Membaca dan Menulis Kompetensi Dasar yang Harus dimiliki Pendidik - Guruinovatif.id

Diterbitkan 13 Apr 2022

Membaca dan Menulis Kompetensi Dasar yang Harus dimiliki Pendidik

Pendidik itu sebaiknya lekat dengan dunia membaca dan menulis. Membaca dan menulis menjadi menu sehat bagi seorang pendidik yang menginginkan suatu perkembangan ilmu dan berwawasan luas seiring kemajuan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Kegiatan membaca dan menulis ini seperti dua sisi mata uang logam yang sama-sama pentingnya dan saling mengait. 

Cerita Guru

Aryatmono Siswadi, S.Pd., M.A.

Kunjungi Profile
4594x
Bagikan

Pengantar

Pendidik itu sebaiknya lekat dengan dunia membaca dan menulis. Membaca dan menulis menjadi menu sehat bagi seorang pendidik yang menginginkan suatu perkembangan ilmu dan berwawasan luas seiring kemajuan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Kegiatan membaca dan menulis ini seperti dua sisi mata uang logam yang sama-sama pentingnya dan saling mengait. 

 Membaca adalah suatu kegiatan untuk meraup sejuta ilmu dari apa yang telah dibaca dan merupakan bagian kegiatan berbahasa secara reseptif. Semakin banyak membaca semakin banyak ilmu yang didapat  sehingga cakrawala berpikir juga terbentang luas dengan harapan pendidik tersebut benar-benar dapat menjadi salah satu sumber akademisi yang memiliki bobot keilmuan yang memadai.

Kegiatan menulis merupakan suatu kegiatan berbahasa secara produktif untuk menuangkan ide dan gagasannya ke dalam sebuah karya, misalnya puisi, cerpen, esai, artikel, hasil penelitian (PTK),best practice dll. Dari kegiatan menulis tersebut sebenarnya pendidik ikut  andil menorehkan tinta emasnya ke dalam sebuah karya yang bisa dinikmati oleh banyak orang, minimal diri sendiri dan peserta didiknya. 

Membaca dan menulis  termasuk aktivitas kebahasaan yang saling mengait bersinergi, meskipun memiliki karakteritik laku yang berbeda. Membaca merupakan keterampilan berbahasa yang sifatnya resepsif, sedangkan menulis merupakan keterampilan kebahasan yang berifat produktif. Kedua kegiatan berbahasa ini patut untuk dijadikan sebagai suatu budaya bangsa Indonesia pada umumnya, dan terkhusus bagi kaum pendidik selaku pendidik yang ikut andil dalam mengemban amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 45, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Mengingat tujuan mulia ini, maka hendaklah kita sebagai pendidik berupaya untuk melecut diri sendiri mau meluangkan waktu duduk menyimak buku, sebagai salah satu sumber wawasan ilmu. Di era globalisasi, di zaman super canggih dalam bidang informatika pada khususnya segala ilmu mudah didapat, untuk menyedot berbagai bidang ilmu, baik lewat media cetak atau media elektronik. Dari hasil kegiatan membaca, sebagai muaranya adalah bahwa dalam memori seseorang terkandung sumber ilmu yang mendalam seperti layaknya sebuah bejana maka selalu perlu diisi, dan selain itu juga perlu dialirkan pada orang lain konten yang ada pada kita, salah satunya melalui kegiatan menulis.

Kegiatan menulis ini, merupakan aktivitas berbahasa secara produktif. Ungkapan hati, pikiran, gejolak rasa dalam melihat fenomena alam yang selalu berubah dan berkembang perlu kita abadikan dengan salah satunya adalah kita rekam melalui tulisan. Kita sebagai pendidik pada khususnya, harus mampu mendokumentasikan apa-apa yang ada di depan mata, di dalam rasa, demi lestarinya alam Indonesia yang kita cintai ini, demi persatuan bangsa yang harus selalu kita jaga agar tetap kokoh terpatri dalam sanubari seluruh insan persada bumi pertiwi ini. Maka budaya membaca dan menulis perlu kita upayakan semaksimal mungkin, demi generasi bangsa, penerus cita-cita mulia.

Kegiatan membaca dan menulis harusnya membumi di kalangan pendidik. Kegiatan membaca memang selalu disarankan baik melalui slogan seperti, tiada hari tanpa membaca, satu buku sejuta ilmu, membaca membuka jendela dunia. Namun ada sebagian pendidik kenyataannya tidaklah demikian. Masih banyak pendidik yang kurang banyak membaca. Membaca kadang-kadang hanya sambil lalu, atau hanya membaca literer yang diperlukan sesaat saja, demikian juga kegiatan menulis kelihatannya kondisinya lebih parah, hal ini dibuktikan makin banyaknya pendidik yang kenaikan pangkatnya terhambat karena belum punya karya yang bisa dinilai. 

Banyak hal yang membuat terseok-seoknya kegiatan ini terutama pada kegiatan menulis. Banyak faktor yang menjadi penyebab pendidik kurang melakukan kegiatan membaca maupun menulis. Faktor penghambat kegiatan pendidik melakukan kegiatan menulis bisa berasal dalam maupun dari luar. Faktor yang memengaruhi pendidik kurang membaca terlebih menulis adalah rasa keenganan untuk membaca buku apalagi menulis, pendidik mungkin merasa materi pembelajaran sudahlah dikuasai dengan baik karena sudah memiliki pengalaman mengajar puluhan tahun. Faktor dari luar pendidik dari minimnya kegiatan membaca maupun menulis adalah karena harus terkonsentrasi pada kegiatan proses pembelajaran, belum lagi harus mempersiapkan pembelajaran dengan baik, seperti: menyusun RPP, mengoreksi, buat analisis, dan lain-lain yang harus mendapatkan porsi istimewa demi maju dan berkembangnya putra-putra tunas bangsa.

Permasalahan

Membaca dan menulis belum sepenuhnya membudaya di kalangan pendidik disebabkan karena, antara lain:

  1. Pendidik merasa sudah memiliki cukup kemampuan di bidangnya, materi apa yang disajikan setiap hari bagi peserta didik sudah terasa menyatu, sangat apal, ada di pola pemikiran.
  2. Pendidik kadang terlena oleh berbagai kesibukan dan kegiatan lain baik secara formal pendukung pendidikan, maupun pada aktivitas keseharian.
  3. Pendidik merasa kurang memiliki kemampuan untuk dapat menulis, tidak hobi menulis.

Berdasarkan pokok persoalan tersebut maka perlu adanya formula yang dapat dijadikan sebagai suplemen untuk mendorong minat baca maupun menulis bagi kalangan pendidik agar kompetensi ini benar-benar dijadikan budaya oleh pendidik dapat dilakukan dengan berbagai upaya tindakan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Pembahasan dan Solusi

1.Membaca Mendulang Ilmu

Seorang pendidik harus memiliki wawasan yang luas. Wawasan tersebut salah satunya adalah adanya perubahan-perubahan yang terjadi setiap saat akibat evolusi pengetahuan (Asmani 2006:119). Perubahan-perubahan yang terjadi disetiap saat bahkan setiap detik dapat segera terdeteksi seiring berkembangnya teknologi informasi yang kian canggih.  Sebagai seorang pendidik memang mau tidak mau harus mengikuti perkembangan ini. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan menggiatkan diri untuk mau membaca. 

Mudini (2016:30) mengatakan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual dan merupakan proses mekanis dalam membaca. Proses mekanis tersebut dengan proses psikhologis yang berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi. Pendidik diharuskan mengikuti informasi, sehingga cakrawala pemikirannya luas. mendunia dan up to date. Peserta didik akan bangga memiliki pendidik yang pengetahuannya luas, cakrawala pemikiran yang mendalam, dan hal-hal baru yang segar.

2.  Menulis Bukti Karya Kualitas Pendidik

Menurut Mudini (2016:23) menulis bukan sesuatu yang diperoleh secara spontan. Keterampilan menulis menuntut kemampuan yang kompleks. Penulisan sebuah karangan yang sederhana sekalipun menuntut kepada penulisnya untuk memahami apa yang hendak ditulis dan bagaimana cara menulisnya. Persoalan pertama menyangkut isi karangan dan persoalan kedua menyangkut pemakaian bahasa serta bentuk atau struktur karangan. Kegiatan menulis merupakan suatu aktvitas untk mengungkapkan pikiran, gagasan, dan perasaan secara sitematis dengan memperhatikan struktur dan kaidah kepenulisan yang baik dan benar sehingga orang yang membaca tulisan tersebut dapat memahami dengan baik pula.

Untuk dapat menulis memerlukan niat dan tekad serta semangat yang tinggi. Keterampilan menulis memerlukan sebuah komitmen diri untuk mau mewujudkan ide-ide gagasan yang ingin diejawantahkan dalam ujud suatu karya yang dapat ditangkap melalui indera penglihatan melaui simbol grafis. Hasil tulisan ini merupakan hasil suatu rekaman daya pikir seseorang barkaitan dengan fenomena yang terjadi baik sekitarnya, yang ingin diungkap dan diabadikan oleh seorang penulis.

 Sebagai pendidik menulis ini sangat penting untuk juga ditekuni sebagai bagian dari peningkatan keprosesian akademik yang digelutinya. Pendidik adalah guru, guru identik dengan ilmu, maksudnya seorang pendidik pastilah memiliki ilmu sesuai bidang yang diampu untuk dapat ditransfer kepada peserta didiknya. Kekayaan ilmu yang dimiliki tersebut dapat diungkapkan seorang pendidik melalui tulisan. Apa yang tertulis, itu bukti dokumentasi yang tak lekang dimakan waktu maupun usia. Apa yang tertulis akan menjadi suratan-suratan yang bisa di baca setiap orang pun pada setiap generasi selanjutnya. Pendidik seyogyanga menyempatkan diri untuk, merenung dan mencoba menorehkan apa yang menjadi gagasan, harapan, melalui bentuk tulisan.

3. Sinergi Membaca - menulis

Membaca-menulis memiliki keterkaitan yang cukup erat. Untuk dapat menulis memerlukan modal wawasan yang cukup. Wawasan ini dapat dimiliki melalui aktivitas membaca. Tujuan membaca adalah untuk mendapatkan sejumlah informasi. Informasi ini menjadi salah satu bahan dasar kegiatan menulis. Budaya membaca seharusnyalah dimiliki oleh setiap pendidik, “Tiada hari tanpa membaca” ini merupakan salah satu slogan yang memacu setiap orang, khusunya pendidik untuk selalu mengembangkan kegiatan membaca ini. Membaca menjadi menu yang harus diambil di tiap harinya. 

Sudahkah membaca menjadi sesuatu yang membudaya di kalangan pendidik?  Fakta yang tampak, kegiatan ini belum sepenuhnya nyata. Pendidik  seharusnya senang membaca, minimal membaca sesuai materi bidang akademik yang melatarbelakanginya. Hanya sayangnya, terkadang hanya sebatas pada memenuhi kebutuhan semata. Belum melebarkan wacana ke kajian ilmu yang dapat memperkaya khasanah wawasan ilmu yang lebih kompleks. Yang pastinya sebenarnya membaca harusnya menjadi aktivitas yang tidak terlewatkan di keseharian pendidik, minimal 10 menit dikesehariannya untuk menambah wawasan ilmu, misalnya membaca koran. Semakin banyak membaca, semakin banyak pula wawasannya.

Pengusaan ilmu yang didapat dari membaca menjadi salah satu sarana untuk membuka wawasan berlogika, kepekaan rasa, kehalusian jiwa, keluhuran budi yang turut membentuk karakter pembacanya. Apa yang dibaca terkadang mewarnai apa yang ditulis, bahkan jika seseorang banyak membaca, sebenarnya memiliki banyak hal yang bisa digunakan untuk bisa menulis. Bobot cipta tulis banyak dipengaruhi dari besarnya kajian dari hasil wawasan dari aktivitas membaca.

4. Kilas Tulis Tapak Nyata

Menurut Asmani (2006:182) untuk menjadi pendidik yang baik, seorang pendidik harus memiliki kemampuan menulis, khususnya menulis karya ilmiah. Sayang pada umumnya kemampuan menulis ini masih kurang diminati oleh kaum pendidik. Terbukti dari sedikitnya pendidik yang bisa maju ke jenjang lebih tinggi, misalnya ke IV/b masih terbatas. Di satu sekolah terkadang belum ada pendidik yang memiliki golongan kepangkatan IV/b. Pendidik yang terhenti di IV/a Sudah banyak dan stagnan di posisi ini lebih dari 8 tahun. Pada umumnya mereka kurang termotivasi untuk menulis. Padahal sebenarnya motivasi secara internal ini sangatlah penting. Bagi seorang pendidik latar belakang kompetensi profesional sudah dimiliki, itu artinya kemampuan dalam bidang tugas yang diampunya sudah tersertivikasi.

Kesadaran menulis pendidik masih belum memuaskan karena mungkin disebabkan banyak terpaku dengan tugas mengajarnya, mencukupkan diri sebagai konsumen ilmu pengetahuan tanpa berpikir bagaimana memproduksi pengetahuan atau mensosialisasikan ilmu pengetahuan dengan ide dinamis dan progesif.  Asmani (2009:23) juga menjelaskan bahwa pendidik yang kreatif adalah pendidik yang selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajaran. Pendidik selalu berusaha memperbaiki proses pembelajarannya melalui penelitian tindakan kelas  (PTK). PTK ini sebenarnya sabagai salah satu bukti hitam di atas putih, nyata ada bahwa seorang pendidik pernah melakukan perbaikan dalam pembelajaran di kelasnya. Seorang pendidik pastilah selalu akan melakukan perbaikan dalam pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan, dan penelitian ini sebagai salah satu bukti yang terdokumentasi sekaligus untuk mengembangkan keterampilan menulisnya.

5. Jadikan Membaca Menjadi Budaya

Menurut Nugraha (2011:2) membaca adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pesan atau pengetahuan yang ditulis melalui kata-kata  dengan bahasa tulisan. Tujuan salah satu tujuan membaca adalah untuk mendapatkan informasi. Manfaat membaca, antara lain: 

  1. Membaca dapat menghilangkan kecemasan dan kegundahan;
  2. Ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam kebodohan;
  3. Kebiasaan membaca membuat orang semangat bekerja jauh dari kemalasan;
  4. Dengan sering membaca orang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata;
  5. Membaca membantu mengembangkan pikiran;
  6. Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori pemahaman;
  7. Dengan membaca, orang mengambil  manfaat dari pengalaman orang lain;
  8. Dengan sering membaca, orang mengembangkan kemampuannya ;baik untuk mendapat dan memroses ilmu pengetahuan meupun untuk mendapat dan memroses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam hidup;
  9. Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pemikirannya dari beragam masalah dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia-sia;
  10. Dengan sering membaca, orang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat;
  11. Membaca teks–teks yang ada di buku melatih kita untuk memusatkan pikiran dan konsentrasi;

6. Menulis dengan Percaya Diri

Banyak pendidik merasa bahwa ia tidak menulis dikarenakan tidak bisa menulis. Pendapat ini sebenarnya hanyalah suatu alibi saja. Seorang pendidik pastilah memiliki kecenderungan untuk dapat menulis. Hanya saja keterampilan ini kurang diupayakan. Hal ini bisa disebabkan karena pendidik mungkin kurang cukup waktu untuk menulis. Pendidik memiliki banyak kegiatan utamanya berkaitan dengan tugas dalam pembelajaran, maupun karena mendapatkan tugas tambahan lain di luar pembelajaran, ataupun karena kesibukan di luar pembelajaran.

Pendidik tidak mau menulis disebabkan keenganan saja, karena kegiatan menulis ini dirasa kurang ada manfaat, hanya menghabiskan energi saja. Pendidik memilih kegiatan praktis lainya yang lebih dapat memenuhi tuntutan tugas atau kegiatan lain yang dianggap lebih penting, menjanjikan, dan menghibur. Memang terasa berat untuk bisa mengawali kegiatan menulis. Pendidik terkadang memang merasa tidak bisa menulis, apa yang mau ditulis, darimana mulainya menulis. Belum lagi harus utak-utik di depan laptop untuk menulis, memang terasa benar-benar berat dan membosankan.

 Menurut De Porter (1999:179) menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan otak kiri (logika). Menulis melibatkan belahan otak dengan cara yang bervariasi. Belahan otak kanan adalah tempat munculnya gagasa-gagasan baru, gairah, dan emosi. Kalau kita melewatkan langkah untuk membangkitkan energi otak kanan kita, maka memulainya saja kita tidak bisa. Kita tidak punya bahan bakar untuk mendorong. Ketiadaan bahan bakar ini dikenal sebagi hambatan menulis. 

De Porter (1999:179) juga menambahkan bahwa untuk persiapan  menulis bisa dimulai dari pengelompokan (clustering). Pengelompokan (clustering) adalah suatu cara memilah gagasan dan menuangkannya ke atas kertas secepatnya, tanpa pertimbangan. Sintak Clusternig, yaitu: (a) malihat dan membuat kaitan antara gagasan, (b) mengembangkan gagasan-gagasan yang telah ditemukan, (c) menelusuri jalan pikiran yang ditempuh atak agar mencapai suatu konsep, (d) bekerja secara alamiah dengan gagasan-gagasan tanpa penyuntingan atau pertimbangan, (e) memvisualisasikan hal-hal khusus dan mengingatnya kembali dengan mudah, (f) mengalami desakan kuat untuk menulis. Dalam pengelompokan, semua pemikiran diberi peringkat secara merata dengan menciptakan reaksi rantai kreativitas. 

 Menulis dapat dimulai dari memilih suatu topik, dan segeralah mulai menulis meskipun terkadang kita merasa tidak tahu apa yang harus ditulis dengan teknik menulis cepat. Teruslah menulis dan menulis. Mengatasi hambatan-hambatan masalah lembaran kosong, menulis cepat memberikan kemajuan nyata dan langsung. Dengan menggunakan imajinasi  “menunjukkan bukan memberitahukan (show not tell) mengubah kalimat-kalimat kering menjadi dekripsi yang menakjubkan.  Hal terbaik tentang menunjukkan bukan memberitahukan adalah bahwa setiap penulis akan menulis dengan deskripsi uniknya sendiri untuk masing-masing kalimat. Mustahil melakukannya tanpa membiarkan gaya pribadi penulis muncul ( De Poter 1999:193).  Proses penulisan yang efektif untuk semua tulisan adalah :

  1. Persiapan                : Mengelompokkan dan menulis cepat;
  2. Draf-kasar               : Gagasan disksplorasi dan dikembangkan;
  3. Berbagi                   : Seorang rekan akan membaca draft tersebut dan memberikan umpan balik;
  4. Memperbaiki           : Dari umpan balik, perbaiki tulisan tersebut dan balikan lagi;
  5. Penyuntingan         : Perbaiki semua kesalahan,tata bahasa, dan tanda baca;
  6. Penulisan kembali : Masukkan isi yang baru dan perubahan    penyuntingan;
  7. Evaluasi                  : Periksalah apakan tugas ini sudah selesai.

7. Meningkatkan Minat Membaca dan Menulis

  1. Program Literasi Sekolah

Budaya membaca dan menulis penting untuk dimiliki oleh setiap pendidik. Pendidik itu pengemban ilmu yang memiliki tugas mulia untuk ikut  mencerdakan kehidupan bangsa. Ilmu itu selalu berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan zaman. Sebagai pendidik perlu untuk menyeimbangkan kebutuhan wawasan ilmu yang dimiliki agar berkembang minimal sesuai dengan tuntutan kinerja yang menjadi pofesionalitasnya. Untuk memotivasi pendidik gemar membaca ini diperlukan nuanasa yang mendukung  tercapainya literasi sekolah. Program kegiatan literasi sekolah dapat dilakukan,anatara lain, yaitu:

  1. Gerakan wajib baca 15 menit sebelum kegiatan pembelajaran. Menu pagi literasi sekolah untuk pendidik seharusnya dipermudah dengan sarana yang memadai, seperti adanya pojok baca di tiap kelas sebagai perpustakaan kelas. Saat peserta didik membaca, pendidik juga membaca di kelas.
  2. Setelah membaca pendidik dan peserta didik menuliskan ringkasan dari kegiatan letrasi sekolah ini ke dalam jurnal pustaka literasi sekolah. Pada kegiatan ini Kepala Sekolah memantau melalui hasil laporan dari jurnal pustaka.
  3. Di Ruang Guru juga dilengkapi dengan perpustakaan guru.
  4. Tersedia Pojok Baca Buku Guru.
  5. Program wajib beli buku koleksi guru secara mandiri minimal 5 buku untuk 1 tahun, ada bukti laporan koleksi buku guru sacara mandiri.
  6. Progam Karya Tulis
  7. Works Shop pembuatan Karya Tulis  sekolah

Sekolah menyelenggarakan work shop penulisan karya tulis .

  1. Jurnal Sekolah

      Mendokumentasikan hasil karya tulis dalam bentuk jurnal  

      sekolah sebagai arena koleksi karya. 

Kesimpulan 

Membaca dan menulis merupakakan suatu aktivitas memperkaya wahana ilmu terutama bagi seorang pendidik amatlah penting untuk di eksplor menjadi suatu kebutuhan pokok yang harus di upayakan menjadi suatu budaya di kalangan pendidik. Membaca digunakan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya, sedangkan menulis digunakan untuk menyampaikan informasi, ataupun gagasan-gagasan yang edukatif, informatif maupun juga rekreatif.

Seorang pendidik seharusnya termotivasi untuk selalu meningkatkan kompetensi sebagai profesional edukasi yang mumpuni sesuai dengan bidang akademis yang diampunya dan bisa lebih dari itu, memiliki wawasan ilmu yang memadai seiring dengan pesatnya informasi kekinian yang ada. Membaca dan menulis perlu diseimbangkan, artinya membaca untuk menambah wawasan ilmu dan menulis untuk mencurahkan ilmu, demi perbaikan, perkembangan dalam pendidikan sehigga amanat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini akan terwujud pada generasi penerus bangsa. Jayalah Indonesia tercinta.

 

Daftar Pustaka

Asmani, Ma’mur Jamal. 2009. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogjakarta: Diva Pers.

De Porter, Bobbi, dkk. 2000. Quontum Teaching. Bandung: Kaifa

Mudini. 2016 . Modul Guru Pembelajar: Ragam Bahasa dan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Kemendikbud.

Mawadah, Ade Husnul dan Mu. 2011. Ihsan Nugraha. Mahir Membaca. Bandung: Ghina Walafafa.

 

BIODATA PENULIS

E:\g.jpg
1NamaAryatmono Siswadi, S.Pd. M.A.
2NIP196509221990031010
3NUPTK3254743644200003
5Tempat dan Tanggal LahirWonogiri, 22 September 1965
6JenisKelaminLaki-laki
7Pendidikan TerakhirS-2
8Pangkat/Golongan RuangPembina Utama Muda/IV/c
9JabatanGuru Madya
10Masa Kerja29 Tahun 06 bulan
11JabatanKepala Sekolah
12Unit KerjaSMP Negeri 2 Bawang
13Alamat InstansiJl. Desa Sangubanyu Kecamatan Bawang Batang
14No. HP081326086780
15Alamat  e-mailgosis22196@gmail.com




 

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Setiap Siswa Itu Unik

Shafura, S.Pd.

Apr 18, 2022
3 min
Kisah ku Jadi seorang Guru
4 min
Guru Bahasa Jawa Pembentuk Karakter Siswa

Dra. Sri Suprapti

May 13, 2022
4 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar