Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan, yaitu kecenderungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan kelakuan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks belajar, kebutuhan ini berarti kesenjangan yang dapat diukur antara hasil belajar atau kemampuan yang ada sekarang dengan hasil belajar atau kemampuan yang diinginkan/dipersyaratkan (Tim Pusdiklat Pegawai Kemendikbud, 2016). Setiap peserta didik memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda, dimana hal ini berkaitan dengan faktor eksternal maupun internalnya. Sekolah sebagai tempat peserta didik menghabiskan hampir sebagian waktunya untuk beraktivitas seperti belajar, bermain, dan berkolaborasi, penting untuk menciptakan lingkungan yang memenuhi kebutuhan belajarnya sehingga potensi mereka masing-masing dapat terasah dengan baik. Upaya ini perlu mendapat dukungan dari setiap warga sekolah, seperti kepala sekolah, guru, staf sekolah, hingga peserta didik itu sendiri. Namun, bagaimana sekolah memenuhi kebutuhan belajar peserta didiknya?
Inovasi, kolaborasi, dan kreativitas menjadi beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sehingga potensi diri mereka dapat tercapai.
Inovasi Saat ini, dunia pendidikan memasuki tantangan pendidikan abad 21 yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Peserta didik dapat dengan mudah mengakses informasi dari skala nasional maupun global hanya dengan 1 kali klik menggunakan smartphone yang dimiliki. Hal ini tentu memiliki dampak positif dan negatif terhadap anak. Dampak negatifnya, peserta didik mungkin akan menjadi malas untuk membaca buku hingga kurangnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar karena asyik dengan gadget nya. Sementara dampak positifnya, perkembangan teknologi dapat menjadi alat bantu memenuhi kebutuhan belajar peserta didik karena saat ini terdapat banyak inovasi aplikasi hingga tools pembelajaran yang memungkinkan mereka belajar secara lebih kreatif. Sebelum membahas kebutuhan belajar peserta didik secara lebih jauh, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu gaya belajar. Secara umum, terdapat 3 gaya belajar, yaitu visual, auditori, dan kinestetik.
Gaya belajar (Sumber gambar: https://assets.nsd.co.id/artikel/gaya_belajar.png) Gaya belajar adalah cara seseorang mempersepsikan dan memproses informasi dalam situasi belajar (Wiedarti, 2018). Gaya belajar memengaruhi hasil belajar seseorang karena akan membantu mereka dalam menyerap, memahami, dan menggunakan informasi yang didapatkan, baik itu di dalam kelas atau di luar kelas. Untuk mengetahui gaya belajar yang dimiliki oleh peserta didik, guru hendaknya melakukan survey atau observasi awal untuk mendapatkan informasi mengenai gaya belajar peserta didiknya. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar, seperti penggunaan model pembelajaran yang tepat, tipe soal atau kuis yang akan diberikan, hingga bentuk akhir (output) pembelajaran yang diharapkan.
Dalam mendukung guru menyelenggarakan pembelajaran yang sesuai gaya belajar peserta didik, sekolah dapat melakukan inovasi pembelajaran melalui integrasi teknologi dengan mempertimbangkan tujuan pembelajarannya. Bagi peserta didik dengan gaya belajar visual (belajar paling baik menggunakan penglihatan), guru dapat menggunakan media pembelajaran yang mengkombinasikan warna, gambar, grafik, atau garis melalui media powerpoint atau Canva. Bagi peserta didik dengan gaya belajar auditori (melibatkan pendengaran) guru dapat menyajikan materi pembelajaran menggunakan media podcast, audiobook, maupun video. Sementara peserta didik yang memiliki gaya belajar kinestetik (menyukai aktivitas dan keterlibatan langsung), guru dapat menggunakan metode bermain peran (roleplay), mengajak peserta didik membuat prototipe, melakukan observasi, dan eksperimen yang dapat dilakukan secara langsung maupun menggunakan aplikasi Virtual Laboratorium.
Kolaborasi Sebagaimana fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan kerjasama atau kolaborasi dengan manusia lain, aktivitas pendidikan menganut konsep yang sama. Tanpa kolaborasi, layanan pendidikan akan terkotak-kotak sesuai kepentingan pribadi pendidik masing-masing (Kriswantoro dkk, 2020). Kolaborasi dapat dilakukan dengan membentuk tim sekolah yang solid dengan mewujudkan penerimaan guru terhadap keberagaman siswa dan mendorong kolaborasi antar guru dengan peserta didik maupun antar guru dengan warga sekolah (Pujaningsih, n.d.). Staf sekolah juga memiliki peran dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung. Mereka harus memastikan bahwa semua peserta didik merasa diterima dan didukung di lingkungan sekolah. Terciptanya interaksi sosial ramah anak yang dilakukan oleh warga sekolah menjadi faktor terbangunnya suasana belajar efektif dan menyenangkan.
Kolaborasi dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sehingga perkembangan potensinya dapat terfasilitasi (Sumber gambar: Canva )
Kreativitas Kreativitas dapat diterapkan melalui aktivitas pembelajaran yang beragam. Dalam hal memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sehingga potensi diri mereka dapat terasah dengan baik, guru dan pihak sekolah dapat mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi yang dapat meminimalisir kesenjangan belajar (learning gap) melalui proses identifikasi kebutuhan belajar yang tepat. Melalui pembelajaran berdiferensiasi, selain potensi peserta didik yang akan berkembang, proses pembelajaran juga menjadi lebih menyenangkan karena memberikan ruang-ruang bagi murid untuk membuat dan menentukan pilihan, serta berpendapat (Tululi, 2023). Selain itu, penggunaan elemen permainan dalam pembelajaran, seperti tantangan, kompetisi, dan reward, dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta didik. Guru dapat merancang permainan belajar, kuis interaktif, atau simulasi untuk memperkuat pemahaman konsep. Dengan menerapkan ide-ide kreatif ini, sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang dinamis, inklusif, dan memenuhi kebutuhan belajar peserta didik secara efektif.
Dengan inovasi, kerjasama, dan kreativitas dalam proses belajar-mengajar, kita dapat mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan belajar peserta didik dengan lebih efektif. Hal ini akan memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk meraih potensi dirinya.
#Guruinovatif #Kampusinovatif #LombaArtikelS5
Referensi:
Kriswantoro, Murdi., Nurbani, Dhini F., dan Setiawan, Wawan. (2020). Praktik Kolaborasi Internal Sekolah untuk Meningkatkan Kualitas Belajar Siswa SMA . Direktorat SMA, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pujaningsih. Pemenuhan Kebutuhan Siswa yang Beragam Melalui Jalinan Kemitraan Sekolah. Diakses melalui https://eprints.uny.ac.id/4228/1/PEMENUHAN_KEBUTUHAN_SISWA_YANG_BERAGAM.pdf
Tim Pusdiklat Pegawai Kemendikbud. (2016). Identifikasi Kebutuhan Belajar. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai.
Tululi., Imran S.Pd, M.Pd. (2023). Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Semua Murid. Diakses melalui https://www.imrantululi.net/berita/detail/pembelajaran-untuk-memenuhi-kebutuhan-belajar-semua-murid#:~:text=Lewat pembelajaran berdiferensiasi, tidak hanya,belajar akan menjadi lebih menyenangkan .
Wiedarti, Pangesti. (2018). Seri Manual GLS Pentingnya Memahami Gaya Belajar. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Penyunting: Putra