Filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD) yaitu “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” yang diartikan di depan memberikan contoh yang baik, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberikan dorongan, mencerminkan kedalaman filosofi KHD yang tidak lekang oleh waktu. Filosofi ini diterjemahkan dalam dunia pendidikan sebagai penuntun segala kekuatan yang ada pada anak sebagai sesuatu kekuatan kodrat, agar nantinya mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat. Memandang pendidikan sebagai tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat, KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya.
Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Pendidikan menciptakan ruang bagi murid untuk bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir). Kekuatan diri (kodrat) yang dimiliki, menuntun murid menjadi cakap mengatur hidupnya dengan tanpa terperintah oleh orang lain. Pendidikan merupakan suatu proses yang tidak diam tetapi harus selalu berubah (dinamis) untuk menyesuaikan dengan kondisi alam (peserta didik) dan kondisi zaman (era). Namun sayangnya, masih saja ada sebagian kalangan yang berpikir bahwa sistem pendidikan merupakan sistem yang besar dan hanya menjadi tanggung jawab oleh para ahli pendidikan dan penentu kebijakan (pemerintah).
Dengan menyepakati proses pendidikan itu selalu berubah (dinamis) guru sebagai ujung tombak dari sebuah proses pendidikan harus menjadi suri teladan untuk terus berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Guru yang selalu mengeluh dengan perubahan yang ada seperti perubahan kurikulum dan teknologi hendaknya keluar dari pemikiran sempitnya dan mulai merubah mindsetnya jika memang mencintai profesi dan ingin mengembangkan peradaban bangsanya. Pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan seperti yang diamanatkan UUD 1945 telah memberikan ruang yang luas untuk para guru untuk mengembangkan profesinya melalui program sertifikasi guru dan pelatihan guru seperti program guru penggerak, guru berbagi, dan sebagainya, serta telah menyediakan platform pelatihan mandiri di portal merdeka mengajar. Lebih lanjut pihak–pihak yang sangat peduli terhadap pendidikan di Indonesia juga tidak henti–hentinya meluncurkan program–program pelatihan seperti in house traning seperti yang dilakukan oleh orbit guru merdeka.
Jika menilik lebih dalam, sekolah atau kelas pun sudah merupakan sebuah sistem pendidikan dalam ruang yang kecil. Kondisi dan permasalahan tiap kelas pasti berbeda-beda, tiap sekolah juga berbeda-beda, apalagi tiap daerah yang memiliki dasar budaya yang jelas berbeda seperti yang ada di Indonesia. Sistem pendidikan di ruang kelas akan terlaksana secara efektif apabila kita memperhatikan asas Trikon yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara. Asas Trikon ini menjadi prinsip perubahan yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan transformasi pendidikan. Asas Trikon sendiri terdiri dari tiga asas utama yaitu kontinuitas, konvergensi dan konsentris.
Asas Kontinuitas
Asas kontinuitas yaitu pengembangan pendidikan yang harus dilaksanakan secara terus–menerus dan berkesinambungan. Sebuah perencanaan pembelajaran harus dirancang dengan baik agar bisa mengakomodir kebutuhan siswa. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama, hal ini dikenal dengan istilah pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang pintar. Karekteristik pembelajaran berdiferensiasi antara lain; lingkungan belajar mengundang murid untuk belajar, kurikulum memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas, terdapat penilaian berkelanjutan, guru menanggapi atau merespons kebutuhan belajar murid, dan manajemen kelas efektif. Perencanaan pembelajaran kemudian akan dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran dan diakhiri dengan evaluasi dan perbaikan yang tepat.
Asas Konvergensi
Asas konvergensi yaitu pengembangan pendidikan yang dilakukan bisa mengambil dari berbagai sumber dan disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi yang kita miliki sendiri. Seperti pada dewasa ini, era digital yang telah memudahkan para guru untuk dapat mempelajari berbagai informasi pendidikan dari mana saja dan kapan saja. Hal ini melahirkan banyak portal pembelajaran yang dapat diakses dengan sangat mudah oleh siswa maupun guru. Peran guru dalam hal ini adalah sebagai motivator karena kebanyakan guru tidak lahir di jaman teknologi seperti dewasa ini. Sadarilah bahwa anak–anak adalah tuan rumah di dunia digital ini, maka dari itu sebagai seorang guru harus mampu menjadi tamu yang baik, bahkan teman mengobrol yang asyik bagi anak–anak agar bisa mengantarkan mereka ke gerbang masa depan yang cerah dan beretika.
Asas Konsentris
Asas ini diartikan sebagai pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri. Tujuan utama pendidikan adalah menuntun tumbuh kembang anak secara maksimal sesuai dengan karakter kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu, meskipun Ki Hadjar Dewantara menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain, tetap saja semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai pusatnya. Karenanya, tujuan utama pendidikan diarahkan kepada bagaimana menuntun tumbuh kembang anak setinggi-tingginya sesuai dengan karakter budayanya sendiri. Kita boleh mempelajari atau menggunakan teori atau dasar pendidikan dari bangsa lain, namun harus kita sesuaikan dengan budaya daerah agar memperoleh kemajuan yang sesuai dengan harapan.
Dalam kaitannya dengan kurikulum merdeka belajar, asas “Trikon” sangat relevan. Kurikulum merdeka berfokus pada materi yang esensial dan fleksibel sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhan dari masing-masing karakteristik siswa. Hal ini sejalan dengan asas “Trikon” oleh KHD. Merdeka Belajar pun memberikan otoritas dan fleksibilitas pengelolaan Pendidikan di level sekolah. Sebagai contoh guru diberikan kebebasan untuk merancang proses pembelajaran sesuai kebutuhan, dimana kegiatan pembelajaran tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekolah masing – masing dan tentunya harus mencakup seluruh capaian kompetensi (CP).Hal ini terkait erat dengan asas konsentris dalam asas “Trikon” yaitu pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri dalam hal ini guru dan siswa.
Pada hakikatnya, penerapan asas “Trikon” yang telah diuraikan sebelumnya merupakan upaya nyata semua elemen pendidikan dalam menerapkan kurikulum merdeka belajar. Sudah seharusnya pengembangan pendidikan diarahkan pada pengembangan yang bersifat terus menerus dan berkesinambungan, sesuai dengan kebutuhan dan potensi diri, serta berdasarkan kepribadian diri sendiri, yang berjalan selaras dengan penerapan kurikulum merdeka belajar. Dibutuhkan upaya seluruh stakeholder pendidikan baik itu guru, siswa, orang tua, pemerintah, dan stakeholder terkait lainnya dalam menerapkan asas ini sehingga tujuan utama pendidikan yaitu menuntun tumbuh kembang anak yang optimal agar nantinya mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat dapat dicapai secara optimal.
#Guruinovatif, #LombaArtikelS3, #ArtikelGI. #LombaGI
Penyunting: Luqmanul Hakim