Pengaruh Kesehatan Mental Guru Terhadap Motivasi Bekerja - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 11 Des 2023

Pengaruh Kesehatan Mental Guru Terhadap Motivasi Bekerja

Artikel ini menjelaskan mengenai bagaimana peranan penting sebuah kesehatan mental guru terhadap motivasi bekerjanya. Karena guru memegang peranan penting dalam keberhasilan pendidikan di sekolah.

Seputar Guru

Widia Utami Ningsih

Kunjungi Profile
315x
Bagikan

Pengaruh Kesehatan Mental Guru Terhadap Motivasi Bekerja

Oleh : Widia Utami Ningsih,S.Pd

Guru adalah seorang pendidik yang lekat kaitannya dengan istilah di ‘gugu’ dan ‘ditiru’. Ia bukan hanya pekerjaan yang mengajarnya siswanya akan pengetahuan. Namun ia juga berperan sebagai pembimbing yang harus memiliki kematangan secara emosional, kecakapan dalam interpersonal, kedewasaan dalam mengambil sikap, serta memiliki kesehatan baik jasmani maupun rohani. Dalam hal ini guru memiliki amanah yang berat, yaitu bertanggungjawab untuk membentuk pribadi atau karakter yang baik pada peserta didik dengan menanamkan nilai dan norma yang sesuai dengan regulasi yang ada di masyarakat. Jika seorang guru mencontohkan hal yang tidak baik kepada peserta didiknya, maka hal itu akan berdampak buruk baik terhadap citra guru, instansi pendidikan terlebih kepada peserta didiknya.

Lembaga pendidikan yang sangat memiliki peranan penting dalam pelaksanaan sosialisasi sekunder dalam penanaman nilai dan norma, serta perkembangan kognitif dan sosial anak adalah sekolah. Karena di sekolah setengah hari dari waktu anak terdapat di sekolah. Sehingga seluruh civitas, budaya, dan lingkungan yang terdapat di sekolah berpengaruh pada pembentukan karakter anak.

Mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan, menuntaskan administrasi, atau menggugurkan kewajiban sebagai guru. Beban kerja guru pun bukan hanya menuntaskan kewajiban membuat perencanaan, melaksanakan pengajaran, dan memberikan hasil pembelajaran kepada orangtua murid. Namun ada beban moral yang melekat pada sosok guru. Terlebih jika guru tersebut menjadi wali kelas, penanggungjawab sebuah kegiatan, atau beban kerja lain di luar tupoksinya sebagai guru. Rangkaian beban kerja tersebut seolah menghabisi waktu produktif seorang guru. Lambat laun guru akan menjadi jenuh dan menurunkan produktifitas kinerjanya karena merasa kelelahan.

Rasa lelah akan rutinitas yang terjadi, bisa menjadi sumber permasalahan guru saat berada di sekolah. Ia akan cenderung acuh dan hal tersebut sudah menjadi salah satu gangguan dari kesehatan mentalnya. Ia cenderung menjadi cepat menyerah dan tidak mampu mengapresiasi dirinya sendiri.

Menurut WHO, kesehatan mental adalah kondisi sejahtera seseorang, ketika seseorang menyadari kemampuan dirinya, mampu untuk mengelola stres yang dimiliki serta beradaptasi dengan baik, dapat bekerja secara produktif, dan berkontribusi untuk lingkungannya.[1] Sehingga jika seorang guru mengalami penurunan kinerja akan erat kaitannya dengan menurunnya motivasi bekerja yang terdapat dalam dirinya.

Menurut Ratu Rantilia, M.Psi (Psikolog Klinis Dewasa Klinik Itjen Kemendikbudristek) terdapat beberapa penyebab masalah kesehatan mental oleh individu, diantaranya :

  1. Tekanan/masalah dalam kehidupan sehari-hari: pekerjaan, pertemanan, keluarga;
  2. Trauma dan kehidupan masa kecil yang kurang menyenangkan;
  3. Tidak memiliki support system;
  4. Perubahan fisik;
  5. Adanya masalah fisik yang serius;
  6. Gaya hidup yang tidak sehat;
  7. Memiliki keluarga yang mengalami masalah kesehatan mental;

Pentingnya kesehatan mental terhadap optimalisasi peranan guru di sekolah sangat signifikan. Misalnya saja guru yang sedang memiliki masalah di rumah akan cenderung muruh, menutup diri, marah-marah, memasang wajah masam dan tidak bergairah dalam mengajar bersama peserta didik. Walaupun secara profesional guru diwajibkan mengelola diri maupun emosional, namun manusiawi jika seseorang sudah pada fase lelah menjalani beban kehidupannya. 

Jika permasalahan emosional itu tidak di tindaklanjuti, dikhawatirkan akan menanjak kepada fase depresi. Adapun perasaan sedih, kecewa, berduka, dan merasa lelah akan tekanan akan berakibat buruk pada pola pengajaran seorang guru. Seperti dilansir dalam alodokter.com terdapat lima fase yang dilalui seseorang setelah mengalami kejadian traumatis atau mengalami peristiwa buruk, yaitu :

Fase menyangkal (denial)

penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut. Fase denial ini sedikit mirip dengan kondisi anosognosia, saat penderita penyakit tertentu menolak atau tidak menerima kondisinya.

Fase marah (anger)

Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.

Fase tawar-menawar (bargaining)

Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.

Fase depresi (depression)

Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Fase menerima (acceptance)

Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah. Walaupun  mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya. Namun kejadian itu justru menjadikannya pribadi yang lebih baik.

Dari kelima tahapan terseut perlu adanya support system yang baik di lingkungan sekitar guru. Support system tersebut memegang peranan penting guru melalui tahapan permasalahan emosionalnya. Misalnya saja rekan sejawat guru lainnya, yang mendengarkan keluh kesahnya, memberikan feed back baik dalam mendengarkan ceritanya. Hal itu bisa meringankan beban seorang guru yang sedang mengalami ganguan kesehatan mentalnya. Kepala sekolah sebagai pemimpin bisa menjadi eksekutor yang baik untuk mengambil keputusan solusi yang harus diambil bagi guru yang terganggu kesehatan mentalnya. Peranan kepala sekolah dengan memberi reward (tidak perlu benda, bisa dalam ucapan terima kasih, perhatian, dsb), menjadi pendengar yang baik, bijak dalam mengambil keputusan, serta memberi solusi dalam permasalahan adalah salah satu kunci penting dalam optimalisasi kinerja guru.

Seseorang biasanya tidak menyadari dirinya sedang mengalami mental illness. Sangat disayangkan jika kita tidak mampu menyadari keadaan sesama rekan guru yang sedang menglami penurunan kesehatan mental. Padahal tanda-tandanya dapat terlihat, misalnya saja menghindari kerumunan, mudah menangis, tidak ingin keluar rumah, nafsu makan berkurang, atau lebih memilih diam daripada berbicara atau sekedar menanggapi pembicaran di dalam suatu ruangan.

Guru merupakan partner peserta didiknya dalam menggoreskan masa depan yang baik. Guru yang sehat, baik budi pekertinya akan membentuk anak-anak yang memiliki karakter luar biasa. Karena tidak ada guru yang akan menjerumuskan peserta didiknya kedalam hal yang tidak baik. Namun ketika keadaan seorang guru sedang tidak baik-baik saja semua terasa sulit dijalani. Dalam hal ini guru merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas mutu pendidikan yang ada di sekolah. Keberhasilan sebuah sekolah atau instansi pendidikan juga ditentukan oleh bagaimana seorang guru mempersiapkan peserta didiknya dalam setiap kegiatan pembelajaran. 

Hubungan kesehatan mental guru dengan motivasi bekerja

Terdapat relasi yang signifikan antara kesehatan mental guru dengan motivasi kerja. Karena menurut Sedarmayanti (2017, p.154) motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tidak yang pada hakikatnya ada secara internal dan eksternal posotif atau negarif, motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan dorongan/semangat kerja/pendorong semangat kerja.

Oleh karena itu, dorongan atau motivasi menjadi sebuah penggerak seseorang untuk mengarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai. Karena didalamnya terdapat usaha yang dilakukan serta hasrat untuk memenuhi keinginannya. Ketika penurunan kesehatan mental terjadi makan dorongan tersebut akan perlahan memudar atau hilang. Karena ada perasaan kecewa, sedih, atau bahkan terpuruk yang dirasakan oleh guru, sehingga ia tidak menginginkan hal apapun lagi.

Menurut Clayton Alderfer mengelompokkan kebutuhan dalam tiga bagian (Robbins & Judge, 2009). Pertama adalah existence needs, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Kedua, related needs yang merupakan kebutuhan menjalin hubungan atau interaksi dengan orang lain. Ketiga adalah growth needs, adalah kebutuhan untuk mendorong diri sendiri untuk berkembang dan mencapai akutualisasi diri. Ketiga kelompok kebutuhan ini merupakan teori ERG yang digagas oleh Alderfer (Wicaksono, 2014).[2] Dari penjelasan teori Clayton diatas dapat digambarkan bagaimana seseorang memiliki tiga kebutuhan yang pemenuhannya dapat berbeda-beda disesuaikan dengan karakter individu masing-masing. Hal tersebut juga berpengaruh pada motivasi bekerja mereka. Misalnya saja seseorang yang cenderung membutuhkan related needs umumnya menginginkan sebuah relasi, persahabatan, interpersonal yang baik juga diakui peranannya di masayarakat. Berbeda dengan individu yang memiliki kebutuhan growth needs, ia cenderung membutuhan circle pertemanan yang senang menemukan hal baru, berpetualang, atau senang mengikuti seminar atau pelatihan untuk mengembangkan dirinya.

Dalam hal ini motivasi bekerja akan terbentuk dengan baik jika kita sebagai seorang guru mampu memahami kapasitas diri serta kesehatan mental yang sedang kita alami. Jangan sampai rendahnya manajemen emosi akan merusak profesionalitas kita sebagai guru. Sesungguhnya dibalik jiwa yang sehat terdapat tubuh yang kuat. Jika para guru memiliki hal tersebut maka generasi bangsa akan menjadi generasi terbaik yang kuat lahir batinnya. Guru yang jiwa nya sehat akan meiliki beberapa hal berikut : mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mengetahui potensi yang dimiliki dalam dirinya, mampu mengetahui apa yang menjadi kebahagiannya juga peranannya di lingkungan sekitar.

Namun demikian tanpa kita sadari kesehatan mental bagi guru akan terwujud jika sekolah mampu  menghadirkan:

Lingkungan kerja yang sehat

Sehat dalam hal ini bukan hanya secara jasmani, namun juga sehat secara rohaniah. Misalnya saja antar rekan guru saling support, jauh dari berprasangka buruk, serta menjaga adab dalam pergaulan sehari-harinya.

Relationship yang didasari oleh kepercayaan 

Ketika ada masalah tidak menyudutkan berbagai pihak namun mencari solusi bersama.

Membentuk support system yang baik

Saling menghargai kekurangan antar guru dan menjadi pelengkap kekurangan tersebut bisa dengan menjadi pemberi nasihat atau pendengar yang baik.

Quality Time 

Di sekolah para guru juga harus menemukan momen bersama, untuk sekedar tadabur alam atau merefleksikan diri satu sama lain.

Memperkerjaan guru sesuai jobdesnya

Seorang pemimpin di sekolah harus mengetahui kapasitas seluruh guru yang ia pimpin. Agar mereka mampu mengerjakan dengan maksimal tanpa merasa menjadi beban, namun sebuah tanggungjawab yang harus mereka selesaikan dengan optimal.

Semoga seluruh guru di Indonesia mampu bersinergi membentuk generasi yang unggul sehat lahiriah dan batiniahnya, juga mampu bersaing dengan tangguh baik secara nasional maupun internasional.


[1] https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/01/13/apa-itu-kesehatan-mental/#:~:text=Menurut WHO, kesehatan mental adalah,produktif, dan berkontribusi untuk lingkungannya. Diakses pada tanggal 29 November 2023

[2] Tabina Adra, I.(2021). Motivasi Kerja dan Kesehatan Mental. Buletin KPIN. Vol. 7 No. 4 Februari 2021


Penyunting: Putra

1

0

Komentar (1)

Anugrah

Dec 12, 2023

Semangat yah tulis artikel yang menarik dan bermanfaat, coba tema tentang anak dalam pendidikan
Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Kurikulum Merdeka vs Kurikulum 2013, Mana yang Lebih Baik?
2 min
Mengenal Pentingnya Pengembangan Kompetensi 4C dalam Pembelajaran Era Digital
5 min
Mulok, Kurikulum Merdeka, dan Relasinya dalam Pendidikan
5 min
GI Academy #31 | Pengelolaan RHK Guru dan Kepala Sekolah dalam PMM
3 min
Literasi Digital Pemrograman Asyik dengan Flowgorithm

era suci pratiwi

Sep 05, 2023
1 min
Kurikulum Merdeka Sebagai Pemulihan Pembelajaran
2 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar