FILOSOFI TEMBANG GUNDUL – GUNDUL PACUL - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 31 Jul 2022

FILOSOFI TEMBANG GUNDUL – GUNDUL PACUL

Artikel

Cerita Guru

Dra. Sri Suprapti

Kunjungi Profile
21640x
Bagikan

Artikel

FILOSOFI TEMBANG GUNDUL – GUNDUL PACUL

Oleh : Sri Suprapti, Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta

Lagu daerah berjudul "Gundul-Gundul Pacul" adalah salah satu lagu yang berasal dari Jawa Tengah. Lagu ini diciptakan sekitar tahun 1400an oleh Sunan Kalijaga pada masa agama Islam mulai memasuki Indonesia. Banyak dikatakan lagu ini ditulis oleh RC Hardjosubroto, namun ada pula yang meyakini tembang dolanan tersebut diciptakan Raden Said atau Sunan Kalijaga. Melansir laman BKD D.I. Yogyakarta, Lagu Gundul-Gundul Pacul diciptakan oleh Sunan Kalijaga tahun 1400-an dengan filosofi mendalam. Filosofi kata Gundul merujuk kepada kepala yang merupakan kehormatan dan kemuliaan seseorang. Liriknya seperti di bawah ini :

Gundul Gundul Pacul

Gundul-gundul pacul…cul gembelengan

Nyunggi-nyunggi wakul…kul gembelengan

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

Arti dalam Bahasa Indonesia :

Gundul gundul cangkul, sembrono.

Membawa bakul (di atas kepala) dengan sembrono.

Bakul terguling, nasinya tumpah sehalaman.

Bakul terguling, nasinya tumpah sehalaman.

            Bait pertama lagu Gundul-Gundul Pacul mengandung makna seorang pemimpin yang lupa bahwa dia sedang mengemban amanah rakyat. Namun dirinya malah menggunakan kekuasan sebagai kemuliaannya, menggunakan kedudukannya unuk berbangga-bangga di antara manusia dan menganggap kekuasan itu karena kepandaiannya. Di sana ada kata “gembelengan” yang memiliki arti besar kepala, sombong, sembrono, dan tidak serius dalam menggunakan kehormatannya. Gembelengan diartikan sebagai pemimpin yang lupa bahwa dirinya sedang mengemban amanah rakyat.

"Gundul-gundul pacul cul, gembelengan..." ini menjadi lagu yang biasa pelajari saat kanak-kanak. Perlu diketahui bahwa Gundul-gundul pacul adalah sebuah nyanyian atau lagu berbahasa Jawa, ternyata memiliki makna/ arti yang sangat besar. Konon ceritanya, lagu yang terkesan jenaka ini sebenarnya adalah nasihat dan sindiran bagi penguasa. Untuk mengetahui makna dari lagu gundul-gundul pacul, akan Penulis jelaskan seperti di bawah ini.

            Gundul-gundul pacul-cul gembelengan, istilah rambut adalah mahkota ( lambang kehormatan / lambang kemuliaan ). Artinya gundul di sini merupakan orang yang sudah tidak memiliki mahkota lagi. Sedangkan arti dari pada pacul atau cangkul adalah alat / sarana / perkakas pertanian yang sering digunakan oleh masyarakat kecil. Yang melambangkan kawula rendah atau sederhana. 

Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas) yang berarti bahwa, kemuliaan seseorang akan sangat tergantung kepada empat hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, telinga, hidung dan mulutnya. Jika empat hal itu lepas, maka berarti lepaslah kehormatannya.

M. Indra Saputra dalam jurnal berjudul Pemimpin Ideal dalam Perspektif Syair Gundul-Gundul Pacul (2016) menjelaskan pacul juga melambangkan empat indera manusia yang tidak dipergunakan dengan baik yaitu mata, telinga, hidung, dan mulut. Sehingga ia menjadi gembelengan atau congkak, sombong dan tidak hati-hati.

Maka kalimat tersebut bermakna bahwa pemimpin bukanlah seseorang yang memiliki mahkota tetapi orang yang matanya bisa melihat kesusahan rakyat, yang telinga mau mendengar nasihat, yang hidungnya dapat mencium kebaikan serta kesusahan, dan yang mulutnya memiliki tutur kata baik, bijaksana, dan adil. Namun pemimpin yang kehilangan empat unsur tersebut akan berubah menjadi orang yang congkak dan sombong. Dia tidak lagi peka terhadap kesusahan rakyat, menjadi buta dan tuli akan keluhan rakyat, tidak lagi adil dan bijaksana, dan hanya sombong akan posisinya sendiri.

Nyunggi-nyunggi wakul-kul gembelengan Dalam hal ini Nyunggi-nyunggi wakul-kul artinya membawa bakul di atas kepala. Hal ini bermakna bahwa seorang pemimpin membawa amanah dari rakyat sebagai beban dan tanggung jawabnya sebagai seorang Pemimpin. Namun setelah dia membawa amanah, kenyataannya bukannya bertanggung jawab namun kembali gembelengan (congkak, sombong dan tidak hati-hati) karena merasa dia adalah seorang pemimpin berkedudukan tinggi. Wakul ngglimpang segone dadi sak latar Wakul ngglimpang segone dadi sak latar berarti bakul terguling sehingga nasinya tumpah semuanya sampai  memenuhi halaman.

Hal ini bermakna karena saat memimpin itu sikap pemimpin tersebut gembelengan (tidak hati-hati), amanah rakyat (bakul) menjadi jatuh dan sia-sia / muspra. Sikap congkak, sombong, dan tidak berhati-hati pada seorang pemimpin akan berakhir dengan kegagalan dalam memikul amanah rakyat. Membuat kepemimpinannya gagal dan tidak dapat mensejahterakan rakyat, bahkan tidak menghasilkan apa-apa yang bermanfaat bagi rakyat, semuanya sia-sia.

Seharusnya seorang pemimpin merupakan pribadi yang dapat melihat kesusahan rakyat dan masalah di daerahnya, dapat melindungi rakyat dan daerahnya, yang mau mendengarkan nasihat orang-orang bijak, yang mendahulukan amanah rakyat banyak dibanding dirinya sendiri, dan yang adil serta bijaksana dalam menjalani kepemimpinan. Tidak membeda-bedakan keadaan dan kondisi semua rakyatnya. Tidak memandang itu masih saudara dari pemimpin itu ataupun bukan, namun harus menganggap rakyatnya itu sama.

. Pemimpin bukanlah posisi yang tinggi dan membuat orang menjadi congkak, sebaliknya pemimpin adalah orang yang seharusnya mengutamakan kepentingan bagi khalayak banyak di atas kepalanya sendiri, menjaga amanah dengan sangat hati-hati dan sepenuh hati. Sehingga makna dari lagu gundul-gundul pacul adalah suatu nasihat bagi para pemimpin dalam mengemban amanah yang diberikan oleh rakyat. Seorang pemimpin tidaklah boleh sombong, congkak, bermain-main, dan juga tidak hati-hati dalam mengemban amanah.

Jika menjadi seorang pemimpin itu mempunyai watak gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dan akhirnya tidak akan terdistribusi dengan baik sesuai dengan keinginan/harapan. Oleh karena itu akan menyebabkan kesenjangan ada dimana-mana. Ibarat nasi yang tumpah di tanah tidak akan bisa dimakan lagi karena telah kotor dan sudah tidak layak lagi untuk dimakan. . Sehingga amanahnya akan jatuh dan tidak bisa dipertahankan, akhirnya menjadikan kepemimpinannya sia-sia dan tidak berfaedah sama sekali. Maka akan gagalah tugasnya untuk melakukan tugas dalam mengemban amanah rakyat.

Dengan penjelasan seperti tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan lagu ini merupakan soal komitmen manusia ketika bekerja. Ketika masih anak-anak hal tersebut masih wajar. Namun ketika telah dewasa, bukan lagi saatnya bermain-main. Terutama ketika seseorang telah mengemban suatu tanggung jawab dan amanah. Pesan dari lagu gundul gundul pacul adalah, seseorang yang belum bisa mengendalikan hidup ( mawas diri ), cenderung bertindak sesuka hatinya sendiri tanpa mempertimbangkan resiko dari tindakannya yang mungkin akibatnya bisa merugikan banyak orang.

Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani. Di depan  memberi teladan, di tengah membangun kemauan, di belakang member dorongan dan pengaruh!.

0

26

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Guru: "The Power Of Hikma/Tentang Panggilan Hati (Kisah Nyata)"

Nur Hikma M

May 09, 2022
8 min
Hang karena Prank

Rita Anggun

Nov 30, 2023
8 min
Mengabdi Tanpa Batas Di Pendidikan Kesetaraan

SRI HARYANTI,S.Pd

Aug 11, 2023
4 min
Menggugah Gairah Sekolah Yang Masif dengan Penerapan Merdeka Belajar
Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia di Era Digital
7 min
BERBAGI PRAKTIK BAIK DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MURID DAERAH TERPENCIL

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar