Setelah dua tahun dinamika pembelajaran ada dalam konteks pandemi Covid-19, sektor pendidikan mulai memunculkan berbagai inovasi pembelajaran. Inovasi pembelajaran yang dilakukan menjadi bentuk adaptasi dan kreasi menyambut era digital. Kembalinya sekolah secara luring yang penuh dengan pertimbangan juga menjadi persoalan dalam potret dunia pendidikan. Jalur dan ranah normal pendidikan seolah bias karena konteks yang beragam dan potensi yang unik. Tetapi, dalam keberagaman itu terdapat persoalan penting dalam dunia pendidikan. Ketika pendidikan dimaksudkan untuk memanusiakan manusia hingga dapat mengoptimalkan kehidupannya. Persoalannya adalah pada bagaimana perkembangan dan pendidikan karakter dalam konteks era digital berserta gambaran adanya pandemi Covid-19.
Secara kumulatif sejak Januari hingga Mei 2022, jumlah kenakalan remaja meningkat dan motifnya semakin beragam. Setidaknya terdapat 48 korban akibat kenakalan remaja seperti tawuran dan klithih. Konteks yang saya amati dan teliti adalah kota Yogyakarta. Jumlah itu tentu berkaitan juga dengan bagaimana pendidikan karakter dilakukan dan membawa daya ubah bagi peserta didik. Namun, dalam proses pendidikan karakter yang diupayakan oleh sekolah juga mendapatkan pengaruh dari era digital. Era dimana peran teknologi menjadi prioritas utama. Ada kemudahan akses untuk informasi, bahkan guru bisa kalah pintar dengan teknologi. Kondisi ini menjadi alarm mengenai bagaimana proses pendidikan karakter di era digital. Keberadaan teknologi tentu menjadi tantangan sekaligus peluang dalam pengembangan pendidikan karakter.
Upaya penguatan karakter. Karakter dapat dimulai dengan refleksi kebiasaan yang dilakukan. Kebiasaan akan membawa dampak pada apa saja yang dilakukan hingga memberikan pengaruh pada cara pandang. Maka, untuk penguatan karakter perlu memperhatikan kebiasaan. Dalam hal ini konten yang dipelihatkan hingga apa yang dijumpai sebagai konteks pembelajaran akan hidup. Untuk penguatan karakter secara berkelanjutan harus dilakukan mitigasi hingga refleksi kebiasaan. Upayanya tentu beragam, dalam jangka pendek apa yang dilihat sebagai kebiasaan perlu diubah dengan narasi dan refleksi yang lebih ramah. Pembelajaran dapat dilakukan dengan memperhatikan narasi lokal yang ada sebagai nilai hidup untuk diaktualisasikan.
Belajar untuk kerendahan hati dari narasi dan potensi lokal