Syarat yang Harus Dipenuhi dalam Menerapkan Pembelajaran Mendalam - Guruinovatif.id

Diterbitkan 12 Jun 2025

Syarat yang Harus Dipenuhi dalam Menerapkan Pembelajaran Mendalam

Esai ini menjelaskan syarat-syarat utama proses Pembelajaran Mendalam yang efektif dan bermakna. Digali dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Diharapkan pemahaman kita mengenai mengenai Pembelajaran Mendalam tidak hanya sebatas administrasi dan rutinitas semu belaka.

Refleksi

Ahmad Risani, S.Pd., Gr.

Kunjungi Profile
279x
Bagikan

Akhir-akhir ini, istilah “pembelajaran mendalam” mulai jadi primadona baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Konsepnya tampak indah—belajar bukan sekadar mengejar nilai, tetapi mengasah nalar, menguatkan pemahaman, dan membangun hubungan bermakna antara pengetahuan dan kehidupan nyata. Tapi pertanyaannya: sudahkah kita siap?

Dalam hiruk-pikuk kebijakan pendidikan, kita sering lupa bahwa puluhan tahun sebelum istilah ini muncul, Ki Hadjar Dewantara sudah menanamkan benih-benihnya. Bagi beliau, pendidikan sejati adalah upaya menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dalam satu kalimat pendek itu, tersimpan visi besar: belajar harus membebaskan, memberdayakan, dan menghidupkan jiwa.

Lalu, bagaimana pembelajaran mendalam bisa benar-benar sejalan dengan pikiran Ki Hadjar Dewantara? Apa saja syarat yang perlu kita siapkan agar ia bukan cuma slogan?

Pertama, Jadikan Ruang Kelas sebagai Taman, Bukan Pabrik

Ki Hadjar pernah mengatakan, “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri.” Maka sekolah yang ideal adalah seperti taman. Ia adalah tempat yang menyenangkan, penuh warna, dan memungkinkan anak bertumbuh alami. Pembelajaran mendalam tak akan lahir dalam ruang kelas yang terasa seperti pabrik: seragam, menekan, dan menutup kreativitas.

Kita butuh suasana belajar yang fleksibel, hidup, dan mendorong interaksi bermakna. Tidak melulu duduk diam di bangku menghadap papan tulis. Pembelajaran mendalam butuh percakapan, eksplorasi, pengalaman nyata, dan kadang: keluar dari ruang kelas.

Kedua, Guru sebagai Pamong, Bukan Pemegang Remote

Dalam sistem pendidikan konvensional, guru sering jadi “pemegang remote” yang mengendalikan semuanya: topik, waktu, bahkan jawaban yang dianggap benar. Ki Hadjar menolak pendekatan seperti ini. Beliau mengusulkan pendekatan among, yaitu guru bertindak sebagai pembimbing, penuntun, bukan pengendali.

Guru harus mau melepas ego sebagai pusat pengetahuan. Dalam pembelajaran mendalam, guru harus siap belajar bersama murid, membuka ruang untuk pertanyaan yang tak punya satu jawaban, dan mendorong pemikiran reflektif, bukan sekadar menguji hafalan.

Ketiga, Pembelajaran yang Berpijak pada Realitas

Ki Hadjar menekankan pentingnya pendidikan yang berpijak pada kodrat alam dan zaman. Artinya, isi dan cara belajar harus relevan dengan kehidupan nyata murid dan perkembangan zaman mereka. Dalam konteks hari ini, itu berarti melibatkan isu-isu kontekstual: teknologi, sosial media, perubahan iklim, ketimpangan sosial, dan sebagainya.

Kurikulum dan pendekatan belajar harus adaptif. Tidak bisa lagi hanya menyalin ulang silabus dari tahun ke tahun tanpa mempertimbangkan realitas hidup murid hari ini. Pembelajaran mendalam mengharuskan kita bertanya: apa yang benar-benar bermakna dan berkaitan dengan kehidupan anak-anak ini?

Keempat, Tuntun Murid untuk Berpikir Mandiri 

Menurut Ki Hadjar, pendidikan sejati harus menumbuhkan berpikir merdeka—bukan ikut-ikutan. Murid diajak mengembangkan daya pikir, daya rasa, dan daya karsa secara utuh. Inilah jantung dari pembelajaran mendalam: belajar untuk mengerti, bukan hanya untuk mengulang.

Penilaian harus berubah. Selama kita masih hanya mengukur kemampuan memilih jawaban A, B, C, atau D, selama itu pula kita hanya mendorong permukaan, bukan kedalaman. Kita butuh evaluasi yang lebih kualitatif: portofolio, proyek, jurnal refleksi, dialog terbuka. Bukan sekadar angka.

Kelima, Bangun Lingkungan Sosial yang Menghargai Proses, Bukan Sekadar Hasil

Salah satu kendala terbesar pembelajaran mendalam di Indonesia adalah budaya kita sendiri yang masih sangat result-oriented. Nilai rapor lebih penting dari proses berpikir. Ranking masih dianggap ukuran kecerdasan. Padahal, Ki Hadjar berkali-kali menekankan pentingnya proses pendidikan, bukan hanya output-nya.

Kita butuh perubahan cara pandang—dari orang tua, sekolah, media, dan masyarakat. Murid yang suka bertanya harus dianggap cerdas, bukan pembangkang. Murid yang gagal di awal tetapi terus mencoba harus dianggap tangguh, bukan bodoh.

Pembelajaran mendalam bukan hal baru. Ia adalah ruh dari pendidikan yang dibayangkan Ki Hadjar sejak awal: pendidikan yang memerdekakan, yang membangun manusia seutuhnya, bukan sekadar mesin pengisi soal ujian.

Tapi perubahan ini tidak bisa hanya bergantung pada kurikulum. Ia butuh kesadaran kolektif—dari guru, kepala sekolah, orang tua, dan sistem pendidikan itu sendiri—bahwa belajar sejatinya adalah proses menyala: menyalakan nalar, hati, dan jiwa anak-anak kita.

Dan mungkin, dari situ, barulah kita benar-benar bisa berkata: kita belajar, bukan hanya bersekolah.[]

*Ahmad Risani, S.Pd., Gr. adalah Guru Penggerak Angakatan 3 Ogan Ilir, dan Pengajar Praktik Angkatan 10. Ia seorang Penulis dan Pemerhati isu-isu Kependidikan. Kerap menjadi pembicara diskusi kependidikan di berbagai komunitas.


Penyunting: Putra

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Belajar Menjadi Seorang Pembelajar: Kunci Kesuksesan di Era Informasi

AFWAN YAZID

Sep 21, 2023
2 min
Temukan Jati Dirimu Lewat 3 Cara Berikut Ini!
EMPATI
Guru di Zaman Now: Menyulam Literasi Digital melalui Inovasi Pendidikan Cemerlang
ARABIC CAMP SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN YANG INTENSIF DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBAHASA ARAB
Harkitnas 2024: Sejarah, Tema, dan Makna
2 min
Komunitas