GURUKU JANGAN STRES - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 01 Des 2023

GURUKU JANGAN STRES

Mendeskripsikan tugas guru, penyebab stres, dan cara mengatasinya

Seputar Guru

D. SANUSI S.H. MURTI, M.Pd.

Kunjungi Profile
200x
Bagikan

Guru memiliki peran fundamental dalam pendidikan, bahkan dalam kehidupan. Hal paling gampang untuk menjelaskan hal tersebut yaitu dengan spirit pendidikan Ki Hajar Dewantara “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Secara sederhana dapat artikan demikian. “Ing Ngarsa Sung Tuladha” yang di depan/memimpin haruslah memberi teladan yang baik. Artinya, guru harus memberikan teladan kepada peserta didiknya, selain memberikan pendampingan budi pekerti, dan mengajarkan ilmu pengetahuan. “Ing Madya Mangun Karsa” memiliki makna guru yang bersama-sama/berada di tengah-tengah peserta didiknya harus mampu memberikan berbagai stimulus untuk melahirkan ide dan gagasan-gagasan peserta didiknya. Yang terakhir ungkapan “Tut Wuri Handayani” mengandung arti bahwa guru yang di balik layar/di belakang mesti mampu memberikan dorongan dan memfasilitasi peserta didiknya agar mereka berkembang sesuai dengan potensi/bakatnya masing-masing. 

Fokus di guru, bukan peserta didik

Menjadi semakin jelas kiranya bahwa fokusnya bukan peserta didik, tetapi pendidik alias guru. Intinya adalah bagaimana guru dengan segala cara dan usahanya agar mampu mendidik sehingga sampai pada tujuan pendidikan, yaitu memerdekakan manusia. Manusia yang merdeka adalah yang selamat dan bahagia. Manusia yang merdeka adalah yang mampu memajukan dan menjaga diri, memelihara dan menjaga bangsa, memelihara dan menjaga dunia. 

Nah, bisa dibayangkan bukan apa jadinya jika guru memiliki kesehatan mental yang buruk. Sayangnya, fakta dari banyak riset menunjukkan kesamaan, yaitu di antara berbagai pekerjaan, profesi guru memiliki tingkat stres kerja dan kelelahan tertinggi. Pada semua profesi, khususnya guru harus memiliki kesehatan mental. Mental yang sehat akan mengkondisikan guru memiliki perasaan yang positif/bahagia, bisa menikmati hidup, dan sekaligus siap menghadapi segala tantangannya. Namun sebaliknya, kesehatan mental yang buruk, akan memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi guru, memunculkan emosi-emosi negatif seperti kemarahan, kecemasan, ketegangan, frustasi atau depresi. Padahal stres pada guru berkorelasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan kualitas pengajaran dan pendampingan pada peserta didik. Hal ini akan berdampak langsung pada motivasi belajar peserta didik, yang artinya berpengaruh langsung juga pada prestasi belajarnya. Itulah sebabnya artikel ini diberi judul “Guruku Jangan Stres”, karena jika guru stres dampaknya terlalu besar untuk bangsa Indonesia bahkan dunia. 

Marilah kita tengok faktor-faktor utama yang mempengaruhi kesehatan mental guru.Secara umum, konteks pekerjaan dan faktor pribadi/konteks keluarga berkontribusi terhadap stres guru. Guru tidak hanya menangani masalah kesehatan mentalnya sendiri/keluarganya, tetapi juga memiliki tantangan terhadap kesehatan mental peserta didiknya. Sebagian besar riset menemukan bahwa kondisi peserta didik dan model kepemimpinan kepala sekolah menjadi faktor utama muncul dan meningkatnya stres guru.

Kondisi peserta didik

Kondisi yang dimaksud adalah pertama, peserta didik yang kurang santun baik secara verbal maupun nonverbal. Kedua, peserta didik yang tidak disiplin, misalnya tidak mengerjakan tugas yang diberikan, hadir terlambat bahkan tidak masuk sekolah. Kedua kondisi tersebut memberikan tantangan yang dapat menambah beban kerja guru dan menyebabkan tingkat stres yang lebih tinggi. Ketika guru menghadapi peserta didik yang kurang santun dan kurang disiplin atau dalam kondisi negatif, hal terbaik yang dilakukan adalah melakukan pendampingan secara personal. Guru mesti memiliki usaha lebih. Mencari tahu mengapa muncul perilaku buruk tersebut; apa yang melatarbelakanginya, bagaimana kondisi keluarganya dan lingkungan bermainnya. Selanjutnya melakukan pendekatan kepada peserta didik yang memiliki kecenderungan perilaku negatif tersebut. Mencoba memahami dan mendengarkan, lalu perlahan menuntun ke arah yang lebih baik. Guru dapat melatihnya dengan membuat evaluasi dan refleksi secara tertulis. Sehingga peserta didik menjadi tahu dan memahami terhadap pilihan-pilihan yang telah dibuatnya. Peserta didik akan belajar melihat kebenaran dan menemukan kebaikan/kebijakan dalam perilakunya yang dinilai buruk tersebut. Metode pendekatan personal mesti dilakukan secara gotong-royong dengan rekan guru lainnya: guru wali kelas dan guru BK (bimbingan dan konseling). 

Model kepemimpinan kepala sekolah

Ketidakmampuan komunikasi efektif/persuasif seringkali menjadi persoalan sebagian besar kepala sekolah. Kepala sekolah mestinya memiliki kemampuan mempengaruhi/memberikan motivasi kepada para gurunya, namun kenyataan yang sering terjadi adalah sebaliknya, membuat para guru mengalami stres. Model kepemimpinan kepala sekolah sangat mempengaruhi meningkatkannya atau menurunnya stres guru. Dengan kata lain, guru dapat menjadi stres jika kepemimpinan kepala sekolah buruk: tidak mampu menunjukkan dukungan, tidak mampu memahami, dan tidak adil terhadap guru satu dengan lainnya. 

Jika tidak menginginkan peningkatan stres guru, kepala sekolah mesti memiliki kompetensi kepemimpinan dalam mengelola sekolah. Kompetensi yang dimaksudkan adalah kemampuan untuk meningkatkan kompetensi guru. Artinya, memiliki fokus dalam alokasi anggaran untuk pengembangan dan profesionalisme guru. Memetakan kebutuhan sekolah dari sisi sumber daya guru. Pemetaan tersebut akan menghasilkan program-program studi banding, pelatihan, hingga studi lanjut bagi guru. Selain itu, kepala sekolah mesti mampu menciptakan budaya organisasi sekolah yang kondusif. Artinya, membuat perubahan/meningkatkan keunggulan, memberikan penghargaan kepada guru yang memiliki kinerja baik atau sangat baik, mendengarkan pendapat guru, dan mengomunikasikan visi-misi sekolah dengan gamblang dan penuh perhatian kepada guru.

Kenyataan bahwa profesi sebagai guru adalah rentan stres, mesti diterima. Dengan menerima kenyataan tersebut akan lebih membuat guru berpikiran jernih dan bijak. Mengakui bahwa peserta didik menjadi penyebab utama stres, namun sekaligus mengakui bahwa peserta didik adalah generasi bangsa. Guru juga mesti menerima bahwa model kepemimpinan kepala sekolah yang akan berpengaruh besar terhadap meningkat atau menurunnya stres guru. Kiranya pendidikan di Indonesia akan semakin unggul, apabila para guru memilih untuk tidak stres.  


Penyunting: Putra

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Cara Memanfaatkan Teknologi dalam Pendidikan yang Guru Harus Tahu!
4 min
Kahoot! Edukasi sebagai Pendukung Kecakapan Abad 21
5 min
Penilaian Rencana Hasil Kerja (RHK) yang Guru Harus Tahu!
4 min
Kesehatan Mental Guru Seberapa Penting?
2 min
Gembira Jalan Ninjaku

Agus Ta'in, M.Pd.

Dec 07, 2023
2 min
Perilaku Guru yang Dapat Menghambat Kemajuan Lembaga! Apa Saja?
1 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar