Oleh : Sri Suprapti, Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta
Aku dilahirkan di sebuah desa yang berjuluk Mojo, Kelurahan Nglembu, Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Anak dari Ayah Kartosuhardjo seorang Pensiunan Kakancam Sambi, Boyolali dan Ibu Sumarmi seorang Ibu Rumah Tangga ( IRT ). Keluargaku berjumlah 7 orang dan aku anak nomor 4 ( perempuan paling kecil ),setelah adik perempuanku meninggal dunia di kelas 1 SD.
Ibuku menetap mengikuti ayahku setelah berumahtangga. Itu artinya Ibuku bisa dikatakan sebagai orang baru di keluarga ayahku. Namun waktu kecilku Orang Tuaku baik-baik saja tidak ada masalah sedikitpun. Aku hanya ingat kalau Nenek dari ayahku tinggal sendirian ( anak yang paling kecil belum berkeluarga sampai meninggal dunia, namun rumahnya di Solo karena waktu itu menjadi Dosen Matematika di UNS ). Jadi aku belum pernah tahu wajah Kakekku. Sebelum meninggal Kakek dari ayahku menjadi Lurah Nglembu. Sedangkan Kakek dari Ibuku seorang Carik di Pojok, Nogosari, Simo, Boyolali, Jawa Tengah.
Walaupun dari keturunan keluarga perangkat desa jaman dahulu, namun Orang Tuaku tidak mengikuti jejak Orang Tuanya. Menurut cerita, Ayahku ingin juga menjadi Lurah seperti Orang Tuanya, namun cita-citanya tidak tercapai. Sebetulnya bukannya gagal, hanya beralih menjadi “Lurah” Guru ( mulai sekolah, menjadi Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan terakhir Kakancam ).
Aku sekolah SD sampai SMP masih mengikuti Orang Tuaku. Setelah SMA dan kuliah, kos sendiri. Teringat ketika aku masih kecil, mempuyai adik yang masih kecil-kecil juga. Maklum waktu itu keluarga besar itu sudah biasa, jadi tidak ada perasaan yang menyulitkan bagi keluarga besar. Waktu masih sekolah belum ada listrik masuk desa, jadi belum ada TV. Kalau belajar hanya menggunakan lampu yang berbahan bakar minyak tanah. Kalau membaca kelamaan, langes / asap yang berwarna hitam sering masuk ke hidung.
Waktu masih kecil, beberapa waktu belum menggunakan buku tulis namun menggunakan sabak ( seperti papan tulis tetapi ukurannya kecil ). Berangkat dan pulang sekolah sabak selalu dalam kondisi bersih. Tidak pernah belajar, namun hanya menghafalkan saja. Tentu saja yang masih bisa diingat. Kalau belajarnya bersama-sama kakak dan adik, lampunya agak besar yang memakai “semprong”. Dibandingkan dengan lampu tanpa semprong, terlihat lebih terang. Mengenal lampu yang lebih terang lagi namanya lampu petromak, ini digunakan apabila ada yang mempunyai hajat ( mantu, sepasaran bayi, atau yang lainnya ).
Orang Tuaku tidak pernah meminta bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga misalnya memasak, karena yang nomor satu adalah belajar. Tidak lupa selalu mengingatkan untuk menjalankan sholat dengan taat. Menaati peraturan dan meninggalkan laranganNya. Walaupun anak-anak tidak diwajibkan memasak, namun masih ada kerjaan lain yang harus diikuti oleh anak-anaknya yaitu, mencari rumput untuk Sapi dan Kambing, mengambil air ke sungai dengan membawa tempat air ( bahasa Jawa : jun ). Bahkan sesekali juga bertugas untuk mengirim nasi ke sawah ketika sedang panen ataupun baru tanam padi. Kirim nasi ini untuk orang-orang yang membantu menanam padi ( termasuk perawatannya ) dan ketika sudah panen.
Yang paling berkesan dalam hidupku waktu kecil, adalah ketika tidak diperbolehkan untuk dolan. Sama sekali tidak boleh. Bahkan ketika hanya sekedar melihat banjir di sungai saja, tidak boleh. Walaupun sesekali diperbolehkan, namun Ibuku selalu mengikuti dari belakang. Ketika waktu liburan Sabtu dan Minggu melihat saudara dari Paklik dan Pakdhe dolan, anehnya kami anak-anak tidak pernah protes sama sekali. Tidak ada rasa ingin bergabung kepada mereka. Karena kami sebagai anak hanya bisa berfikir bahwa dolan itu pasti menggunakan uang, sedangkan Orang Tuaku harus menyekolahkan anak-anaknya.
Jadi kalau di rumah, selain bermain-main dengan keluarga di rumah juga sesekali bermain di kebon. Hiburannya hanya mainan di kebon atau bermain dengan segala macam rumput di sekeliling rumah saja. Masih ingat juga waktu ayahku menerima gaji, uangnya receh dan dimasukkan ke kandhi ( tempat beras berbahan kain ). Ibuku yang bertugas menghitung di dalam kamar ( sentong ),dan dikelilingi anak-anaknya. Ketika selesai menghitung, Ibuku yang paling pandai Matematika, langsung menyampaikan kepada anak-anaknya bahwa uang saku diberikan kalau ada pelajaran Olah Raga saja.
Yang penting anak-anaknya bisa sekolah sampai berhasil. Orang Tuaku tidak pernah menyekolahkan anaknya ke Sekolah Pendidikan Guru, namun di sekolahkan ke sekolah umum. Padahal waktu itu ayahku dengan mudahnya mencarikan pekerjaan orang lain menjadi Guru SD / Penjaga Sekolah. Namun justru anak-anak sendiri tidak diikutkan untuk menjadi Guru SD.
Waktu anak-anaknya jauh dari Orang Tua karena kos, kami saling bantu membantu. Misalnya waktu antar jemput sekolah, siapapun yang longgar harus mau melakukannya tanpa mendapatkan ongkos. Namun dengan kebaikan Orang Tua, siapapun yang mau membantu selalu diberi uang tambahan. Prinsip Orang Tuaku, semua kakak dan adik harus rukun. Orang Tua dalam mendidik, tidak pernah membeda-bedakan antara yang satu dengan lainnya, semuanya sama. Bahkan beliau berpesan, dengan saudara jangan pernah saling membenci apabila tidak cocok. Karena suatu saat pasti akan membutuhkan bantuannya.
Ternyata setelah besar, saya baru sadar bahwa dengan didikan Orang Tuaku yang bisa dikatakan keras itu berfaedah di masa depan. Khususnya pekerjaan jangan diperoleh karena Orang Tua. Sekarang saya menjadi Guru, namun ketika diangkat menjadi Guru Ayahku sudah meninggal dunia. Waktu saya diterima menjadi Guru dan kusampaikan kepada Ibuku, beliau meneteskan air mata kebahagiaan. Jujur saja hanya sayalah yang paling lama duduk di bangku sekolah.
Dengan cerita yang sudah saya sampaikan di atas bisa disimpulkan bahwa, walaupun kondisi atau keadaan dalam keluarga tidak seperti yang lainnya, tetaplah berpendirian khusus untuk melangkah dengan pasti dan yakin demi masa depan. Tidak mudah kena pengaruh lingkungan yang kelihatan menyenangkan. Jangan mudah marah, apalagi dengan Orang Tua sendiri. Karena tidak ada Orang Tua yang akan menjerumuskan anak keturunannya. Mustahil terjerumus, apabila kalian tetap berbakti kepada Orang Tua dan Guru!