Kelas Horor - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 09 Mei 2022

Kelas Horor

Mei 2021 aku melihat kembali pelepasan siswa/siswi di tempatku mengajar. Aku teringat akan 44 pejuang tangguh di kelasku. Tepatnya di bulan Juni 2020 dan diingatkan oleh pakcik facebook. Ya, kalian alumni corona angkatan pertama anak-anakku. Kenapa dikatakan seperti itu?. Bukan berarti kalian lepas dari penyakit coronavirus disease (COVID-19).  Hal ini disebabkan angkatan kalianlah yang pembelajaran melalui sistem online hingga pelepasan siswa-siswi diatur ketat yang menerapkan protokol kesehatan, dan ini menjadi moment yang tidak pernah terlupakan. Aku tidak membahas masalah penyakit tersebut, yang kita obrolkan sekarang adalah kenangan akan kita. 

Cerita Guru

MIFTAHUL HUSNA NASUTION,S.SosI

Kunjungi Profile
1116x
Bagikan

Mei 2021 aku melihat kembali pelepasan siswa/siswi di tempatku mengajar. Aku teringat akan 44 pejuang tangguh di kelasku. Tepatnya di bulan Juni 2020 dan diingatkan oleh pakcik facebook. Ya, kalian alumni corona angkatan pertama anak-anakku. Kenapa dikatakan seperti itu?. Bukan berarti kalian lepas dari penyakit coronavirus disease (COVID-19).  Hal ini disebabkan angkatan kalianlah yang pembelajaran melalui sistem online hingga pelepasan siswa-siswi diatur ketat yang menerapkan protokol kesehatan, dan ini menjadi moment yang tidak pernah terlupakan. Aku tidak membahas masalah penyakit tersebut, yang kita obrolkan sekarang adalah kenangan akan kita. 

Saat ini kalian sudah masing-masing menjalani kehidupan di tingkat menengah atas. Doa dan harapanku semoga kita akan bertemu kembali di puncak kesuksesan. Aku sadar akan diri sendiri, dan belum bisa dikatakan menjadi seorang pendidik yang berhasil atau memotivasi anak didiknya. Tapi setidaknya hal kecil inilah yang bisa kulakukan untuk bernostalgia tentang kalian. Kita bersama selama dua tahun. 

“Iftikhar Umamah, anda menjadi wali kelas 8H’’ ungkap wakil kepala sekolah bidang kurikulum. 

Kaget mendengarkan namaku disebut dan diberikan amanah itu. Saat aku melihat nama anak-anak tersebut, sudah terbayangkan karakter mereka. Keep fighting Ifthi!, kamu bisa menghadapi mereka. Ini tantangan kamu berbeda. Sebelumnya kamu selalu menghadapi benda mati dan dibelakang layar, sekarang kamu berhadapan dengan karakter anak-anak superaktif. Saat pertemuan pertama dengan mereka aku melihat wajah-wajah tersebut. Pertemuan pertama mereka anak-anak yang manis dan polos. Satu bulan air laut itu masih tenang. Di bulan kedua dan selanjutnya sudah mulai berombak bahkan lebih tinggi ombaknya. Mereka menunjukkan keaktifan dengan masing-masing kenakalan anak-anak pada umumnya. Di antara kelas 8 tersebut, kelasku termasuk kelas yang paling sering diperbincangkan karena tingkah mereka.

Laporan-laporan itu berdatangan terus terhadapku. Tentang kejahilan terhadap temannya, yang malas mengerjakan tugas, yang selalu terlambat datang ke sekolah. Dan masih banyak lainnya. Aku mencoba menyelesaikan permasalahan itu. Aku mencoba untuk menyentuh hatinya. Permasalahan mereka berubah atau tidak itu kembali ke mereka. Tugas kita sebagai manusia hanya memberi tau selanjutnya diserahkan kembali ke dirinya. Saat di sekolah akulah ibu mereka. Dan di luar sekolah mereka kembali kepada orang tua sesungguhnya. 

Saat ini di dunia pendidikan yang harus dikuatkan itu adalah pendidikan karakter dan akhlaknya. Permasalahan akan nilai itu urusan kemudian. Dan itu aku hadapi terhadap anak-anakku. Aku flashback saat masih di sekolah dulu, ketika aku menjadi seorang siswa aku termasuk kepada anak yang selalu mengikuti aturan guru, dan bisa dikatakan mempunyai prestasi. Terkadang aku menginginkan hal yang sama terhadap mereka bagaimana aku dulunya. Karena aku beranggapan apa yang aku lakukan saat di sekolah dulu harus sama yang aku hadapi sekarang. Hukum sunatullah itu harus berlaku. Setelah aku fikir tidak asyik rasanya jika mereka adem-adem saja anak yang bisa diatur semua, punya track record  yang baik. Inilah tantangan aku sebagai pemula. 

Ketik berhadapan dengan mereka, aku belajar menjadi seorang ibu yang sesungguhnya untuk mempunyai rasa kasih sayang tersebut. Sekalipun kesempatan nyata itu belum terealisasikan. Rasa ingin menyerah tentu pasti ada, terkadang syetan itu selalu membisikkan kepadaku agar menyerah menghdapi ini, bahkan mau melambaikan tangan ke kamera agar menyudahi ini semua. Aku mencoba untuk merenungkan ini semua, agar jiwa dan ragaku tetap waras. Dari mereka aku belajar untuk mengontrol emosi, dari mereka aku belajar untuk mencoba menenangkan diri, dan dari mereka aku belajar juga tentang kepribadian.

Masing-masing anak mempunyai karakter yang berbeda beda, aku akan memperkenalkan anak-anakku yang luar biasa ini. Biasanya hampir semua guru tersebut yang paling mudah untuk mengenal anak-anak tersebut mulai dari yang paling luar biasa energik nya, yang paling cerdas, atau yang hanya biasa biasa saja.

Reza anak yang superaktif energiknya, tiada hari tanpa menganggu teman-teman lainnya. Mungkin dia berprinsip kalau aku tidak jahil teman-temanku rasanya tidak asyik. Yang selalu dia jahilin adalah Jibril yang dengan senang hati dia menerima kejahilan Reza. Mungkin Jibril beranggapan cara pertemanan dia dengan seperti itu sehingga teman-teman yang lain senang banget jahilin nya. 

Ferdy dia yang paling dewasa diantara teman-teman lainnya, sekalipun usianya sedikit melebihi teman-temannya sikap anak remaja pada umumnya masih kelihatan. Sebenarnya Ferdy tersebut adalah anak yang cerdas terutama di bidang matematika hanya saja, rasa kemalasan dia lebih besar dibandingkan rasa rajinnya. Bisa jadi faktor lingkungan di kelas maupun lingkungan di rumah nya mengalami hal seperti ini. 

Tidak akan mungkin kusebutkan sifat dan karakteristik mereka semua, yang berjumlah empat puluh empat. Sifat dan karakteristik mereka sebenarnya hampir sama semua dan memiliki keunikan masing-masing. Suatu ketika ada kegiatan di luar jam pembelajaran sekolah, pelaksanaannya itu diadakan di kawasan tentara. Aku bertanggung jawab atas empat puluh empat anak ini dan yang ada dalam fikiranku bisa gak ya anak ini diajak kerjasama agar tidak petakilan atau pecicilan selama disana, karena sudah tau sifat mereka. Kucoba untuk berfikir positif, ternyata mereka anak yang manis, bisa diajak kerjasama karena di H-1 aku berpesan kepada mereka

“Anak-anak ibu anak yang luar biasa, untuk beberapa hari ke depan kalian diberi kepercayaan untuk menjaga diri masing-masing bahkan barang bawaan kalian sendiri, nah ibu ingin melihat hal itu terjadi bisa tidak kalian menepati janjinya”.

Sekitar 40 persen aku merasa mereka melakukannya, dan ternyata 90 persen mereka melaksanakan apa yang didiskusikan itu bahkan di pembelajaran di luar mereka mengungguli challenge  atau tantangan yang telah disiapkan panitia. Lagi-lagi aku belajar dari mereka ketika kita ajak untuk berdiskusi dari hati ke hati dan diberi kepercayaan, mereka akan melakukannya lebih dari luar dugaan kita sendiri. Dan aku mencoba untuk mengambil sedikit kesimpulan dari apa yang aku lihat mereka itu bisa diajak kerjasama ketika pembelejaran di luar. Dan merasa have fun banget. Kenapa sadarnya baru sekarang?. 

Dari hal di atas segelintir kelebihan anak-anak yang luar biasa ini. Ada satu permasalahan yang tidak bisa aku biarkan begitu saja kepada mereka, dan disini aku bertindak tegas, bahkan mungkin kejam kepada mereka. Saat mereka meninggalkan shalat berjamaah dan mereka cabut untuk itu. Mungkin anggapan mereka adalah seorang Ifthi adalah guru yang cuek dan seperti tidak akan pernah perduli dan merasa ya ini hal yang biasa ketika kami akan meninggalkan shalat dan tidak akan terperhatikan. Dan itu anggapan yang salah anakku bila kalian berfikir seperti itu.

Sekali dua kali masih bisa aku nasehatkan untuk selanjutnya hal itu tidak akan terjadi. Tamparan, melibas di betisnya pernah aku lakukan Mungkin dari sisi hukum sekarang hal itu tidak dibenarkan. Tapi ini sungguh sangat fatal bagiku. Jika dari sekarang mereka tidak ditegasi tentang kedekatan dengan Tuhan mau bagaimana mereka selanjutnya, setidaknya mereka bisa dong mendoakan orang tuanya setiap lima kali dalam satu hari. Karena doa mereka itu akan langsung ke orang tuanya. 

Berbicara inovatif ataupun kreatif aku sungguh masih sangat jauh dari kesempurnaan itu, tetap aku belajar dari teman-teman sebaya, media internet dan sebagainya, agar tidak kaku dalam pembelajaran selanjutnya. Dari sinilah aku belajar memanusiakan manusia itu seperti apa sesungguhnya, dari pendidikan inilah aku diajarkan untuk meng upgrade diri kembali, dari mereka anak didikku lah aku belajar untuk mengontrol emosi dan sikap kewarasan itu, agar kelak tidak hanya anak didikku saja yang harus aku fahami kelak, jika diberi kesempatan untuk anakku sendiri akan aku lakukan lebih baik lagi. Kelas kalian tidak sehoror yang kalian sebutkan selama ini.

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Kisah Saya Sebagai Guru Pendidikan Agama Islam Menghadapi Peserta Didik Yang Terkapar Paham Radikal
6 min
Guru Harus Tau! Cara Mengidentifikasi Masalah Di Dalam Kelas

Hafecs HRP

Nov 27, 2021
3 min
Membumikan Empati Untuk Mengikis Perbedaan Kultural
Melatih Siswa Dalam Berpikir Kritis
4 min
Lika Liku Pejuang Guru Nomaden
3 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB