Mengajar adalah panggilan jiwa - Guruinovatif.id

Diterbitkan 25 Apr 2022

Mengajar adalah panggilan jiwa

Nama saya Eti Rohaeti, S.Pd. saya adalah salah satu guru SD Laboratorium UPI Cibiru, sekolah swasta yang cukup terkenal di wilayah Bandung Timur.  Menjadi guru professional di intansi formal seperti sekarang ini sebenarnya tidak pernah saya bayangkan akan menjadi kenyataan. Dulu ketika sekolah,  saya tidak berani bermimpi untuk itu. Karena dalam pikiran saya setelah lulus SMA saya harus bekerja. Hal ini dikarenakan  melihat kondisi orang tua yang tidak mungkin bisa menguliahkan saya . Padahal guru-guru ketika SMA menganjurkan saya untuk melanjutkan kuliah melalui jalur PMDK  (Penelusuran Minat & Kemampuan) saat itu. 

Cerita Guru

eti rohaeti

Kunjungi Profile
1637x
Bagikan

Nama saya Eti Rohaeti, S.Pd. saya adalah salah satu guru SD Laboratorium UPI Cibiru, sekolah swasta yang cukup terkenal di wilayah Bandung Timur.  Menjadi guru professional di intansi formal seperti sekarang ini sebenarnya tidak pernah saya bayangkan akan menjadi kenyataan. Dulu ketika sekolah,  saya tidak berani bermimpi untuk itu. Karena dalam pikiran saya setelah lulus SMA saya harus bekerja. Hal ini dikarenakan  melihat kondisi orang tua yang tidak mungkin bisa menguliahkan saya . Padahal guru-guru ketika SMA menganjurkan saya untuk melanjutkan kuliah melalui jalur PMDK  (Penelusuran Minat & Kemampuan) saat itu. 

Selepas SD, saya melanjutkan sekolah ke pesantren setingkat SMP dan SMA selama 7 tahun. Dan keinginan masuk pesantren ini salah satunya karena pengaruh dari guru agama saya yang katanya melihat potensi saya dalam bidang keagamaan. Di pesantren ini, saya banyak diajarkan berbagai disiplin ilmu dan secara tidak langsung saya dididik untuk menjadi guru. Banyak ilmu yang mengajarkan kepada saya bagaimana menjadi guru(ustadz) yang baik, yang bisa memberikan pemahaman ilmu yang baik pada orang lain.

Ketika di Muallimin (setingkat SMA), saya diajarkan ilmu mendidik dan ilmu psokologi. Bahkan syarat salah satu kelulusan waktu itu adalah dengan melaksanakan kegiatan PLKJ (Pembekalan Program Pelatihan Khidmat Jam'iyyah), dimana kita diharuskan turun ke masyarakat selama 1 bulan untuk melakukan pengabdian. Kegiatan yang dilakukan adalah mengajar dan melakukan dakwah. Dari situ muncul ketertarikan menjadi guru. Begitu senangnya mengajarkan sesuatu kepada peserta didik sehingga mereka mengerti.

Ketika saya lulus, yang ada dalam benak saya adalah bagaimana saya mengamalkan ilmu saya yang sudah saya pelajari selama di pesantren Karena secara tidak langsung, jiwa saya ketika di pondok diarahkan untuk itu. Para ustadz selalu menyampaikan kepada para santri untuk mengamalkan ilmu sebagaimana hadits Rosulullah “ Ballighuu ‘annii walau aayah”, Sampaikanlah olehmu sekalian dariku meski hanya satu ayat (al Qur’an). Hal itu yang memperkuat saya untuk menjadi guru, walaupun saat itu adalah hanya menjadi guru ngaji. 

Saya mengumpulkan anak kecil di sekitar rumah saya untuk ikut belajar mengaji di masjid. Dari yang awalnya hanya 5 sampai 6 teman dekat adik saya, lama kelamaan menjadi banyak dan hampir mencapai sekitar 70 an siswa. Sampai saya kewalahan dan saya mengajak teman dan calon suami untuk membantu saya mengajar di masjid. Setiap hari saya menjalani kegiatan mengajar dengan sukarela tanpa bayaran sedikitpun. Sampai akhirnya ada tawaran untuk mengajar di salah satu madrasah diniyyah di dekat rumah. Saya memutuskan untuk mengambil tawaran itu, sambil tetap menjalankan tugas saya mengajar mengaji. Kegiatan itu terus berlangsung selama bertahun-tahun bahkan sampai saya menikah dan mengajar ngaji nya pun dibantu suami saya karena tempatnya dipindahkan ke rumah kami. 

Pada tahun 2005, saya ditawari untuk mengajar di RA Daarul Jihad. Dimana disitulah awal saya memaksakan diri untuk melanjutkan sekolah, Karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan guru TK saat itu dengan kualifikasi pendidikan minimal D2. Akhirnya saya memaksakan diri untuk mendaftar kuliah di UPI kampus Cibiru jurusan PGTK (Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak) kalau sekarang sudah berubah menjadi PG PAUD. Betapa bangganya saya bisa kuliah dan melanjutkan mimpi saya yang sempat tertunda. Walaupun harus bersusah payah berbagi uang dapur dengan uang kuliah, alhamdulillah bisa selesai sampai saya mendapat gelar A.Ma. Saya memulai kuliah setelah memiliki 2 putra. Tapi semangat saya untuk menuntut ilmu pendidikan sangat tinggi, sehingga hasil IPK yang saya dapatkan menjadi IPK tertinggi saat itu. 

Ternyata mimpi saya untuk menjadi guru tidak berhenti disitu. Masih ada keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 tapi apalah daya saat itu, kemampuan saya belum bisa. Saat itu di benak saya adalah memperbaiki perekonomian kami agar saya bisa melanjutkan kuliah lagi. Saya pindah mengajar ke SD Laboratorium UPI Cibiru, dan saat itu hanya menjadi guru helper, guru pembantu khusus untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. Dan seiring berjalannya waktu, akhirnya saya bisa mengajar dengan resmi sebagai guru SD. Dari situlah saya semangat lagi untuk melanjutkan kuliah hingga jenjang S1 jurusan PGSD Pendidikan Guru Sekolah dasar. Dan alhamdulillah lulus dan bergelar S.Pd. dari situlah kemudahan-kemudahan saya dapatkan, salah satunya mengikuti PLPG dan mendapatkan sertifikasi guru.

Perjalanan menjadi guru SD memang baru 12 tahun, akan tetapi menjadi pengajar, pendidik yang mentransfer ilmu kebaikan, yang mengarahkan  karakter dan perilaku peserta didik  ke arah yang lebih baik sudah saya jalani sejak lulus dari sekolah. Tugas guru bukan hanya menguasai materi dan pandai berbicara saja di depan siswa. Tapi  lebih dari itu, guru harus bisa mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Karena ilmu yang kita ajarkan menjadi ilmu jariah. Maka bagaimana kita bisa mengajarkan ilmu pelajaran, tapi tetap menanamkan karakter dan nilai nilai kebajikan. Sebagaimana Dalam Undang-Undang Guru (pasal 1 ayat 1) dinyatakan bahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Dulu ketika saya kecil, Guru merupakan salah satu prefesi yang sangat dihormati di kampung saya. Sehingga yang berprofesi guru selalu dipanggil pa guru, bu guru atau neng guru dan tidak pernah menyebutkan namanya. Bahkan dalam acara-acara tertentu guru selalu menjadi pembicara karena saking dihormatinya. Sepertinya   masyarakat mendudukkan guru waktu itu pada tempat yang sangat terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, mungkin hal ini karena sejalan dengan falsafah yang dipelopori oleh Bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara, falsafah itu berbunyi ”Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, Tut wuri Handayani” artinya di depan memberi teladan, ditengah membangun, dan dibelakang memberikan dorongan atau motivasi. Dan itu gambaran guru  zaman dulu, semoga masih relevan dengan masa sekarang.

Tapi seiring perubahan zaman, apakah nuansa guru yang seperti itu masih ada? Apalagi guru  dituntut untuk mengikuti perubahan. Guru harus bisa mengikuti perkembangan zaman. kalau guru tidak bisa mengikuti maka akan tertinggal jauh bahkan keduluan murid-muridnya. Dari sinilah kita sebagai guru dituntut untuk bisa menjadi guru professional. Dimana guru memiliki kompetensi dan kecakapan di bidangnya. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Jadi jika guru menguasai 4 kompetensi itu, maka pendidikan akan berlangsung dengan sangat baik

Peran guru diuji ketika masa pandemi 2 tahun belakangan ini. Pendidikan harus tetap berjalan tapi akses untuk menjalankannya sangat sulit. Bahkan ada guru  yang masih tetap memberanikan diri untuk mendatangi para siswa nya agar tetap bisa belajar, sebagai bentuk dari tanggung jawabnya sebagai guru, tanpa memikirkan kesehatannya. Ketika proses pembelajaran dialihkan menjadi daring, banyak guru yang belum siap, termasuk saya. Tapi semua guru belajar untuk beradaptasi dengan perubahan itu. Saya mencoba untuk menyampaikan pembelajaran dengan berbagai cara agar siswa tidak merasa bosan dan tetap mau belajar. Berbagai aplikasi yang bermunculan saat itu, saya coba sebagai bagian dari inovasi yang mau tidak mau harus saya jalankan. 

Beruntung saya, tinggal di daerah yang akses internetnya mudah dan difasilitasi oleh sekolah, sehingga memberikan pembelajaran di masa pandemi tetap bisa berlangsung dan dijalankan setiap hari. Tapi tak terbayang dengan guru-guru yang mengajar di pelosok dan susah untuk mendapatkan akses internet, sehingga mereka kesulitan untuk menjalankan tugasnya. Dari pandemi ini, saya banyak belajar untuk siap menghadapi berbagai perubahan. Dalam keadaan apapun peran guru tetap dibutuhkan dan tak dapat tergantikan oleh apapun. Sehingga ketika kita siap, maka apapun yang terjadi pendidikan akan tetap berjalan dengan baik. Dan ketika menjadi guru adalah sebagai panggilan jiwa, maka dalam situasi apapun harus siap dan selalu siap untuk mencerdaskan anak bangsa. Semoga semua guru menjadikan profesinya sebagai panggilan jiwa untuk memberikan kontribusi yang  baik bagi negeri kita bukan hanya pekerjaan semata.

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Berkah Hafal 4 Juz, Rabbani dapat Sepeda

Abu Hanifah

Jul 01, 2022
1 min
Catatan Guru Milenial di Tengah Orang Tua Milenial

Nimas achsani

May 10, 2022
11 min
Mendongkrak Kreatifitas Siswa SMK dengan Nilai Rupiah
3 min
Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia di Era Digital
7 min
TCL vs SCL, Bentuk Merdeka Belajar?
2 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar