Belajar dari Covid-19, Bagaimana Cara Mudah Menularkan Semangat Membaca dan Belajar Kepada Peserta Didik Ilustrasi poster digital iklan layanan masyarakat hasil karya peserta didik |Dok. Pribadi
Gambar di atas adalah poster digital Aksara Sunda Baku dalam materi iklan layanan masyarakat, hasil karya peserta didik. Isinya himbauan, saran, dan ajakan agar kita semua mau membaca. Karena, menurut iklan layanan masyarakat tersebut, âMaca Buku Ningkatkeun Elmu Urangâ (Membaca Buku Meningkatkatkan Ilmu Pengetahuan Kita).
Untuk mau membaca buku, apalagi buku yang mengandung ilmu pengetahuan. Dibutuhkan semangat dan tekad yang baja. Karena, membaca tidak hanya berdasar pada kemampuan; mampu mengeja jika masih SD kelas 2, mampu membaca dengan lantang, mampu membaca dalam hati, mampu memahami isi bacaan, dan mampu me-review hasil bacaan, serta mempraktekan hasil bacaan menjadi amalan.
Bukan itu saja, membaca juga memerlukan âkemauanâ. Mau tidak, kita mengambil buku yang tersimpan rapi di rak atau perpustakaan di rumah, membuka halaman pertama, membaca paragraf pertama, dan menuntaskan bacaan tersebut hingga akhir?
Tentu saja, akan ditemukan beragam jawaban terkait pertanyaan ini. âMau sih, tapi tidak ada waktu!â, âJika chicklit, teenlit, komik, saya mau baca, bahkan hingga akhir, apalagi novel di media sosial.â, âAduh, sudah lupa tuh, terakhir membaca itu tahun 2019, ya keburu pandemi deh.â dan masih akan banyak lagi jawaban-jawaban lainnya. Inti dari jawaban tersebut adalah, belum ada niat, tekad, dan kemauan yang kuat untuk membudayakan membaca.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kemampuan dan kemauan saja tidak cukup, ya. Harus ada semangat yang menjadi jembatan bagi keduanya. Antara kemampuan â semangat â kemauan harus ada korelasi positif.
Setelah itu, barulah akan tercipta kondisi di mana peserta didik menyimpan gawainya, duduk serius menghadapi buku, dengan penuh semangat, mereka belajar, mengerjakan tugas yang dibagikan guru di google classroom, membaca buku pelajaran, dan terus meningkatkan kreatifitasnya.
Sungguh indah, bila saja semua hal tersebut dilakukan oleh seluruh peserta didik. Tidak hanya setengahnya, seperempatnya, atau hanya lima orang saja yang masih menyempatkan diri untuk membaca power point yang dibagikan guru di google classroom dan whattsapp grup, lalu mengerjakan tugas, dan mengumpulkannya.
Sebagai dampak dari pandemi yang massif, ternyata tidak saja menimbulkan kecemasan dan ketegangan. Tapi juga memberikan efek nyaman pada peserta didik. Tentu saja, bukan kenyamanan dalam arti positif, ya. Kenyamanan tersebut adalah perubahan kebiasaan dan rutinitas, dari semula sibuk dan padat aktivitas di luar rumah menjadi santai semua hal dilakukan dari rumah.
Sebelum pandemi, bila hari sekolah, maka mereka harus bangun pagi hari, mandi, sarapan, memakai baju seragam, segera berangkat ke sekolah, bermacet-macet ria di jalanan, belajar di bawah pengawasan guru, mengerjakan tugas dalam pembimbingan, pelajaran selesai diberi PR. Di rumah berkutat dengan tugas yang diberikan guru. Karena, besok harus dikumpulkan.
Setelah adanya pandemi, semua hal yang tampak merepotkan tersebut, jadi mudah dan praktis saja. Mereka tidak terburu-buru untuk bangun pagi, mandi, sarapan, dan berlelah-lelah di jalan. Saat belajar pun, bisa sambil rebahan, bahkan kadang saking nyamannya, mereka kadang terlalu asyik berselancar di media sosial, dan main game. Sehingga lupa, membuka materi pelajaran yang dibagikan guru di grup whatssapp. Jika pun ada keinginan untuk membuka. Mereka melewatkan materi dengan tidak membacanya. Tapi langsung ke halaman tugas atau LKPD saja. Terasa miris dan menyedihkan, ya.
Namun, itulah kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan kita saat ini. Menjadi tantangan tersendiri bagi saya sebagai guru. Karena, Ancaman Learning Loss (kemunduran belajar) terpampang jelas di depan mata. Tidak bisa kita menyalahkan peserta didik, atau siapa pun, dan mencari kambing hitam -penyebab dari semua masalah tersebut.
Karena, sebagaimana telah kita ketahui bersama, pandemi covid-19 telah merenggut apa saja dari manusia. Baik jiwa, materi, status, kesehatan, pendidikan, dan masih banyak lagi hal lainnya yang telah diambil. Bahkan, semangat belajar peserta didik pun ikut tercerabut dari akarnya. Bagaimana tidak?
Hampir tiga warsa, anak-anak terpaksa âdirumahkanâ untuk belajar. Sangat wajar dan normal, jika semangat mereka untuk berliterasi (membaca) dan belajar menurun. Karena, interaksi dengan guru sebagai pengajar, pendidik, pembimbing, dan pembina minim. Terlalu lama belajar daring (online),menjadikan peserta didik jenuh dan bosan.
Seperti dilansir dari databoks.katadata.id bahwa berdasarkan hasil survey Media Survey Nasional (Median) diperoleh data, mayoritas orang tua beranggapan anak-anak mereka sudah bosan dan jenuh mengikuti pembelajar secara jarak jauh (PJJ).
Databoks.Katadata.id Berdasarkan data di atas, dapat dijelaskan bahwa 23,9 persen peserta didik mulai merasa bosan mengikuti pembelajaran secara daring, 17, 5 persen menyatakan sangat bosan, 4,9 persen menyebutkan biasa saja, 3,4 persen responden mengungkapkan mereka merasa senang, bahkan 6,3 persen menyebutkan merasa sangat senang belajar secara daring. Sisanya, kelompok terbanyak sebanyak 44 persen tidak menjawab dan menyatakan tidak tahu.
Saya terkadang berfikir, mengapa ya virus covid-19 begitu mudah penularannya. Dalam hitungan menit, detik, dan jam saja telah menyebar ke seantero jagat raya. Menjadi pandemi yang menimbulkan keresahan di mana-mana. Selain itu, virus ini dapat bertahan begitu lama dalam penyebarannya. Seperti tidak ada habis-habisnya, hampir tiga tahun sudah berlalu. Namun, belum ada tanda-tanda virus ini akan pulang, apalagi hilang dari muka bumi. Hingga, kadang saya merasa, âMau sampai kapan?â
Nah, melihat karakteristik virus covid-19 yang selalu membelah diri hingga menumbuhkan beragam varian. Maka, tercetuslah ide, "Oh, mungkin harus banyak varian, cara, strategi, metode, dan inovasi, agar semangat berliterasi (membaca) bisa menjadi habit bagi peserta didik. Minimal mereka mau membaca materi pelajaran yang dibagikan oleh guru. Untuk mewujudkan terciptanya penularan semangat tersebut. Maka, guru sebagai ujung tonggak, harus menjadi yang pertama memiliki semangat berliterasi.
Saya pun mencari-cari di google, beragam metode, tips, strategi, dan inovasi terkait pembelajaran yang menarik dan membangkitkan semangat peserta didik. Berikut beberapa cara menularkan semangat membaca dan belajar kepada peserta didik, yang telah saya lakukan:
Langkah pertama, membuat power point yang atraktif dan full colour , agar peserta didik mau membuka lembar demi lembar power point tersebut. Biasanya, dengan warna yang kuat dan gambar yang menarik, orang akan tertarik untuk melihat, memperhatikan, dan membaca lebih lama. Beberapa testimoni dari peserta didik, terdengar di telinga saya terkait upaya membuat power point yang atraktif. Hal tersebut diketahui, saat sekolah mulai melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT). Mereka mengatakan, bahwa power point saya menarik dan lucu. Lalu, saya bertanya, âDibaca gak materinya?â Aurelia (8-C) mengatakan, âDibaca, bu soalnya power point pelajaran Ibu mah berwarna, gambar-gambarnya lucu.â Tiara Aulia (8-A),âWarna yang atraktif dari power point Ibu, membuat kami terus membuka lembaran power point, dan membacanya, penasaran.â Langkah kedua, memanfaatkan aplikasi edit (Picsart, Pixelab, Phonton, dan lain-lain) yang 95 persen ada dan telah diunduh di android peserta didik untuk membuat poster digital beraksara Sunda. Saya menerapkan media poster tersebut dalam materi iklan layanan masyarakat di kelas 7, dan materi babasan paribasa di kelas 8. Dengan metode poster digital ini, peserta didik tampak antusias dan tekun mengerjakannya. Hampir 95 persen tugas terkumpul, 5 persen sisanya belum mengumpulkan karena kendala teknis, tidak ada kuota, jaringan, dan hand phonenya rusak. Ada testimoni dari Hasanudin Suryonegoro (8-D),âNah, begini baru namanya belajar, Bu ⦠kita belajar dari smart phone, mudah dan praktis.â M. Rizki Maulana (8-G),"Belajar dengan memanfaatkan aplikasi edit, itu mah keahlian kita, bu! pokoknya menyenangkan, mudah, dan asyik." Langkah ketiga, memberikan contoh dan teladan kepada peserta didik, mendaftar di platform kepenulisan . Hal tersebut saya lakukan, agar peserta didik yakin dan percaya bahwa dengan banyak membaca, kita akan dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas. Saya mendaftar di beberapa platform kepenulisan, serupa blog jurnalisme warga, pada bulan Desember 2021. Saya menunjukkan hal tersebut kepada peserta didik. Menawarkan kepada mereka untuk bergabung, dan menunjukkan bagaimana cara login dan memverifikasi akun di platform tersebut. Saya paparkan beragam keuntungan yang didapat jika tulisan kita sebagai akibat dari membaca tersebut berkualitas. Selain kepuasan batin, mengasah otak dan pikiran, dan menambah wawasan. Menulis juga dapat menghasilkan uang. Umpamanya dengan mengikuti lomba-lomba penulisan, menulis di platform blog, dan lain-lain. Langkah-langkah itu, harus dimulai dari mau membaca. Itulah, tiga cara mudah menularkan semangat membaca dan belajar kepada peserta didik, yang telah saya praktekan. Alhamdulillah, hasilnya mulai terlihat jelas. Pertama, semangat peserta didik dalam mengumpulkan tugas meningkat, hasil belajar berupa ulangan dan kuis nilainya memuaskan, karena mereka mau membaca materi bahan ulangan yang ada dalam power point.
Kedua, semangat peserta didik dalam mengikuti lomba menulis meningkat, bahkan ada beberapa diantaranya yang berhasil menggaet juara. Baik di tingkat kabupaten, maupun tingkat propinsi. Lomba yang diadakan oleh dinas pendidikan, maupun swasta.
Ketiga, bila saya masuk ke kelas, peserta didik tampak antusias dan bertanya, âKita belajar pakai metode apa lagi, Bu?â Bagi saya, pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa semangat mereka untuk belajar kian meningkat. Saya yang pertama, menularkan semangat kepada mereka pun, menjadi lebih bersemangat, dan tertantang untuk mencari metode, menemukan inovasi baru, kreatif dalam menggali potensi dan minat peserta didik.
Jadi, jangan hanya penyakit, jangan hanya covid-19 yang dapat menular dengan cepat. Semangat pun harus mudah menular, ya. Mari kita ciptakan varian-varian baru dari semangat. Agar kemauan untuk membaca dan belajar pada peserta didik terus menetap dan bertahan lama dalam sanubari mereka. Semoga (*)