Filosofi adalah pemikiran yang dilakukan secara mendalam sampai ke akarnya sehingga diperoleh hasil yang fundamental. Sistematis atau berurutan. Sesuai dengan pola menggunakan logika walaupun dapat sebagai asumsi semata.
Aksara Jawa juga dikenal sebagai Hanacaraka, Carakan, Dentawyanjana, Carakan Walik, adalah salah atu aksara tradisional Indonesia yang berkembang di Pulau Jawa. Aksara Jawa ini terutama digunakan untuk pembelajaran Bahasa Jawa menulis huruf Jawa. Namun aksara Jawa dalam perkembangannya juga digunakan untuk menulis beberapa nama jalan, nama kantor, dan sebagainya misalnya untuk bahasa historis seperti sanskerta dan Bahasa kawi.
Menulis aksara Jawa pada hakikatnya sama dengan pengalih hurufan dari abjad latin ke aksara Jawa. Menulis huruf Jawa menuntut adanya pemahaman, ketelitian, dan latihan yang teratur. Hal ini bertujuan supaya dapat menghasilkan tulisan berhuruf Jawa dengan baik dan benar. Tulisan yang baik dalam menulis aksara Jawa dapat dilihat pada ketepatan penulisan aksara Jawa beserta perangkatnya sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku.
Perlu diketahui bahwa menulis aksara Jawa itu tidak ada spasinya, jadi harus hati-hati. Karena apabila tidak berhati-hati akan membuat pembaca menganggap lucu ( menjadi bahan tertawaan ).
Aksara Jawa merupakan turunan dari aksara Brahmi India melalui perantara aksara Kawi dan berkerabat dekat dengan aksara Bali. Aksara Jawa aktif digunakan dalam sastra maupun tulisan sehari-hari masyarakat Jawa sejak pertengahan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-20 sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin.
Aksara Jawa ini sampai sekarang masih diajarkan di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta sebagaian kecil di Jawa Barat sebagai bagian dari muatan lokal, namun dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari. Penulis sendiri kebetulan mengajar Bahasa Jawa di SMP Negeri 8 Surakarta. Dalam pembelajaran Muatan Lokal digunakan Bahasa Jawa, selalu saya sampaikan dalam belajar Aksara Jawa mengenai letak penulisan aksara carakan yang benar adalah apabila menulis di buku tulis menggantung ( nggandhul ) pada garis bukan menumpang garis.
Penulisan aksara Jawa yang terbaik berada pada bawah garis (ngisore garis) dengan cara penulisan bagian atas aksara menempel dekat dengan garis, dan untuk penulisan bagian bawahnya tidak harus menempel pada garis bawah. Biasanya difungsikan untuk tambahan sandhangan (misal: sandhangan swara suku pangkon, sandhangan lainya), dan pasangan aksara.
Aksara Jawa ditulis dengan menggantung ini mempunyai filosofi makna bahwa gambaran manusia dalam hidup ini tergantung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Artinya bahwa gambaran manusia harus selalu mengingat dan menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Maka tidak aneh apabila manusia hidup di dunia ini mempunyai agama dan kepercayaan masing-masing. Hidup di dunia hanya sebentar ibarat mung mampir ngombe ( hanya mampir untuk minum ),artinya hanya sebentar saja.
Manusia yang mempunyai keyakinan seperti itu pasti akan melakukan yang terbaik dalam hidupnya hanya untuk mencari bekal di akhirat nanti. Kesadaran yang tinggi di dalam kehidupan di dunia ini membuat manusia sadar untuk melakukan perintah agama dan menjauhi laranganNya. Semua yang dilakukan selalu tergantung kepada Allah SWT, agar manusia hidup selalu ingat dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Aksara Jawa merupakan media tulis yang digunakan oleh orang Jawa mulai dulu sampai sekarang, namun untuk saat ini orang yang paham tentang aksara Jawa sudah tidak banyak lagi. Aksara Jawa ditulis dengan menggantung pada garis ini tidak serta merta tanpa ada maksud dan tujuannya. Kita semua tahu bahwa orang Jawa sangat kental dengan nilai budi pekerti dan nilai filosofi. Dengan alasan inilah, penulis menyampaikan makna filosofi kenapa aksara Jawa ditulis dengan menggantung pada garis.
Selanjutnya, mengapa aksara Jawa ditulis miring ke kanan, tidak miring ke kiri?. Sudah penulis jelaskan di atas bahwa segala sesuatu di Jawa ini penuh dengan makna. Oleh karena itu akan penulis bahas kenapa aksara Jawa ditulis miring ke kanan. Agar supaya tidak membingungkan, aksara ditulis miring ke kanan itu sebagai perlambang bahwa hidup di dunia ini harus berjalan dengan baik atau berperilaku yang baik. Perlu diketahui bahwa ngiwa ( ke kiri ) dalam masyarakat Jawa dianggap tidak baik ( konotasi negatif ),yaitu melakukan yang tidak baik. Dengan kata lain bahwa hidup di dunia ini harus berjalan di jalan yang baik.
Dengan pernyataan seperti tersebut di atas maka orang Jawa menyimbolkan hal tersebut ke dalam penulisan aksara Jawa dengan harapan manusia selalu berbuat kebaikan dalam menjalani kehidupan ini. Selalu menyembah dan menjauhi larangan Allah, itulah makna dari pada tulisan aksara Jawa menggantung pada garis dan ditulis miring ke kanan. Semoga dengan tulisan ini bisa menambah wawasan dan bermanfaat.