Pendidikan di Indonesia sudah mengalami kurang lebih 11 kali pergantian kurikulum terhitung sejak tahun 1947 seperti yang dilansir dalam kompasiana.com ; Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947); Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952); Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964); Kurikulum 1968; Kurikulum 1975; Kurikulum 1984; Kurikulum 1994 & Suplemen kurikulum 1999; Kurikulum berbasis kompetensi 2004 (KBK); Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP); Kurikulum 2013 (K-13); dan Kurikulum 2021 (Kurikulum Merdeka).
Banyak bukan?
Mungkin kita semua pernah mendengar celotehan bahwa setiap kali berganti Menteri, maka kurikulumnya pun akan berganti pula. Pergantian kurikulum pasti jelas memiliki tujuan tersendiri dalam sebuah pendidikan. Semakin berkembangnya zaman, maka banyak praktisi yang menjadikan negara-negara maju dalam dunia pendidikannya sebagai pusat yang bisa dicontoh atau ditiru oleh Indonesia. Sayangnya berpuluh-puluh tahun kebelakang ini, banyak praktisi pendidikan yang lupa dan tidak sadar dengan pemikiran besar Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan dan pengajaran. Padahal, pemikiran Ki Hajar Dewantara sudah sangat komprehensif sehingga bisa dijadikan sebagai buku besar untuk pendidikan Indonesia. Berikut adalah pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan dan pengajaran (Rafael, 2023):
Pendidikan yang Menuntun Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.
Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, Ki Hajar Dewantara mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.
Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. Oleh sebab itu, tuntutan seorang guru mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain (menjadi manusia dan anggota masyarakat).
Kekuatan sosio-kultural menjadi proses ‘menebalkan’ kekuatan kodrat anak yang masih samar-samar. Pendidikan bertujuan untuk menuntun (memfasilitasi/membantu) anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki laku-nya untnuk menjadi manusia seutuhnya. Jadi anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa.
Kodrat Alam dan Kodrat Zaman Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”
Ki Hajar Dewantara mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut
“Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan”
Ki Hajar Dewantara hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Bila melihat dari kodrat zaman, pendidikan saat ini menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad ke-21 sedangkan dalam memaknai kodrat alam maka konteks lokal sosial budaya murid di Indonesia Barat tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan murid di Indonesia Tengah atau Indonesia Timur.
Ki Hajar Dewantara menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Artinya, cara belajar dan interaksi murid Abad ke-21, tentu sangat berbeda dengan para murid di pertengahan dan akhir abad ke-20. Kodrat alam Indonesia dengan memiliki 2 musim (musim hujan dan musim kemarau) serta bentangan alam mulai dari pesisir pantai hingga pegunungan memiliki keberagaman dalam memaknai dan menghayati hidup. Demikian pula dengan zaman yang terus berkembang dinamis mempengaruhi cara pendidik menuntun para murid.
Budi Pekerti Menurut Ki Hajar Dewantara, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor).
Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga merupakan sebuah ekosistem kecil untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan institusi pendidikan lainnya.
Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antara satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, peran orang tua sebagai guru, penuntun, dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.
Budi Pekerti merupakan keselarasan (keseimbangan) hidup antara cipta, rasa, karsa dan karya. Keselarasan hidup anak dilatih melalui pemahaman kesadaran diri yang baik tentang kekuatan dirinya kemudian dilatih mengelola diri agar mampu memiliki kesadaran sosial bahwa ia tidak hidup sendiri dalam relasi sosialnya sehingga ketika membuat sebuah keputusan yang bertanggungjawab dalam kemerdekaan dirinya dan kemerdekaan orang lain. Budi Pekerti melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh untuk menjadi dirinya (kemerdekaan diri) dan kemerdekaan orang lain.
(Metode TANDUR dalam layanan BK - Strees dan Kekhawatiran )
Untuk mencapai pemikiran tersebut, proses pengajaran sudah seyogyanya untuk memanusiakan murid. Dimana, semua prosesnya melibatkan murid dari mulai menentukan kesepakatan kelas, tujuan pembelajaran, menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan metode pembelajaran yang bervariatif serta sepanjang proses pembelajaran. Murid memiliki dua tipe belajar, yaitu pembelajar cepat dan lambat. Sementara profil belajar murid terdiri dari tipe auditori, kinestetik dan visual. Dengan memahami semua itu diharapkan guru dapat memperlakukan murid sesuai dengan kemampuan dan potensinya. Sehingga, tidak ada lagi guru yang memandang bahwa murid yang tidak pandai pada pelajaran matematika maka anak tersebut bodoh.
Pemahaman guru tidak datang dengan sendirinya, melainkan melalui pengembangan diri yang dilakukan oleh guru tersebut melalui berbagai kegiatan. Diantaranya adaah melalui pelatihan guru yang sudah banyak diselenggarakan oleh berbagai lembaga salah satunya melalui platform guruinovatif.com. Selain itu juga, guru harus serius dan menghadirkan diri seutuhnya saat diselenggarakannya pelatihan in house training yang setiap tahun diselenggarakan oleh manajemen sekolah demi meningkatkan kapasitas guru. Sertifikasi guru atau pendidikan profesi guru menjadi langkah lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kapasitas guru. Melalui beberapa kegiatan tersebut sedikit demi sedikit jika guru bisa paham dan siap untuk keluar dari zona nyamannya. Sehingga mau mengaplikasikannya di kelas agar terlaksananya pendidikan yang berkualitas dengan cara memanusiakan murid agar dapat menciptakan generasi dengan potensi dan budi pekerti yang sesuai dengan harapan Ki Hajar Dewantara.
Daftar Pustaka
Rafel, S . (2023). Modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan Indonesia – Ki Hajar Dewantara. Kemdikbudriste: Jakarta
________. (2022). Pergantian Kurikulum di Indonesia. [Online]. Tersedia: https://www.kompasiana.com/awaluddinmuharrom2204/62d74f503555e41642422188/pergantian-kurikulum-di-indonesia#:~:text=Di Indonesia sendiri pemerintah sudah,Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947) (28 Mei 2023)
Penyunting: Putra