Digitalisasi menjadi pembuka gerbang berbagai kemungkinan baru untuk sektor pendidikan. Dewasa ini dunia pendidikan menjadi salah satu sektor yang kaya akan data, seperti nilai, informasi administratif, penggunaan data untuk membantu siswa meraih hasil belajar yang lebih baik, membantu meningkatkan keterampilan guru, hingga memberitahu pengambilan keputusan dalam sistem pendidikan.
Transformasi ini tidak hanya memberikan keuntungan kepada sektor pendidikan, tetapi juga tantangan yang harus diketahui semua pihak. Dalam artikel ini, kami akan membahas mengenai 6 tantangan transformasi digital pada sektor pendidikan hingga mengapa guru perlu membekali diri dengan memahami 4 pilar literasi digital. Simak sampai tuntas!
Kesadaran Literasi Digital Mulai Masif Ketika Pandemi
Dari data yang diperoleh oleh OECD Digital Education Outlook 2021, menyoroti berbagai penggunaan alat dan sumber daya digital yang memiliki potensi untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran serta pengelolaan lembaga dan sistem pendidikan.
Pandemi COVID-19 seperti mempercepat penyerapan dan penerapan langsung teknologi digital untuk pengajaran dan pembelajaran. Namun, disatu sisi juga mengungkap kelangkaan relatif dan sifat dasar sebagian besar sumber daya dan alat digital yang digunakan dalam pendidikan.
Penelitian yang kembali dilanjutkan pada tahun 2023 oleh OECD juga menunjukkan hasil yang mirip. Alat digital yang digunakan dalam sektor pendidikan termasuk lambat, termasuk cara untuk mendigitalkan proses pendidikan yang ada. Kemunculan generative AI menjadi peringatan bagi para pembuat kebijakan pendidikan, yakni untuk meningkatkan kesadaran terhadap keberadaan sifat teknologi canggih yang akan mengganggu, serta dampak yang akan segera terjadi pada masyarakat kita.
Saat ini banyak AI yang tertanam pada sistem pendidikan akan memberikan diagnosis berdasarkan sejumlah besar data, untuk memberikan saran keputusan, atau menangkap informasi peserta didik atau guru untuk memberikan umpan balik atau saran kepada mereka.
Baca juga:
Bagaimana Masa Depan Pendidikan pada Transformasi Digital?
Salah satu tantangan terbesar dalam transformasi digital pendidikan adalah meningkatkan pemahaman para pembuat kebijakan dan guru tentang alat dan sumber daya AI yang telah dirancang khusus untuk pendidikan. Selain itu dengan memanfaatkan pengelolaan data yang dikumpulkan oleh berbagai sistem digital dengan lebih baik, dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih efektif dan dipersonalisasi untuk setiap siswa.
Transformasi digital dalam pendidikan dapat berupa dukungan terhadap siswa dan guru untuk mengambil keputusan terhadap informasi yang tidak langsung dapat diakses oleh mereka serta merancang kebijakan berdasarkan informasi yang dapat digunakan kembali dan dianalisa.
6 Tantangan Besar dalam Transformasi Digital
Perkembangan teknologi yang sangat cepat mengharuskan kita mengetahui risiko dan tantangannya terlebih dahulu, agar penggunaannya tepat.
Menurut OECD, ada 6 tantangan yang perlu guru ketahui dalam transformasi digital, yakni:
1. Kesenjangan digital
Selama akses belum berkualitas dan perangkat yang memadai belum merata, digitalisasi akan terus menjadi tantangan.
2. Menimbulkan atau memperkuat bias
Mungkin hal ini tidak kita sadari, bahwa kehadiran perangkat digital terkadang menimbulkan hasil yang bias terhadap beberapa kelompok dibandingkan kelompok lainnya.
3. Inefisiensi ekosistem digital
Meskipun saat ini banyak teknologi hingga aplikasi yang berguna dan bermanfaat, ternyata beberapa guru bahkan mungkin siswa tidak tertarik untuk menggunakannya. Hal ini menimbulkan adanya risiko terhadap sumber daya pengajaran dan pembelajaran digital yang tidak digunakan, padahal pengadaan sumber daya tersebut telah memakai biaya yang tidak sedikit.
Ilustrasi guru yang cakap literasi digital sedang memberikan contoh bagaimana berinteraksi di dunia maya (Gambar: Canva/Odua Images)4. Perlindungan data dan privasi
Digitalisasi menimbulkan masalah baru terkait privasi dan perlindungan data. Hal ini juga menimbulkan kemungkinan-kemungkinan yang membuat kita—bahkan pada anak-anak—terpapar pada konten yang tidak pantas. Selain itu, seiring meningkatnya jumlah data yang dikumpulkan, apalagi data tersebut dapat ditautkan menjadi tantangan baru lainnya dalam ranah privasi kita.
Hal ini juga dapat terjadi dalam sektor pendidikan, semakin banyak informasi yang dikumpulkan dan dikelola oleh penyedia teknologi dan layanan atas nama sekolah serta lembaga pendidikan, maka semakin banyak pula data yang diluar dari pengawasan langsung lembaga pendidikan. Sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa informasi pribadi mengenai siswa atau guru dapat digunakan secara tidak tepat atau menyebabkan pelanggaran privasi.
5. Kinerja perangkat digital
Secanggih-canggihnya perangkat digital akan sekallu memiliki kekurangan, sama seperti pada kecerdasan individu dan kolektif manusia. Perangkat digital sangat berpotensi memberikan saran atau rekomendasi yang salah kepada siswa, guru, orang tua, dan pihak lainnya.
Maka penting bagi kita untuk memahami keterbatasan mereka dan menanamkan pemahaman bahwa perangkat-perangkat digital canggih pun tetap berada di bawah pengawasan manusia.
6. Penerimaan sosial
Tantangan dalam transformasi digital pendidikan sebagian besar bersifat teknis, seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun, tantangan yang paling utama adalah penerimaan masyarakat. Hal ini tercermin dengan jelas ketika saat pandemi COVID-19 mengubah metode belajar menjadi pembelajaran jarak jauh.
Guru, orang tua, dan bahkan siswa, yang sudah terbiasa dengan standar pendidikan yang sedikit atau tanpa teknologi akan canggung menerapkan metode ini. Oleh karena itu, beberapa praktik transformasi digital di dunia pendidikan terkadang ada yang membutuhkan waktu untuk diterima sebagai praktik yang wajar dan normal.
Baca juga:
Kompetensi Digital yang Wajib Dimiliki Guru
Menghadapi Transformasi Digital dengan Memahami 4 Pilar Literasi Digital
Secara umum, literasi digital sering dianggap hanya sebagai kecakapan dalam menggunakan internet dan media digital. Padahal literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang tak hanya menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi.
Untuk menjawab tantangan transformasi digital, tak terkecuali di sektor pendidikan, menjadi hal penting bagi seorang pendidik memahami 4 pilar literasi digital berikut ini:
1. Digital skills (Cakap digital)
Pilar ini mengharuskan seorang individu memiliki kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan mengelola perangkat digital serta platform teknologi. Misalnya, keterampilan dasar mengoperassikan perangkat keras (hardware) dan lunak (software).
Tujuan pilar ini adalah untuk meningkatkan kapasitas individu hingga ke level masyarakat untuk beradaptasi dan memanfaatkan teknologi secara efektif di era digital.
2. Digital safety (Aman digital)
Pilar ini berkaitan dengan upaya melindungi diri serta informasi pribadi dari ancaman atau risiko yang berpotensi muncul di dunia maya, seperti peretasan (hacking), penipuan (scamming), cyberbullying, dan eksploitasi data.
Contoh penerapan dari pilar ini adalah memakai kata sandi (password) yang kuat dan mengaktifkan autentikasi dua faktor.
3. Digital culture (Budaya digital)
Pilar ini berfokus pada pemahaman terhadap norma, nilai, dan budaya yang berkembang di ruang digital. Hal ini mencakup interaksi di dunia maya, mengetahui dampak teknologi terhadap dinamika sosial, serta kemampuan untuk berpartisipasi secara aktif dan positif dalam masyarakat digital.
4. Digital ethics (Etika digital)
Fokus aspek ini berkaitan dengan aspek perilaku dan moral dalam menggunakan teknologi digital. Etika digital ini juga mencakup tentang pemahaman privasi, keamanan data, hak cipta, serta tanggung jawab sosial ketika berinteraksi di dunia maya.
Lalu, bagaimana cara guru untuk meningkatkan kecakapan digital dan mempraktikkannya kepada siswa di kelas? Temukan jawabannya dalam webinar nasional berikut ini!

Klik disini untuk daftar webinarnya
Referensi:
4 Pilar Literasi Digital - CABE (Cakap Aman Budaya Etika)
Menguak Lebih dalam Tentang Literasi Digital: Beyond Digital Skills
OECD Digital Education Outlook 2023: Towars an Effective Digital Education Ecosystem
Penulis: Eka | Penyunting: Putra