Sebagai element dalam agent of change, tugas dan peran guru merupakan dua sisi dimensi yang berat tetapi juga menyenangkan. Hal ini sejalan dengan peran partisipatoris guru yang berat dalam mendayagunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi untuk ikut serta membangun karakter generasi dan meningkatkan martabat bangsa sebagai bangsa yang kokoh, kuat, dan mandiri guna mewujudkan tujuan utama bangsa yaitu kemakmuran bangsa seutuhnya. Di sini, seorang guru harus selalu berinisiatif membangun dan mengembangkan kapasitas diri sejalan dengan pemenuhan dan pencapaian lebih pada indikator-indikator keberhasilan pelaksanaan pendidikan yang terus berubah dan mengalami ketajaman peningkatan karena adanya kompetisi masyarakat global dalam kualitas sumber daya manusia. Seorang guru harus mempunyai semangat juang dan kedisiplinan tinggi baik sebagai sumber belajar dan fasilitator dalam penguasaan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi informasi yang pesat dan kemudian mengarahkan pengaplikasiannya pada domain-domain pencapaian kompetensi para siswa yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pada akhirnya, peran guru dalam hal ini dituntut untuk dapat memfasilitasi pencapaian dimensi konkrit dan hakiki pribadi para siswa yang religius, kreatif, mandiri, dan berdaya guna bagi masyarakat dan bangsa. Sehingga, para siswa tersebut akhirnya dapat menjadi agen pembentuk karakter masyarakat dan memiliki daya juang untuk memecahkan berbagai persoalan pribadi, masyarakat, dan bangsa secara mandiri guna mewujudkan pembangunan masyarakat dan bangsa secara terus-menerus dan berkesinambungan. Sementara itu, dimensi menyenangkan seorang guru adalah bahwa guru tersebut dapat menikmati dan menjalankan profesinya dengan ketulusan, kerelaan, dan suka cita sekaligus bangga untuk dapat turut serta berperan aktif dalam membentuk dan membangun output dan outcome pendidikan yang religius, kreatif, cakap, dan handal dalam konteks pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Mengacu pada dua dimensi tugas dan peran guru sebagaimana disebutkan tersebut, filosofi “warna, rasa, dan rupa” merupakan filosofi saya menjadi seorang guru.
Filosofi warna dalam hal ini adalah peran dan tugas seorang guru harus selalu memberikan semangat dan unjuk kerja perubahan dan perbaikan ke arah yang lebih baik. Dalam konsep lama, perubahan yang dimaksud adalah tugas dan peran guru untuk menjadikan siswa yang tidak tahu menjadi tahu terhadap penguasaan ilmu sampai pada aplikasinya secara professional yang terintegrasi dalam kegiatan belajar dan aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat. Namun dalam perkembangan tuntutan jaman sekarang ini, tugas dan peran guru sudah mengarah pada peningkatan intensitas pencapaian yakni mengarahkan siswa untuk selalu kritis, kreatif, dan kreasi di dalam dan luar proses pembelajaran. Tugas dan peran guru dapat mensimulasi dan memonitor daya kritis, kreatif, dan kreasi para siswa secara terus-menerus dan berkesinambungan dalam corpus pembelajaran di sekolah. Selain itu, para siswa juga dibentuk dan diarahkan untuk berubah dalam pencapaian domain sikap yang tadinya melaksanakan/ merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari tetapi sekarang menuju pada tahapan paling tinggi yaitu penghayatan. Sikap dan nilai-nilai positif yang diperkenalkan dan diintegrasikan dalam materi dan proses pembelajaran harus dapat diakomodir oleh concious sensory mindset para siswa sehinggal hal tersebut akan menjadi sebuah perilaku keseharian yang akan merubah watak dan perilaku mereka ke arah yang lebih baik. Kondisi dan pencapaian ideal ini tidak terlepas dari sebuah kerjasama yang solid antar guru, orang tua siswa, dan komunitas di sekolah.
Kemudian, filofofi kedua adalah rasa dimana guru harus selalu bangga dan bertanggung jawab penuh dalam mengemban tugas mulia sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevaluasi para siswa pada jalur pendidikan formal. Para guru harus memberikan contoh-contoh konkrit dan menjadi model bagi para siswa dalam berpikir, bertindak, dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama dan norma-norma sosial. Berlandaskan pada nilai-nilai positif semacam ini, guru beserta siswa menjadi insan yang religius, bijaksana, dan dewasa dalam menjalankan peran dan tugas masing-masing sesuai dengan aturan dan khaidah yang berlaku. Selanjutnya, rasa bangga dan bertanggung jawab yang dipresentasikan dan direfleksikan oleh guru dalam proses dan hasil pengajaran, pembimbingan, pengarahan, pelatihan, dan penilaian serta evaluasi tersebut dapat menjadi maksimal sebab guru dalam menjalankan tugasnya akan selalu ikhlas, tulus, dan bersemangat tanpa melihat pada beban kerja yang diembannya, tapi pada kebermanfaatan dan implikasinya setelah menjalankan tugas tersebut. Indikator-indikator moderator ini menjadi alat kontrol dan sekaligus evaluasi baik guru sebagi model maupun para siswa sebagai subyek tindakan untuk selalu dapat bekerjasama mewujudkan dan mengembangkan keberhasilan pendidikan karakter di sekolah.
Selanjutnya, filosofi terakhir adalah rupa dimana guru selalu aktif berupaya memberikan wujud usaha baik berupa ide, tindakan, maupun karya nyata melalui serangkaian proses tindakan yang selalu beorientasi pada upaya perubahan dan peningkatan perbaikan dalam sikap dan performasi kinerja. Dalam hal ini, guru selalu berusaha memberikan ide-ide inovatif , kreatif, dan ikut serta dalam menjalankan dan memonitor realisasi ide tersebut dalam pelaksanaan program di sekolah. Ide-ide yang diberikan terkait dengan konsideran teoritis dan praktis untuk dijalankan secara maksimal. Kemudian, para guru giat dalam menggali dan membuat pedoman, rancangan kerja, dan penilaian hasil sesuai dengan dampak positif dan pencapaian yang diharapkan untuk pribadi dan sekolah. Lebih jauh lagi, para guru ikhlas bersemangat menjalankan rancangan kerja dan memberikan laporan pertanggungjawaban untuk memperoleh penilaian dan evaluasi efektifitas program kegiatan mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan kegiatan, dan evaluasi kegiatan. Dalam berbagai kesempatan yang ada dan difasilitasi oleh pihak sekolah, para guru juga aktif dalam memberikan karya nyata untuk pengembangan sekolah baik dalam ranah kebijakan sekolah, sistem penjaminan mutu internal sekolah, kurikulum, materi dan bahan ajar serta penilaian dan evaluasinya, serta proses pembelajaran yang terus dikembangkan secara simultan. Demikian juga, para guru giat dan bersemangat berprestasi baik secara pribadi maupun kolaborasi dalam menghasilkan bentuk-bentuk publikasi ilmiah dan berbagai lomba peningkatan kemampuan guru dalam akademik dan non akademik.
Menghayati filofofi “warna, rasa, dan rupa” dan sekaligus mewujudkannya dalam tindakan nyata dan terprogram di sekolah, guru akan mendapatkan keuntungan ganda yaitu secara lahir dapat mewujudkan terciptanya output dan outcome pendidikan yang berkarakter dan berdaya saing, dan secara batin, mendapatkan energi-energi positif dan kepuasan dari hasil penghayatan nilai-nilai religi yang terintegrasi dengan norma sosial kemasyarakatan untuk selalu memberikan rasa ikhlas, tenang, dan semangat untuk terus meningkatkan performasi kinerja seutuhnya baik di lingkungan sekolah maupun di dalam masyarakat.