Penanaman Nilai Gotong Royong dalam "Pasar Tradisional" di TKIT Nurul Hidayah Sampang - Guruinovatif.id

Diterbitkan 31 Mei 2023

Penanaman Nilai Gotong Royong dalam "Pasar Tradisional" di TKIT Nurul Hidayah Sampang

Globalisasi, maraknya digitalisasi di berbagai lini, hedonisme, flexing perlahan menggerogoti nilai universal yang melandasi kehidupan masyarakat Indonesia yaitu gotong royong. Untuk itu TKIT nurul hidayah menggagas program pasar tradisional yang didalamya melibatkan orang tua.

Dunia Pendidikan

Raden Roro. Dewi Trisna, SP, S.Pd, M.Pd

Kunjungi Profile
463x
Bagikan

Menurut lembaga survey Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang diterbitkan pada bulan Maret 2019 tentang kemampuan literasi, sains dan matematika dalam 3 tahun terakhir masih menempatkan Indonesia sebagai negara yang tergolong rendah kualitas pendidikannya yaitu urutan ke-74 dari 79 negara.  Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang apa yang salah dalam sistem pendidikan di Indonesia?. 

Berkaca dari proses pembelajaran yang seakan telah menjadi budaya dalam pendidikan di Indonesia, yaitu guru masih menempatkan diri sebagai pusat belajar dimana semua pengetahuan seakan bersumber dari guru.  Belum lagi masih rendahnya kemampuan guru untuk memberikan stimulasi pembelajaran yang mengandung unsur HOTS (Higher Order Thinking Skills) dan berkutat tahap LOST (Lower Order Thinking Skills).  . 

Tahapan berpikir LOST menurut taksonomi Bloom tersebut hanya mengingat, memahami dan mengaplikasikan sehingga kemampuan anak hanya  berbasis hafalan tanpa kemampuan menghubungkan dengan kehidupan nyata. Sehingga tentu saja bisa dilihat bahwa  kemampuan anak-anak saat ini dengan keterampilan literasi yang rendah, tidak mampu untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Tak ayal jika berita-berita hoax yang berseliweran di seantero dunia maya saat ini dengan mudah menjadi pemicu perseteruan dan pertikaian di kalangan masyarakat dan bagai bom waktu perlahan namun pasti akan mengoyak kesatuan dan persatuan negara kita tercinta. 

 Metode yang dipakai juga masih belum memfasilitasi kebutuhan individu anak.   Apa yang disampaikan oleh guru masih dianggap sebagai kebenaran mutlak  yang tak bisa ditawar.  Belum lagi masalah krisis moral yang akhir-akhir ini identik dengan istilah “tunaempati”. Jika selama ini kita hanya familiar dengan ketunaan seperti tunadaksa, tunanetra, tunagrahita, tunawicara, tunawisma, tunasusila dan bentuk tuna lainya maka tunaempati seharusnya mendapat perhatian serius.  Maraknya kasus flexing (sikap pamer) para pejabat  dan keluarganya  dengan perilaku hedon yang mempertontonkan kekayaan dan kehidupannya yang serba “wah” dan maraknya kasus korupsi menjadi perlambang ketidakpekaan terhadap lingkungan.

  Padahal data BPS terkini menerangkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia berdasarkan data September 2022 adalah 9,57 persen  atau sebanyak 26,36 juta masyarakat Indonersia masih berada di bawah garis kemiskinan. Urusan perut masih menjadi prioritas bagi mereka dan bukan persoalan baju, tas, sepatu bahkan kendaraan mewah yang selama ini dipertontonkan para pejabat dan keluargamya. 

Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah kita untuk bersama mencari solusi dari berbagai peritiwa di atas.  Hadirnya merdeka belajar dan merdeka berbudaya menjadi pintu masuk untuk perlahan kita melakukan berbagai pembenahan dalam dunia pendidikan.

Dengan merdeka belajar guru menempati tempat sebagai fasilitator pembelajaran, dan menempatkan murid sebagai subjek atau individu aktif bukan sebaliknya yaitu sebagai objek dan individu pasif. Pembelajaran berdiferensiasi harus dilakukan agar dapat mengakomodasi ide, cara, kebutuhan, minat, bakat dan potensi serta latar belakang anak. Guru perlu menjadikan dirinya sebagai pembelajar sepanjang hayat atau growth mindset sehingga mampu memberikan inovasi-inovasi terbaru dalam pembelajaran untuk memenuhi tantangan abad ke-21 dan  tumbuhnya kepercayaan diri anak di tengah persaingan global. 

Tak kalah pentingnya adalah membangun pemahaman tentang merdeka budaya agar muncul kesadaran untuk mencintai   kebudayaan Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai luhur seperti kerja sama, toleransi, kejujuran, dan semangat gotong royong.  Penanaman karakter ini sangat relevan untuk mengasah kepekaaan terhadap lingkungan dan integritas sehingga memunculkan rasa empati dan tak perlu ada tunaempati. 

Berbagai bentuk kegiatan dapat dirancang untuk mengimplementasikan merdeka belajar dan merdeka budaya, salah satunya dengan kegiatan puncak tema “pasar tradisional”. Dalam kegiatan ini anak dikenalkan pada makna gotong royong, nilai kejujuran dan semangat kerja keras yang perlahan telah luntur.  Kegiatan ini juga melibatkan orang tua sehingga orang tua sebagai salah satu unusr dalam Tripusat pendidikan dapat menjalankan perannya dengan baik. 

Kebebasan dalam menampilkan ide, cara, kebutuhan, minat, bakat dan potensi serta latar belakang anak nampak dari kegiatan menyiapkan ragam bahan/jajanan yang akan dijual, menyiapkan tempat dan anak diberikan kemandirian untuk melakukan transaksi, memilih dan memasarkan sendiri produk yang dibawa dari rumah bersama orang tua adalah bagian dari merdeka belajar. 

Kegiatan ini sederhana namun sarat akan nafas merdeka belajar dan merdeka budaya jika mampu disajikan secara rutin dan berkala serta dilakukan secara masif di setiap satuan pendidikan. Jadi tunggu apa lagi? Segera lakukan perubahan untuk masa depan Negara Indonesia yang kita cintai

Penulis,

RR. Dewi Trisna, SP, S.Pd, M.Pd


Penyunting: Putra

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Persiapan Penting dalam Menerapkan Kurikulum Merdeka di Sekolah

FEBRIANA febriana

Jul 09, 2024
2 min
Mengenal Konsep School Well-being: Pendidikan yang Melampaui Batas Akademik
2 min
Menelisik Ruang Kelas Futuristik 5.0: Konsep Pemberdayaan Guru IPA Inovatif Melalui Media “Assemblr 3D & Metaverse” Berbasis Multiple Representasi dalam Upaya Penguatan Literasi Digital
Guru Bahagia Pendidikan Berjaya
2 min
CERDAS DIGITAL, HAMPA SPIRITUAL? Meneropong penajaman otak digitalisasi guru dan siswa dalam menghadapi fenomena “Internet of Things” (IoT).
Persiapan Guru untuk KBM di Tahun Pelajaran 2024-2025
4 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar