Mengintegrasikan Konsep Pemikiran Paulo Freire dengan Nilai-Nilai Profil Pancasila - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 21 Okt 2024

Mengintegrasikan Konsep Pemikiran Paulo Freire dengan Nilai-Nilai Profil Pancasila

Mengintegrasikan pemikiran Paulo Freire dengan nilai Profil Pancasila berpotensi menciptakan sistem pendidikan yang lebih memberdayakan. Melalui pendekatan dialogis dan kontekstual, pendidikan tidak hanya mencetak individu cerdas, tetapi juga berkontribusi pada keadilan sosial dan kesadaran kritis.

Dunia Pendidikan

Muhammad Habib Ash Shiddiqi

Kunjungi Profile
17x
Bagikan

Pendidikan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan masa depan bangsa. Di Indonesia, konsep Profil Pelajar Pancasila bertujuan untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia, mandiri, kreatif, kritis, dan mampu bekerja sama serta menghargai kebinekaan. Nilai-nilai ini memiliki kemiripan yang mendalam dengan konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan revolusioner asal Brasil. Mengintegrasikan pemikiran Freire dengan nilai-nilai Profil Pancasila dapat memberikan arah baru bagi sistem pendidikan Indonesia yang lebih memberdayakan dan relevan secara sosial.

Paulo Freire, lahir pada 19 September 1921 di Timur Laut Brasil, tumbuh dalam lingkungan kemiskinan yang mendalam akibat krisis ekonomi dunia. Pengalaman pribadinya menghadapi kelaparan dan kemiskinan di usia muda membentuk pandangan hidupnya tentang hubungan erat antara kondisi sosial-ekonomi dan akses terhadap pendidikan. Dalam bukunya Reading Paulo Freire, Moacir Gadotti mengutip Freire yang mengatakan, “Saya tidak mengerti apa pun karena kelaparan saya. Saya tidak bodoh. Itu bukan karena kurangnya minat. Kondisi sosial saya tidak memungkinkan saya untuk mengenyam pendidikan. Pengalaman menunjukkan kepada saya sekali lagi hubungan antara kelas sosial dan pengetahuan.” Dari latar belakang ini, Freire memperoleh pemahaman mendalam tentang ketidakadilan sosial yang menghambat akses pendidikan bagi masyarakat miskin. Pengalaman ini menginspirasi pemikirannya tentang pendidikan pembebasan, yang berfokus pada memberdayakan peserta didik melalui kesadaran kritis terhadap realitas sosial yang mereka hadapi.

Freire menekankan kesadaran kritis (conscientization) dalam proses pendidikan, di mana guru dan siswa berdialog sebagai mitra yang setara. Bagi Freire, pendidikan bukanlah sekadar mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, seperti dalam model “pendidikan gaya bank” yang ia kritik. Dalam model ini, siswa diperlakukan sebagai wadah kosong yang hanya menerima pengetahuan tanpa kesempatan untuk berpikir kritis. Freire berargumen bahwa model seperti ini melanggengkan penindasan sosial dan menghambat kemampuan siswa untuk mengembangkan pemahaman mandiri. Sebaliknya, pendidikan harus menjadi proses yang dialogis dan kolaboratif, di mana siswa diberi ruang untuk berefleksi dan mengambil peran aktif dalam pembelajaran mereka.

Konsep ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya pada sila keempat, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan," yang mengedepankan musyawarah dan partisipasi aktif. Pendidikan dialogis yang ditawarkan Freire, di mana guru dan siswa belajar bersama sebagai subjek yang setara, mendukung nilai demokrasi dan gotong royong yang merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia.

Selain itu, Freire juga berbicara tentang pentingnya kontekstualisasi pendidikan dengan realitas sosial peserta didik. Ini berarti pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa, sehingga mereka dapat lebih memahami dan berhubungan dengan materi yang diajarkan. Pendekatan ini sangat relevan dengan upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila, sebagai dasar negara, harus diaktualisasikan dalam setiap aspek pendidikan, bukan hanya sebagai materi hafalan, melainkan sebagai nilai hidup yang diterapkan dalam tindakan sehari-hari.

Freire juga menekankan pendidikan sebagai alat untuk mencapai keadilan sosial, yang sejalan dengan sila kelima Pancasila, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Pendidikan yang memberdayakan menurut Freire bukan hanya menciptakan individu yang mampu mengatasi tantangan pribadi, tetapi juga mereka yang berkontribusi bagi kesejahteraan sosial. Pendidikan yang berfokus pada keadilan sosial ini akan membentuk siswa yang sadar akan tantangan-tantangan di sekitar mereka dan mampu bekerja sama dalam semangat gotong royong untuk menciptakan perubahan positif di masyarakat.

Namun, mengintegrasikan pemikiran Freire ke dalam sistem pendidikan Indonesia tentu bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah perlunya transformasi dalam pola pikir guru dan sistem pendidikan yang selama ini cenderung hierarkis dan otoriter. Untuk menerapkan pendekatan dialogis Freire secara efektif, guru harus dilatih untuk memfasilitasi pembelajaran yang lebih partisipatif dan reflektif. Selain itu, diperlukan adaptasi pendekatan Freire dengan konteks budaya dan sosial Indonesia yang sangat beragam.

Potensi dari integrasi ini sangat menjanjikan. Dengan menggabungkan konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire dan nilai-nilai Pancasila, kita dapat menciptakan model pendidikan yang tidak hanya berfokus pada penguasaan pengetahuan tetapi juga pada pengembangan kesadaran sosial yang kuat, kemandirian, dan pemberdayaan kritis. Generasi yang dibentuk melalui sistem pendidikan ini akan lebih mampu menghadapi tantangan global, sambil tetap berpegang pada nilai-nilai kebangsaan yang menjunjung tinggi kebhinekaan dan keadilan sosial.

Sebagaimana Paulo Freire pernah mengatakan, “Pendidikan tidak mengubah dunia, pendidikan mengubah orang. Oranglah yang mengubah dunia.” Kutipan ini menyoroti pentingnya pendidikan dalam transformasi individu dan masyarakat. Freire mengungkapkan bahwa pendidikan tidak hanya berfungsi untuk menciptakan dunia yang lebih baik, tetapi juga berperan sebagai pendorong untuk pertumbuhan dan pemberdayaan individu. Ia meyakini bahwa melalui pendidikan, orang-orang mendapatkan pengetahuan, keterampilan berpikir kritis, dan kesadaran untuk menantang sistem penindasan serta beraksi. Dengan mengubah cara pandang individu, pendidikan dapat memfasilitasi perubahan transformatif yang lebih luas, yang pada akhirnya membentuk dan memengaruhi dunia menuju keadilan dan kesetaraan. Mengintegrasikan pemikiran Freire dengan nilai-nilai Profil Pancasila memberi harapan bahwa pendidikan dapat menjadi sarana pemberdayaan bagi generasi mendatang yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berani memperjuangkan keadilan sosial dan kebinekaan. Kutipan Freire mengingatkan kita akan potensi besar pendidikan dalam membentuk individu yang kuat, yang pada gilirannya dapat menciptakan dampak positif dan berkelanjutan pada lingkungan sekitar mereka. Bersama, kita dapat mewujudkan Indonesia yang lebih inklusif, adil, dan penuh kesadaran sosial.


Penyunting: Putra

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Hari Aksara Internasional 2023: Meningkatkan Kesadaran Literasi untuk Generasi Muda
2 min
GURU ALAY

NAIMULLOH

May 22, 2023
3 min
Lingkungan Sekolah Peran Penting untuk Daya Dukung Belajar Siswa
1 min
Literasi Digital: Teknologi di bidang pendidikan menuju Indonesia Emas 2045
1 min
Membangun Kebiasaan Senyum, Salam, dan Sapa: Menyemai Kesan Positif di Lingkungan Sekolah

SYAFRIZAL

Jan 22, 2024
2 min
Lost and Found Box Inovasi dalam Kurikulum Merdeka

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar