BEGINILAH GURU BAHASA JAWA MENDIDIK DAN MELATIH KECERDASAN BUDI PEKERTI - Guruinovatif.id

Diterbitkan 10 Sep 2022

BEGINILAH GURU BAHASA JAWA MENDIDIK DAN MELATIH KECERDASAN BUDI PEKERTI

Artikel

Cerita Guru

Dra. Sri Suprapti

Kunjungi Profile
4120x
Bagikan

Artikel

BEGINILAH GURU BAHASA JAWA MENDIDIK DAN MELATIH KECERDASAN BUDI PEKERTI

Oleh : Dra. Sri Suprapti, Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta

            Kata guru ternyata berasal dari bahasa Jawa, yakni 'digugu lan ditiru' yang artinya dianut atau dicontoh. Guru dipandang sebagai orang yang sangat penting dalam membentuk pribadi seseorang untuk menjadi lebih baik. Arti guru menurut adat Jawa adalah digugu lan ditiru, maksudnya bahwa Guru seharusnya menjadi seseorang yang kita contoh dan kita jadikan teladan, serta didengarkan seluruh nasihat-nasihatnya. Tidak ada Guru yang akan menjerumuskan ke jurang kenisthaan.

Mendidik adalah kegiatan memberikan bekal kepada anak, hal-hal yang bermanfaat bagi mereka setelah dewasa kelak. Pengertian mendidik menurut Jean-Jacques Rousseau dalam Closson (1999), mendidik adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak tapi dibutuhkan pada masa dewasa. Mendidik adalah memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu mendidik dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik.

Berkaitan dengan soal pembentukan kepribadian anak, maka mendidik juga merupakan usaha untuk memberikan motivasi kepada anak didik agar terjadi proses internalisasi nilai-nilai pada dirinya, sehingga akan lahir suatu sikap yang baik. Mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orangtua maupun guru. Namun, didikan pertama adalah dilakukan oleh keluarga yaitu orangtua. Mengapa?  Karena merekalah orang pertama yang kita kenal, dan mereka juga orang yang sering kita jumpai. Tugas orangtua bukan hanya menerima anak, memberi makan dan minum, membelikan pakaian. Namun tugas orangtua lebih berat daripada itu. Yaitu,  orangtua harus mampu mendidik anak ke arah yang baik. 

Kemudian, melatih merupakan kegiatan mempersiapkan diri bagi atlet untuk mencapai suatu prestasi.Sarief (2008) menjelaskan bahwa pengertian melatih adalah suatu proses kegiatan untuk membantu orang lain (atlet) mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam usahanya mencapai tujuan tertentu.

Jadi dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat kita simpulkan bahwa mendidik dan melatih merupakan kegiatan yang lebih spesifik atau khusus jika dibandingkan dengan mengajar. Atau dengan kata lain, mengajar bersifat umum, sedangkan mendidik dan melatih bersifat khusus.

Bisa dilihat bersama ketika banyak lulusan dari sekolah dirasakan kurang sesuai dengan harapan, seperti misalnya berperilaku menyimpang, tidak mampu bekerja, suka hura-hura, dan lain-lain, kiranya perlu dilihat kembali tentang bagaimana pendidikan itu dijalankan. Di sekolah, para siswa diajari beraneka macam mata pelajaran. Bahan pelajaran itu sudah ditentukan, termasuk cara mengajarkan dan bahkan buku yang harus diajarkan, sesuai yang diharapkan.

Selanjutnya manakala bahan pelajaran itu sudah diterangkan oleh semua guru yang bertugas dan waktu yang disediakan sudah habis, maka dilakukan penilaian melalui evaluasi atau ujian. Para siswa yang mampu menjawab sebagaimana target yang ditentuan dianggap lulus, sebaliknya mereka yang belum mampu menjawab soal-soal yang diberikan dianggap tidak berhasil atau bisa dikatakan gagal. Pengertian pendidikan menjadi sangat sederhana, yaitu sekedar mengajarkan sekelompok pengetahuan yang dianggap penting itu.

Dengan melihat kenyataan seperti tersebut di atas, sebenarnya ada sesuatu yang masih dilupakan dan justru merupakan hal penting, yaitu memberi contoh dan membiasakan. Perilaku manusia sebenarnya terbentuk dari contoh-contoh dan kebiasaan itu. Kedua Orang Tua ketika di pagi-pagi mendengar adzan Subuh dan segera bangun, mengambil air wudhu, dan kemudian datang ke masjid, sholat berjama'ah, serta tidak lupa mengajak anak-anaknya, maka Orang Tua yang demikian itu telah menjalankan proses pendidikan.

Namun sebaliknya, manakala ada Orang Tua tatkala mendengar suara adzan Subuh, mereka tetap saja meneruskan tidurnya dan hal itulah yang menjadi kebiasaannya, maka disadari atau tidak, Orang Tua yang demikian itu dengan tidak disengaja telah memberi contoh negatif kepada keluarganya. Keluarga itu tidak akan mungkin berhasil membentuk perilaku sebagai seorang muslim ideal. Manakala di antara salah seorang anaknya tidak meniru perilaku Orang Tuanya, melainkan ia segera datang ke masjid, maka bisa jadi, anaknya itu meniru tetangga atau gurunya di sekolah.Mendidik adalah kegiatan memberi contoh dan membiasakan.

Manakala guru hanya sekedar mengajar mata pelajaran saja misalnya biologi, kimia, fisika, sosiologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Agama, Bahasa Jawa, dan lain-lain, maka sebenarnya hal itu masih ada sesuatu yang kurang. Dalam kontek pendidikan yang perlu dipertanyakan adalah siapa yang memberi contoh dan membiasakan terhadap para siswa agar berperilaku sebagaimana yang diharapkan itu. Manakala tidak ada, maka pantas saja para siswa setelah lulus masih berperilaku sembarangan. Hal itu disebabkan oleh karena mereka di sekolah tidak mendapatkan contoh dan juga tidak dibiasakan melakukan sesuatu yang diinginkan itu. Artinya, mereka sudah diajar tetapi belum dididik.

Jika demikian itu halnya, maka artinya pada umumnya anak bangsa ini sudah diajar tetapi belum dididik. Para siswa, setelah lulus, sekalipun hingga tingkat sekolah menengah atas, dan bahkan sampai perguruan tinggi sekalipun, tatkala mereka belum mampu bekerja adalah hal wajar. Mereka memang belum mendapatkan contoh dan pembiasaan untuk mampu bekerja dan bahkan juga berperilaku sebagaimana yang diharapkan itu. Mereka sudah lulus IPA, IPS, bahasa, atau apa saja, tetapi belum diberi ketrampilan untuk bekerja atau berperilaku yang seharusnya sehari-hari. Dalam Bahasa sekarang, mereka belum memiliki soft skill.

Seorang guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan saja kepada muridnya, tapi guru juga sebagai pendidik untuk murid_muridnya. Guru dalam mendidik muridnya harus dengan hati yang ikhlas agar materi yang disampaikan kepada muridnya lebih mudah diterima. Mendidik murid tidaklah mudah, karena setiap anak akan mempunyai karakter yang berbeda-beda.

Tugas seorang guru salah satunya memahami setiap karaktera peserta didiknya. Dengan begitu mempermudah guru dalam penyampaian materi harus menggunakan metode dan media yang bervariasi sesuai situasi dan kondisi dikelas. Tidak banyak guru yang hanya mengajar menyampaikan materi, memberi tugas lalu ditinggal main handphone dikelas atau langsung keluar saat waktunya sudah habis.

Guru yang seperti ini bisa dikatakan guru yang hanya mengajar bukan mendidik. Dan ada juga yang menyampaikan materi dengan penuh semangat dan mengajarkan muridnya bagaimana bersikap sopan santun, berperilaku baik kepada orang lain, memberi arahan, menjelaskan ulang apa yang belum dipahami sampai semua muridnya paham, dan lain-lain. Guru seperti ini adalah guru yang mengajar sekaligus mendidik/ membimbing. Sehingga guru yang berperan sebagai pengajar sekaligus mendidik ini termasuk figur seorang guru yang mengajar dengan hati yang ikhlas.

Sebagai Guru Bahasa Jawa, berpendapat bahwa sebenarnya untuk memperbaiki pendidikan  sekolah perlu mengembangkan ketauladanan dan pembiasaan perilaku ideal sebagaimana yang diinginkan. Memperbaiki pendidikan hanya sekedar mengambil kebijakan berupa mengubah kurikulum dan mempertahankan ujian nasional, sekalipun harus mengeluarkan dana besar, kiranya tidak banyak hal yang bisa diharapkan terhadap generasi ke depan.

Seperti pepatah yang mengatakan "GURU" di gugu lan ditiru. Maksudnya guru merupakan figur pendidik yang akan mendidik muridnya. Jadi harus mencontohkan hal-hal baik didepan muridnya agar menjadi contoh yang baik pula kepada muridnya. Jika murid tahu seorang Guru melakukan hal yang buruk misalkan membuang sampah sembarangan maka murid akan mencontohnya dan meremehkan peraturan yang ada di sekolah tersebut.

Dengan pernyataan seperti tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa kecerdasan berpikir murid harus dapat mengembangkan budi pekerti atau watak murid yang tidak hanya dibentuk di sekolah, tetapi dalam keluarga dan lingkungannya. Melalui proses pendidikan budi pekerti, murid akan bertumbuh dan berkembang sehingga mampu mengendalikan watak biologis dan menebalkan watak baik murid yang akan mewujudkan budi pekerti yang baik.

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Mama Telah dikeluarkan
1 min
Setiap Siswa Itu Unik

Shafura, S.Pd.

Apr 18, 2022
3 min
Mimpi Besar dari Daratan Tinggi Toba
Waktu Kecilku

Dra. Sri Suprapti

May 17, 2022
4 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar