Rutinitas pembelajaran dan beban pendidikan yang meningkat seringkali membuat semua civitas akademika, baik siswa maupun guru mengalami fase burn out. Fase tersebut merupakan situasi ketidakstabilan emosional seseorang karena jenuh dan lelah, baik secara fisis maupun mental. Ketidakstabilan tersebut menyebabkan seseorang resah, cemas, merasa tidak kompeten, sulit memahami konsep-konsep, bosan, mudah mengantuk, tidak fokus, dan tidak bergairah dalam melakukan sesuatu.
Kekacauan mentalitas dan emosional dalam proses pembelajaran tersebut dapat menyebabkan suasana kelas menjadi tidak harmonis. Ketidakharmonisan tersebutlah yang akan berdampak pada buruknya kemampuan Bapak/Ibu dalam membangun empati, menyampaikan materi, dan mengkreasikan sesuatu. Tentu situasi tersebut tidak diinginkan oleh Bapak/Ibu sekalian bukan? Lalu, bagaimana cara mengatasi fase burn out dalam dinamika pendidikan? Simak penjelasan berikut ini!
Apa itu Burn Out ? Istilah burn out pertama kali muncul di Amerika pada sebuah novel karya Greene tahun 1940-an. Selain itu, beberapa media jurnalistik Amerika juga telah memuat kata burn out pada konten tulisan mereka. Namun, pada saat itu belum ada satupun ilmuwan dan akademisi yang memberikan konsep serta definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan burn out . Barulah pada tahun 1974, Herbert J. Freudenberger, seorang psikoanalisis Jerman mendefinisikan burn out sebagai suatu keadaan yang dialami seseorang berupa kelelahan, frustasi, dan depresi sebab merasa bahwa apa yang ia harapkan tidak tercapai.
Pekerjaan yang Menumpuk Menyebabkan Depresi (Sumber: Canva) Situasi burn out dapat dialami oleh siapa saja, salah satunya guru. Tuntutan capaian yang semakin kompleks, situasi kelas yang monoton, dan ketidaksiapan secara emosional Bapak/Ibu dalam pembelajaran dapat menjadi pemicu utama burn out . Ketidakserasian relasi antara harapan Bapak/Ibu dengan pemelajar akan menciptakan ketegangan dan suasana kelas yang mencekam. Akibatnya, pemelajar menjadi terbatas untuk berinovasi dan melakukan sesuatu. Apabila sampai pada tahapan tersebut maka dinamika pembelajaran menjadi tidak efektif. Namun, burn out tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa ciri-ciri dan gejala tertentu yang akan dirasakan Bapak/Ibu saat mengalami atau menuju fase burn out .
Ciri-Ciri Bapak/Ibu mengalami Burn Out Seseorang yang mengalami fase burn out dicirikan dengan pertanda tertentu. Freudenberger dalam esai yang berjudul âThe Burnout Phenomenonâ mengatakan ada sebelas gejala seseorang mengalami burn out , yaitu
Kelelahan yang disertai kelelahan sebab merupakan proses kehilangan energi; Lari dari kenyataan; Mengalami kebosanan dan sinisme; Tidak sabaran dan mudah tersinggung; Merasa hanya dirinya yang bisa menyelesaikan masalah; Merasa tidak dihargai; Mengalami disorientasi; Adanya keluhan psikosomatis; Curiga tanpa alasan; Depresi; Penderita menyangkal kenyataan yang dihadapi. Selain itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan Bapak/Ibu mengalami burn out dalam dunia pendidikan. Faktor tersebut meliputi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi burn out pada Bapak/Ibu biasanya disebabkan oleh situasi dan kondisi kerja yang kurang baik, meliputi lingkungan kerja, kurangnya penghargaan terhadap prestasi, dan peraturan sekolah yang diktator. Sementara itu, faktor internal berasal dari diri individu, meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengelolaan emosi, pengelolaan waktu kerja, disiplin, dan karakteristik kepribadian dalam mengambil keputusan.
Ciri-ciri dan faktor-faktor di atas merupakan cakupan gejala secara umum. Masih banyak gejala-gejala burn out lainnya baik yang dianalisis dari segi sosial, individu, psikologi, ataupun medis. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi situasi burn out , salah satunya dengan melakukan meditasi secara mandiri. Namun, ada beberapa cara lain yang dapat Bapak/Ibu terapkan agar terhindari dari situasi tersebut.
1. Menyusun Skala Prioritas dan Perencanaan yang Detail Rutinitas yang padat menyebabkan Bapak/Ibu seringkali melakukan hal-hal secara bersamaan. Beberapa target dikerjakan dalam satu waktu yang sama sehingga tidak lagi mengetahui mana yang prioritas dan yang tidak. Apabila telah sampai pada tahap ini maka Bapak/Ibu akan kesulitan untuk fokus. Oleh karena itu, cobalah untuk menyusun skala prioritas dalam rutinitas sehari-hari. Sebagai contoh, buatlah list-list pekerjaan dimulai dari yang primer, sekunder, sampai yang tersier. Selain itu, buatlah juga batas-batas waktu pengerjaan agar target-target yang akan dicapai dapat terlaksana dengan baik.
Perencanaan yang detail dan rapi membuat Bapak/Ibu lebih terarah dalam melakukan sesuatu. Dalam hal pembelajaran misalnya, selain menyesuaikan dengan capaian kurikulum, cobalah Bapak/Ibu susun beberapa inovasi-inovasi pembelajaran seperti ice breaking agar suasana kelas tidak monoton. Suasana kelas yang terarah sesuai dengan kemauan Bapak/Ibu akan berdampak pada terciptanya keharmonisan dalam dunia pembelajaran.
2. Membuat Rencana Liburan dari Aktivitas yang Padat Aktivitas pembelajaran yang padat dengan ketentuan beban jam kerja yang ketat seringkali membuat rutinitas Bapak/Ibu tidak seimbang. Ketidakseimbangan tersebut membuat waktu seolah-olah sangat cepat berlalu. Apabila Bapak/Ibu tidak menyusun perencanaan keseimbangan hidup yang baik maka ada besar kemungkinan akan sampai pada fase burn out .
Sebagai contoh, susunlah rencana untuk jalan-jalan di hari libur kerja dengan buah hati, sahabat, atau orang tersayang. Menepilah sejenak dari pekerjaan di kelas. Lakukanlah kegiatan yang disukai seperti memancing, menonton film, membaca buku, dan berkunjung ke museum. Pikiran yang jernih akan membuat Bapak/Ibu termotivasi dan siap bekerja keesokan harinya.
Menyusun Perencaan Liburan agar Terhindar dari Stress (Sumber: Canva) 3. Membudayakan Pola Hidup Sehat Kebutuhan akan nutrisi dan kadar olahraga yang cukup merupakan salah satu upaya agar terhindar dari burn out . Pemenuhan terhadap nutrisi akan membantu Bapak/Ibu untuk fokus saat mengajar. Selain itu, Bapak/Ibu juga perlu menyusun waktu tidur dengan lebih baik. Sebagai contoh, tidurlah lebih awal saat tidak ada kegiatan agar bisa lebih fresh saat mengajar.
Sayur dan Buah agar Tubuh Tetap Bugar (Sumber: Canva) 4. Berkonsultasi ke Psikolog Interaksi yang masif dengan pemelajar serta adanya kegiatan yang menguras energi seringkali membuat Bapak/Ibu tidak bisa mengelola stress. Apabila telah sampai pada tahap tersebut maka pikiran positif akan teralihkan dengan nilai-nilai negatif yang dapat membawa dampak buruk. Oleh karena itu, cobalah untuk berkonsultasi dengan psikolog. Sampaikan keresahan dan kecemasan yang sedang dialami maka psikolog akan membantu Bapak/Ibu mengatasi permasalahan tersebut. Membiarkan burn out terlalu lama akan berdampak buruk dalam pembelajaran. Materi ajar tidak tersampaikan dengan efektif, suasana kelas menjadi kacau, dan capaian menjadi terbengkalai. Bapak/Ibu tentu tidak ingin hal-hal buruk tersebut terjadi bukan?
Mengajar merupakan pekerjaan yang mulia. Ketulusan Bapak/Ibu dalam dinamika pembelajaran telah berdampak nyata pada lahirnya anak bangsa yang berkualitas. Namun, kegiatan pembelajaran tidak akan efektif apabila Bapak/Ibu dalam kondisi fisik dan emosional yang tidak stabil. Oleh karena itu, jagalah gaya hidup, emosi, dan pikiran Bapak/Ibu sekalian agar capaian pembelajaran dapat terpenuhi. Semangat dan sehat selalu untuk semua guru di Indonesia.