Guruku Sayang, Guruku ( Tak ) Malang
Oleh : Mirna Machdalena, S.Pd
Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
Selamat Hari Guru kepada semua pendidik di Indonesia, sang manusia pilihan, yang memutuskan tidak akan pernah meninggalkan bangku sekolah, sejak pertama kali kaki kecil kami melangkah, memasuki pahit manisnya dunia pendidikan. Dengan bangga, panggilan itu melekat pada kami. Bapak atau Ibu guru, yang dianggap paling tahu, paling mengerti segala situasi, paling mampu di segala ilmu. Itulah kami, dengan senyum paling ramah, tangan lebar terbuka menyambut setia para penuntut ilmu, yang memiliki sejuta mimpi bermasa depan cerah.
Guru saat ini sudah seperti menjadi manusia setengah dewa, harus apapun bisa, menguasai berbagai materi, punya keahlian yang mumpuni. Dari content creator sampai writervator harus bisa dilakoni. Dengan semangatnya yang membara, masih mampu menghadirkan tawa di tengah kegelisahannya akan segala masalah yang mendera. Baik tentang Kurikulum Merdeka yang sedang garang garangnya, atau tentang kebutuhan hidup yang semakin mengelus dada.
Menghadapi calon pemimpin bangsa di era industri 4.0 memberikan tantangan tersendiri bagi para guru. Pembelajaran berdiferensi ramai diterapkan , dengan harapan murid murid aman nyaman belajar sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki. Pertanyaannya adalah sudahkah guru menyamankan hati, pikiran, cipta, rasa dan karsa sebelum mereka menjadi penyambung asa para siswa ? sudahkah kita melatih jiwa Ing Ngarso Sung Tulodo, agar terwujud Ing Madyo Mangun Karso dan terpatri Tut Wuri Handayani ? Semoga semudah itu, kawan.
Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan manusianya. Tetapi tentu saja, usaha dan totalitas diperlukan. Para guru harus membiasakan ” Pepes Pedas ” dalam kegiatan sehari hari. ” Pepes Pedas ” disini adalah persiapan, pemikiran positif, Pengendalian diri, doa, dan senyum. Poin persiapan memegang peranan penting dalam mengajar, tanpa persiapan dalam bentuk RPP atau modul ajar, KBM tidak akan berjalan dengan terarah. Selanjutnya pemikiran postif, diperlukan untuk menjaga mental agar tetap sehat dan mampu menyebarkan energi baik kepada peserta didik. Betapapun lelahnya atau sesedih apapun kita, pengendalian diri harus ada, dan tahu batasan – batasannya, karena kita berhadapan dengan manusia, bukan mesin. Doa yang paling utama, yakinlah bahwa Tuhan akan selalu mendengar setiap doa, Tuhan akan memberikan jalan untuk semua masalah, karena Tuhan tidak pernah tertidur. Yang terakhir adalah senyum, apapun yang terjadi, hadapi dengan senyuman. Senyummu adalah sedekah untuk saudaramu.
Manusia pilihan itu adalah kita. Tempat bergantungnya ribuan harapan para siswa. Mental dan raga haruslah prima, karena kita terlahir untuk menjadi siap sedia. Tapi jika lelah, beristirahatlah. Jika bosan, berliburlah. Jika terlalu sesak di dada, menangislah. Jangan memaksakan diri untuk baik baik saja, karena kita masih manusia. Kita ada karena doa yang dilangitkan calon pemimpin bangsa, mereka hadiah yang Tuhan hadirkan karena para guru adalah istimewa. Percayalah dengan kekuatan doa dan usaha, mental kita akan siap menghadapi derasnya serbuan gadget, hempasan budaya asing, dan lajunya pengrusakan moral yang tak kenal usia. Berdoa dan berusahalah sepenuh hati, jiwa dan raga, agar menjadi sosok guruku sayang, guruku ( tak ) malang.
Penyunting: Putra