Setiap Siswa Itu Unik - Guruinovatif.id

Diterbitkan 18 Apr 2022

Setiap Siswa Itu Unik

Menjadi seorang guru itu tidak mudah, Jendral! Ya, untuk menjadi seorang tenaga pendidik memang tidak semudah yang terlihat oleh mata memandang. Kita harus berhadapan langsung dengan siswa-siswa yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Sebagai seorang pendidik, memahami siswanya itu penting? Kenapa? Karena dengan memahami siswa, seorang pendidik itu mampu untuk mengajak mereka menikmati suasana kelas yang menyenangkan. Namun, terkadang hal itu sedikit sulit dilakukan, bila melihat kondisi siswa yang memang sulit untuk ditelusuri ke dalam hatinya.

Cerita Guru

Shafura, S.Pd.

Kunjungi Profile
1346x
Bagikan

Menjadi seorang guru itu tidak mudah, Jendral! Ya, untuk menjadi seorang tenaga pendidik memang tidak semudah yang terlihat oleh mata memandang. Kita harus berhadapan langsung dengan siswa-siswa yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Sebagai seorang pendidik, memahami siswanya itu penting? Kenapa? Karena dengan memahami siswa, seorang pendidik itu mampu untuk mengajak mereka menikmati suasana kelas yang menyenangkan. Namun, terkadang hal itu sedikit sulit dilakukan, bila melihat kondisi siswa yang memang sulit untuk ditelusuri ke dalam hatinya.

Saya adalah seorang guru di sebuah madrasah aliyah swasta sekaligus pesantren di bawah naungan sebuah yayasan, yang terletak di Kajhu, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Saya menjadi guru honorer di sana selama empat tahun, terhitung dari tahun 2018 sampai sekarang. Sebuah sekolah yang hanya mempunyai tiga kelas saja, untuk jenjang kelas sepuluh, sebelas, dan dua belas. Bisa dikatakan madrasah itu sedang berkembang.

Latar belakang siswa yang datang bukan dari kalangan elit maupun berada, melainkan dari keluarga yang sederhana dan bisa dibilang ekonominya rendah. Bahkan, di antara mereka ada yang berasal dari keluarga yang tidak utuh atau broken home. Bagaimana dengan minat belajar mereka? Tentu, sangat rendah sekali. Para siswa terkadang sulit diatur selama proses pembelajaran. Mereka membuat suasana kelas riuh, ada yang mengganggu temannya, dan ada yang sibuk membuat rapat dadakan di pojok kelas. Mereka memang butuh sekali perhatian.

Saya sebagai guru pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris Peminatan untuk semua kelas, hampir mengetahui keseluruhan bagaimana karakter para siswa saya. Mereka sebenarnya tidak ada yang bodoh, karena sejatinya tidak ada manusia yang bodoh di dunia ini. Hanya saja rasa malas dan minat yang kurang begitu mendominasi dalam diri mereka. Terlebih dukungan orang tua di rumah, sepertinya tidak mereka dapatkan.

Pernah suatu hari, saya masuk di kelas sebelas di jam pelajaran saya. Saya sengaja tidak memberikan materi pelajaran hari itu. Saya menuliskan di papan tulis lima negara; Arab Saudi (Mekkah),Turki, Jepang, Korea, dan Amerika, yang ingin mereka kunjungi ketika dewasa atau ketika mereka mampu untuk ke sana dan menyuruh mereka menuliskan alasan kenapa memilih negara tersebut, tetapi tetap saya instruksikan menulisnya dalam Bahasa Inggris. Namun, para siswa meminta untuk menulisnya dalam Bahasa Indonesia saja. Akhirnya, saya pun menyetujuinya.

Satu per satu tulisan di dalam buku mereka saya baca. Beberapa ada yang memilih Jepang karena ingin melihat Gunung Fuji. Sedangkan selebihnya, memilih ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah. Akan tetapi, ada satu tulisan yang membuat saya sedih saat membacanya. Seorang siswa saya itu tidak memilih negara mana pun untuk dikunjunginya, karena dia takut untuk bermimpi. Dia takut untuk bercita-cita, padahal dia adalah peringkat kedua di dalam kelas itu. Di dalam tulisannya juga dia mengatakan takut meninggalkan kedua orang tuanya di rumah, jadi dia hanya ingin tetap bersama mereka selamanya.

Saya berusaha untuk menjelaskan padanya, kalau bermimpi itu tidak masalah. Sehingga dalam diri kita mempunyai keinginan dan motivasi untuk mewujudkan mimpi itu. Orang tua kita juga bangga bila melihat anaknya berhasil. Jadi, mereka tidak sia-sia menyekolahkan kita. Terlihat dia seperti sedang berpikir, mungkin dia berusaha mencerna apa yang saya katakan. Saya pun tidak lagi membahas terlalu dalam perihal dia harus mempunyai cita-cita. Saya khawatir akan membuatnya tertekan. Saya akan memberinya kesempatan untuk berpikir lagi tentang masa depannya. Lagi pula, masa putih abu-abu itu adalah masa pencarian jati diri. Biarkan mereka bebas memilih apa yang menjadi passion-nya. Toh, masih ada satu tahun lagi untuk menemukan minat dan bakat mereka.

Itu lah sedikit kisah saya sebagai seorang guru di Indonesia, tepatnya di Aceh Besar. Saya rasa tidak ada salahnya, bila satu hari saja kita tidak memberikan materi, melainkan berbagi cerita atau kita yang menyuruh siswa bercerita tentang dirinya. Bila malu untuk diungkapkan di depan kelas, tulis saja di kertas. Tulis apa saja yang bisa membuat mereka sedikit demi sedikit mengeluarkan isi hati mereka. Dengan begitu, kita sebagai seorang guru bisa memahami apa yang menjadi kebutuhan mereka.

Oh, ya, hampir lupa saya mengatakan. Siswa yang saya ceritakan di atas, yang takut akan bermimpi adalah pemenang juara tiga dalam festival lomba fotografi tingkat nasional yang diadakan oleh Disaster Resilience Fest 2021 dengan tema ‘kebencanaan’. Wahai Ibu dan Bapak Guru di seluruh Indonesia, setiap siswa itu unik. Salah satu di antara mereka, mungkin ada yang membawa kita ke surga nantinya. Insya Allah.

 

Aceh Besar, 19 April 2022

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Kelas Horor
Setelah Drakor dan Ngopi

Iin Nuraini

Jan 19, 2024
5 min
Hang karena Prank

Rita Anggun

Nov 30, 2023
8 min
Kisah Saya Sebagai Guru Pendidikan Agama Islam Menghadapi Peserta Didik Yang Terkapar Paham Radikal
6 min
Literasi Menyatukan Alumni (upaya menggerakkan literasi sekolah)
3 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar