Komunitas Profesional: Sebuah ruang aman bagi guru untuk saling menguatkan - Guruinovatif.id

Diterbitkan 12 Des 2023

Komunitas Profesional: Sebuah ruang aman bagi guru untuk saling menguatkan

Menjadi guru berarti harus siap menerima berbagai konsekuensi dari berbagai macam risiko kerja seperti masalah work-life balance, perencanaan yang memusingkan, hingga soal perilaku murid. di tengah problem yang menguras emosi dan menaikan tingkat stres, guru perlu uluran tangan dan dukungan moral.

Seputar Guru

GUSTI DARMA

Kunjungi Profile
652x
Bagikan

“Apakah guru bergembira ketika mengajar?” pertanyaan yang terkesan sederhana ini ternyata jarang sekali dihiraukan, apalagi dipertanyakan secara gamblang. Pendidikan banyak berfokus kepada murid dan memang itu adalah prioritas utama, namun tidak sepatutnya kesejahteraan emosional guru diabaikan.  Dr. Richard Feynman, seorang fisikawan yang mahsyur, pernah berkata dalam salah satu kuliahnya bahwa “Siswa tidak membutuhkan guru yang sempurna. Siswa membutuhkan guru yang bergembira sehingga mampu membuat mereka bersemangat untuk datang ke sekolah dan menumbuhkan kecintaan dalam belajar”. Pendapat beliau mengilustrasikan betapa signifikannya bagi seorang guru untuk mampu bergembira dan menularkan kegembiarannya kepada setiap muridnya untuk menjadi individu yang memiliki kesadaran belajar mandiri dan merdeka. Kondisi mental para guru pendidik yang prima berpengaruh langsung pada performa mereka dalam bekerja dan menyediakan pendidikan yang lebih bermakna.

Ide-ide mengenai bagaimana menjaga kondisi mental guru agar tetap sehat semestinya menjadi perhatian utama dunia pendidikan sebab telah banyak pandangan bahwa guru dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang paling menguras mental. Tentu saja kita tetap menyadari bahwa setiap pekerjaan memiliki resiko kelelahan mental yang tidak hanya dialami oleh guru saja. Namun, kita juga tidak sepatutnya mengingkari bahwa banyak guru yang terdampak secara mental disebabkan oleh pekerjaannya. Penelitian tentang kesehatan mental guru sebagian besar berfokus pada masalah stres dan burn out.  Tekanan yang bersifat organisasi seperti beban kerja administrasi, masalah manajemen kelas, dan kurangnya pengawas dan dukungan tim telah dipelajari secara ekstensif. Namun hingga saat ini, hubungan interpersonal antara guru dan siswa masih saja diabaikan sebagai faktor penting bagi kesejahteraan guru. Padahal Profesi mengajar menduduki peringkat tertinggi dalam hal hasil terkait stres dari database 26 pekerjaan, dan keterlibatan emosional guru dengan siswanya dianggap sebagai penjelasan utama atas temuan tersebut. 

Selain tugas utama sebagai pendidik, guru kerap kali harus memainkan peran ganda. Guru selalunya bertindak sebagai mentor, pengasuh, mediator diantara murid yang berkonflik, dan pendengar yang baik atas keluh kesah wali murid. Kesabaran adalah modal utama seorang guru dalam menghadapi lika-liku tantangan pendidikan termasuk dalam meregulasi perilaku murid. Akan tetapi pengelolaan perilaku disruptif yang terus-menerus di kelas akan meningkatkan tingkat stres dan frustrasi bagi para pendidik. Tantangan ini tidak hanya berdampak pada kemampuan guru dalam menjaga lingkungan belajar yang positif dan fokus, namun juga berdampak buruk pada kondisi emosi mereka. Kebutuhan yang terus-menerus untuk mengatasi masalah perilaku menghabiskan waktu dan energi yang berharga, mengalihkan perhatian dari pengajaran yang efektif dan tugas-tugas penting lainnya. Selain itu, ketegangan yang disebabkan oleh perilaku siswa dapat berdampak negatif pada eratnya hubungan guru-siswa. Yang ditakutkan adalah pembelajaran menjadi kurang bermakna karena situasi yang tidak membuat nyaman.

Tantangan menjadi guru modern nampaknya tidak hanya berhenti sampai di situ. Dewasa ini kita dijejali dengan pelbagai berita kekerasan dalam ruang lingkup pendidikan. Yang paling memprihatinkan adalah kekerasan yang dilakukan oleh murid atau wali murid dimana guru yang menjadi korbannya. Polanya sama, murid tidak terima didisiplinkan atas perilaku buruknya. Seorang siswa di Demak Jawa Tengah menganiaya gurunya karena dilarang ikut ujian tengah semester. Kekerasan terhadap guru juga terjadi di SMA di Bengkulu. Guru dikatapel oleh wali murid karena tidak terima anaknya ditegur setelah kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Ketika seorang guru menjadi korban kekerasan di sekolah, hal ini dapat menimbulkan dampak yang mendalam dan bertahan lama terhadap kesehatan mental mereka. 

Kejadian tindak kekerasan di lingkungan sekolah, baik fisik, verbal, atau emosional, menciptakan ketakutan dan ketidakamanan yang menular. Berita tentang kekerasan di sekolah memiliki dampak yang tidak bisa diremehkan bahkan pada guru yang tidak terlibat langsung atau menjadi korban. Guru mungkin mengalami ketakutan dan kecemasan yang meningkat terhadap keamanan ruang kelas dan lingkungan sekolah secara keseluruhan. Peningkatan kewaspadaan ini dapat menyebabkan perubahan dalam aktivitas sehari-hari dan pendekatan pengajaran untuk meningkatkan keselamatan siswa. Tekanan emosional yang dipicu oleh berita tersebut dapat menimbulkan kesedihan, kemarahan, dan empati di kalangan guru.

Lantas di tengah tantangan yang terus muncul, siapa yang bertanggung jawab atas kesehatan mental guru? Guru sendirilah yang memikul tanggung jawab untuk mengenali tanda-tanda stres dan kelelahan. Namun tidak lah fair bila tanggng jawab hanya dibebankan pada tingkatan individu. Tanggung jawab terhadap kesehatan mental guru harus menjadi komitmen bersama di antara berbagai pemangku kepentingan dalam sistem pendidikan. Rasa aman di lingkungan pendidik menjadi bagian yang tak boleh diabaikan dalam upaya menjaga kesehatan mental guru yang lepas dari kekhawatiran. Upaya kolektif yang mencakup kesadaran individu, dukungan sekolah, kebijakan sistemik, dan keterlibatan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang memprioritaskan dan mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan pendidik.

Salah satu upaya dari pemerintah untuk melindungi guru melalui pendekatan hukum ialah dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Perlindungan Anak dalam Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP) sebagai kerangka hukum bagi seluruh anggota komunitas sekolah atau satuan pendidikan. Peraturan ini merupakan wujud nyata komitmen setiap orang untuk mengatasi dan mencegah kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi. Selain itu, peraturan ini juga bertujuan untuk membantu satuan pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan, baik kekerasan online, kekerasan psikis, dan bentuk lainnya, dari sudut pandang korban. Besar harapan jika Kemendikbud bukan hanya berhenti membuat Permendikbudristek tentang PPKSP, namun diikuti dengan upaya untuk mensosialisasikannya kepada seluruh pemangku kepentingan pendidikan mulai dari dinas pendidikan, pengawas sekolah, organisasi profesi guru, orang tua, dan siswa secara bertahap dengan  iringan penanaman paradigma disiplin positif dan pelatihan keterampilan teknis bagi guru dan kepala sekolah untuk mencegah dan menangani kekerasan di sekolah. Implementasi hukum yang berjalan sebagaimana mestinya akan menciptakan perasaan aman dan nyaman kepada warga sekolah khususnya guru karena tahu bahwa ada payung hukum yang melindungi berjalannya kegiatan pendidikan.

Di sisi lain, para guru begitu dibingungkan oleh kesibukan perencanaan dan persiapan belajar sehari-hari sehingga mereka sering lupa untuk fokus pada kesehatan mental diri sendiri. Sangat sulit bagi guru untuk dapat berdiri sendiri menghadapi runtutan tatangan kerja yang menguras emosi. Oleh karena itu guru perlu atau bahkan wajib memiliki sebuah wadah yang dapat menjadi support system yang saling menguatkan satu sama lain. Terkadang sekedar tegur sapa, saling bertanya kepada sesama guru tentang bagaimana hari mereka saja akan membuka pintu untuk percakapan yang hangat dan penuh kasih, saling bersandar membicarakan segala hal yang membuat hati menjadi lebih lapang. 

Upaya-upaya inilah yang berusaha dibangun dan diusung oleh komunitas guru regional yang berada di kabupaten Banyumas, Jawa Tengah yang dimotori oleh salah satu guru penggeraknya yaitu Demas Adi Wicaksono. Guru Demas berpendapat bahwa segala problematika yang terjadi di dunia pendidikan tidak akan selesai jika kita hanya membicarakan tentang pihak mana yang mesti disalahkan. Di level akar rumput semua harus duduk bersama untuk mencari solusi mana yang paling sesuai konteks salah satunya jawaban atas masalah kesehatan mental guru. Komunitas guru mempunyai peran penting dalam menumbuhkan budaya saling mendukung dalam profesi guru melalui pembentukan jaringan yang kuat karena yang memahami perihnya menjadi guru tentu saja adalah guru yang lain. Rasa saling memahami berkembang menjadi sikap tenggang rasa yang menumbuhkan rasa persahabatan. Beragam sesi diskusi diadakan memfasilitasi kelompok per-support menciptakan sebuah platform bagi guru untuk berbagi pengalaman dan mendiskusikan tantangan dalam sebuah ekosistem yang penuh empati. Komunitas Pembelajaran Profesional di sekolah memberikan ruang terstruktur untuk pembelajaran kolaboratif dan berbagi praktik terbaik. 

Selain itu, penyelenggaraan lokakarya, acara, dan forum online memungkinkan para pendidik untuk terhubung, berbagi ide, dan mencari nasihat. Karena pada dasarnya semua gur sama-sama menghadapi masalah yang berkaitan dengan pengelolaan kelas, motivasi siswa, masalah perilaku, dan perencanaan silabus (antara lain). Menanyakan kepada rekan bagaimana mereka menangani masalah yang muncul adalah cara yang bagus untuk menemukan jawaban cepat atas pertanyaan sulit. Komunitas memberikan ruang-ruang afirmasi positif dimana tiap anggotanya saling memberikan apresiasi atas karya-karya yang guru lain ciptakan atau prestasi yang telah dicapai. Hal ini tentu saja berkontribusi positif terhadap kegembiaraan guru dalam membina komunitas pengajar yang tangguh dan terhubung. 

Salah satu kegiatan yang paling dinanti dalam komunitas guru di Banyumas adalah Teacher’s Traveler, suatu kegiatan traveling yang dipadukan dengan forum refleksi dan diskusi. Menjelajahi alam yang asri bersama dengan rekan-rekan guru lainnya menawarkan hiburan yang mendinginkan pikiran, sebuah eskapsime yang padu untuk sejenak rehat dari rutinitas sekolah yang terkadang repetitif disambung dengan obrolan-obrolan ringan nan hangat sambil menyantap sajian lokal. Konsep Traveling bersama menawarkan pengalaman yang menyenangkan dan memperkaya wawasan yang yang memupuk kebersaman, persahabatan, dan perspektif yang beragam. Ikatan yang terbentuk selama kegiatan kelompok dapat menjadi modal utama untuk meningkatkan rasa saling menguatkan yang mengarah ke hubungan yang lebih personal. Pentingnya relaksasi tidak boleh diremehkan Komunitas pengajar dapat menyediakan tempat bagi pendidik untuk berekreasi bersama atau sekedar melakukan sesi ngopi bersama. Hal ini tidak hanya membangun hubungan baik dan persahabatan, tetapi juga membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan. Suasana seperti inilah yang sebenarnya lebih memberikan stimulasi positif terhadap kondisi mental guru.

Di samping jejaring dengan sesama pendidik, komunitas juga menyediakan kesempatan untuk terhubung dengan profesional lain melalui event-event kolaboratif yang menyegarkan dan dilaksanakan secara berkala yang masih tetap berjalan di tengah koridor pendidikan yang berbasis peminatan seperti forum literasi, kesenian dan budaya, creative hub, atau bahkan jejaring kewirausahaan yang mungkin bisa menjadi solusi atas masalah finansial yang kerap kali guru juga harus hadapi. Kaitannya upaya pencegahan kekerasan di ruang lingkup sekolah dengan pendekatan legal, komunitas juga mampu menyediakan audiensi lewat sesi materi dengan menghadirkan profesional di bidang hukum untuk membekali guru pengetahuan -aturan perundang-udangan pendidikan yang bisa dimanfaatkan sebagai payung untuk mengatasi benih-benih kekerasan dan langkah hukum apa yang perlu tempuh. Jejaring lintas minat dan profesi yang dijalin atas dasar solidaritas memberikan sense of belonging dan mentalitas kolaboratif yang syarat akan kebersamaan supaya para guru merasa bahwa dibelakang mereka ada dukungan yang membuat hati lega.

Menciptakan budaya di mana para guru merasa mereka didukung oleh satu sama lain dan dapat memberdayakan semua orang membuat guru merasa bahwa mereka adalah individu yang berharga dan merdeka untuk berbagi ide. Komunitas guru bertransformasi bukan hanya sebagai ekosistem yang memfasilitasi guru dalam perkembangan profesionalnya namun juga menjadi rumah bagi guru dimana dia dihargai sebagai individu, dihargai keluh kesahnya, dan dihibur hatinya. Pada akhirnya, sistem pendukung seperti itu dapat membantu guru melewati masa-masa sulit dalam menjaga kesehatan mental dalam upaya untuk menyediakan pendidikan yang bermakna. 


Penyunting: Putra

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Self Love: Bagaimana Guru Muda Mencintai Diri Sendiri?

Devi Seftiana

Dec 12, 2023
3 min
Kesehatan Mental Guru sebagai Penentu Kualitas Pendidikan di Sekolah
7 min
"Kolaborasi" Wujudkan Mental Sehat Guru
Pentingnya Menguasai Kemampuan Literasi Digital Bagi Guru
Perilaku Guru yang Dapat Menghambat Kemajuan Lembaga! Apa Saja?
1 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar