jawaban seperti itu biasanya orang tua langsung diam tidak membalas dengan kalimat senada. Jujur pada ahirnya kebanyakan mengatakan, “Ohh... iya Bapak, sayalah yang minta maaf dan saya akan bareng-bareng mengawasi anak saya.” Atau kalimat lain yang senada. 

Di luar dari kegiatan ini, saya terus-menerus memohon maaf  kepada Allah SWT. Aku panjatkan doa atas dosa-dosa yang aku lakukan terhadap siswa. Karena bagaimanapun juga dicubit itu sakit, dan belum tentu semua siswa menerima hukum cubit dengan kesadaran penuh. Bisa jadi solat mereka karena takut, jika itu yang terjadi maka hari-hariku penuh dengan catatan jahat oleh Malaikat. Introspeksi ini aku lakukan setiap saat dan doa memohon menjadikan anak dan muridku ahli ilmu, ahli kebaikan, dan kesalehan aku panjatkan setiap solat. Permohonan maaf selalu aku pintakan setiap kali melakukan eksekusi sampai terucap kata memaafkan dari mereka, terlepas ikhlas atau tidak.  Dua minggu sekali aku tutup mata pasang paha bagian dalam dan lengan untuk mendapatkan balasan dari mereka jika ada yang sakit hati, meskipun yang terakhir ini kelihatan aneh, namun tetap aku lakukan dengan ihlas dan seruis. Agar aku tidak dicap sebagai guru galak dan otoriter atau guru yang memaksakan kehendak  privasi yang paling  asasi pada siswa seperti  yang dituduhkan oleh teman guru. Masukan dan saran dari berbagai pihak termsuk siswa, aku perhatikan dengan baik. Semata-mata demi perbaikan.    

Suatu saat... di Simpang Lima Bunderan Mangga, muridku semasa di SMK PGRI yang bernama Marno saat beristirahat setelah berpanas-panasan menjajakan asongan, aku temui karena rasa ibaku. Dalam obrolan itu dia mengtakan, “Alhamdulilah dari dulu sampe saat ini saya masih teringat bapak, aku tetap menjalankan solat entah benar atau tidak, entah diterima atau tidak. Aku tak perduli, aku hanya berusaha.”. 

Saat motorku kempes persis di jembatan Bangkir, salah seorang menawarkan diri untuk menolong dengan mendorongkan motor saya, anak itu adalah yang dulu mengatakan, “Sul, Ente punya istri empat ya?”. Dia begitu baik kepadaku, dalam obrolannya dia mengatakan, “Bapak ini saya cap sebagai guru pencubit. Awalnya saya tidak suka, tetapi kini aku sadari manfaat cubitran bapak dulu.” Dia bekerja sebagai asisten mekanik di bengkel AC mobil  di Sport Centre Indramayu.

“Pak pinjam mobilnya doong...boleh?” aku pun memimjamkan mobil kijang super padanya, begitu mobil dikembalikan indikator BBM  di dashboard mobiku Full pertamax. Rupanya dia sengaja hanya mau memberikan BBM saja.   Pada kesempatan lain di Bunderan Jam Indramayu, seorang polisi gagah menghampiri dan berdiri di balik kaca mobilku , begitu terbuka dia menghormat dan menyodorkan tangannya minta bersalaman),”Assalamualaikum, Pak Syamsul mau buru-buru ya, mari pak saya bantu.” Dia membimbing saya dengan membuka forbodden jalan untuk mobil saya yang hendak mengantar anak di SD Margadadi 3. Dia adalah anggota Brimob bernama Iwan R. Murid saya yang rajin solat. 

Masih banyak kisah-kisahku mendapatkan perlakuan dan pengakuan baik dari murid dan mantan muridku yang lain, dari pedagang sayuran di pasar, pegawai Samsat, perajin, dan yang lainnya. itu semua anugerah dari Allah SWT. Sama sekali bukan karena kebaikanku. Sama sekali bukan karena hukum cubit itu. Keberhasilan dan kesadaran mereka untuk solat mereka adalah Hidayah. Bukan campur tanganku sebagai guru. Karena aku hanya sebatas berusaha hasilnya Tuhanlah yang menentukan.

Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada murid-muridku yang lain agar mereka kini, 1, 2, atau 10 tahun mendatang menjadi ahli solat...Aamiin.

Ditulis oleh: Drs. H. Samsul Hadi, M.Si., CBPA., CPRW. Guru MTsN 7 Indramayu, HP: 081324081358, FB: Samsul hadi, Blog spot: karyaliterasisamsulhadi.blogspot.com, you tube: Pakde bae, 

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Guru Harus Tau! Cara Mengidentifikasi Masalah Di Dalam Kelas

Hafecs HRP

Nov 27, 2021
3 min
Membuka Zona Nyaman di Tengah Pendemi Dengan Literasi
Pembelajaran Menyenangkan Berbasis Lingkungan dalam Konteks Merdeka Belajar
2 min
Catatan Guru Milenial di Tengah Orang Tua Milenial

Nimas achsani

May 10, 2022
10 min
BERBAGI PRAKTIK BAIK DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MURID DAERAH TERPENCIL

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB