Awal mula keputusanku untuk menganyam pendidikan sebagai seorang guru penuh dengan lika-liku. Sewaktu masih SMA, aku sangat benci profesi guru karena menjadi guru terlalu merepotkan, belum lagi apabila ada siswa yang ngeyel di kelas. Membayangkan hal tersebut saja cukup merepotkan apalagi menjalankannya. Mungkin ini awal yang menjadikan aku mencintai profesi sebagai seorang guru. Jika pepatah ada yang mengatakan “ jangan terlalu benci nanti jadi cinta “ itu benar adanya, dan sama persis dengan pengalaman pekerjaanku.
Saat akan masuk perguruan tinggi aku sudah diarahkan untuk memilih perguruan tinggi yang berlatar belakang keguruan. Namun secara pribadi, aku sangat menolaknya, karena tidak sesuai dengan rencana awalku untuk menjadi seorang analis di laboratorium. Dan kenyataan membenarkan keinginan orang tuaku yaitu saat pengumuman SNMPTN aku tidak lolos di perguruan tinggi pilihanku. Keadaan itu membuatku cukup kecewa, padahal jika di lihat ulang teman-temanku yang kategori nilainya ada dibawah rangking-ku saat itu sangat mudah untuk masuk di perguruan tinggi dengan jurusan keguruan. Pada akhirnya aku harus mengikuti SBMPTN dan ujian tulis untuk masuk perguruan tinggi. Dan hasilnya aku tetap dinyatakan tidak lolos.
Pengalaman ujian yang aku jalani menjadi titik balik bagi diriku sendiri hingga aku mulai menyadari mungkin yang aku jalani harus melalui ridlo orang tua. Akhirnya aku mengambil jurusan pendidikan biologi. Atas izin orang tua, aku diperbolehkan untuk belajar di salah satu universitas swasta di Yogyakarta ditahun 2016 hingga dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude tahun 2020. Setelah aku lulus, aku menunggu lowongan pekerjaan guru yang sesuai dengan latar belakang pendidikan-ku dan dari sinilah perjalanan hidupku sebagai guru dimulai.
Semua berawal dari ketidakpedulianku pada anak kecil. Saat itu aku belum mengajar di lembaga sekolah, dan masih mengajar secara privat. Peserta dari bimbingan belajar itu anak-anak kecil usia 1-5 SD. Ketika aku mengajar, aku hanyut dalam antusias mereka. Sesuatu hal yang aku ingat, ketika aku sedang menerangkan di depan mereka sangat memperhatikan dan antusias untuk bertanya sesuatu hal berdasarkan pengalaman mereka masing-masing. Rasa antusias mereka ditunjukkan dari wajah-wajah mereka yang mengekspresikan keingintahuan pada materi yang aku berikan.
Setiap pertemuan pada anak-anak selalu memberikan kesan yang positif. Aku selalu belajar hal baru mengenai mereka, termasuk proses bermainnya mereka. Bahkan sebelum aku masuk di lembaga sekolah formal seperti sekarang, mereka adalah jembatan rasa kepedulian aku dan kecintaan aku terhadap profesi guru. Meskipun guru memiliki tugas pokok untuk memberikan fasilitas dan mengarahkan proses belajar di kelas, akan tetapi tugas guru juga mendidik pada siswa supaya mempunyai karakter tanggungjawab, mandiri, tanggap dan bisa memanusiakan manusia.