Tidak pernah terbayang bahwa cita-cita saya adalah menjadi seorang guru. Sejak kecil bercita-cita menjadi seorang dokter sehingga ketika di sekolah dasar saya sudah mengikuti kegiatan dokter kecil, di SMP megikuti ekstrakurikuler pasukan kesehatan sekolah, sampai akhirnya ketika SMU pun aku mengikuti berbagai kegiatan yang mengarahkan pada cita-cita saya. Kegiatan tersebut diantaranya mengikuti Palang Merah Remaja, Karya Ilmiyah Remaja, mengikuti seminar kesehatan dan sebagainya. Menariknya, ketika SMU saya senang dengan dunia mengajar, terkadang ngajari teman sekelas, mengajar privat, mengajar ekstra sekolah dan mengajar TPA (Taman pendidikan Al-Qur’an lho bukan tempat pembuangan akhir..he he). Hal ini berlanjut ketika kuliah, untuk meraih cita-cita yang dinginkan maka saya  mengikuti SMPTN sampai akhirnya diterima di salah satu perguruan tinggi dengan jurusan yang diidamkan tapi itu semua pupus karena orangtua pada waktu itu tidak cukup dana  yang membayar uang pangkal untuk biaya kuliah. 

Manajemen Stress untuk Meningkatkan Produktivitas - Tanpa disadari sebenarnya kita bisa mengalami stress. Tidak lagi menjadi sebuah rahasia bahwa generasi sekarang khususnya dalam usia produktif sulit menghindari tiga problem psikologis yaitu stress, kecemasan, dan menjadi tidak produktif. MenurutAmerican Psychological Association (APA) yang menunjukkan menunjukan generasi milenial kurang mampu menghadapi masalah tersebut dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Stress tidak hanya buruk bagi kesehatan mental, menurut penelitan dari Harvard University, kecemasan serta stress erat kaitannya dengan resiko penyakit jantung, migrain, gangguan pernafasan, serta kondisi buruk lainnya. Tapi sayang sekali, pekerjaan, ambisi, serta berbagai pilihan berat yang ada dalam hidup menjadi hal utama mengapa stress, cemas, serta kecenderungan tidak produktif menjadi permasalahan yang menimpa kira. Namun, jarang disadari bahwa kebiasaan sehari-hari juga dapat perlahan memunculkan tiga masalah utama pada generasi milenial ini. Faktor kebiasaan buruk tersebut adalah:

Beban tugas, tuntutan kesempurnaan, terkadang membuat seorang guru menjadi lupa menjaga kewarasannya sendiri. Padahal, kesehatan mental seorang guru tentunya berpengaruh pada anak didiknya. Menilik pentingnya kesehatan mental seorang guru, perlukah seorang guru memang harus selalu sempurna?

Berdasarkan pengalaman  penulis dan mendengar dari berbagai cerita dari beberapa teman-teman bagaimanapun susah dan rumitnya suatu mata pelajaran jika gurunya smart, cantik, ganteng suka guyon dan tidak pemarah akan disukai oleh muridnya. Apalagi sekarang dengan perubahan zaman di abad 21 guru sebagai pendidik dan pengajar ditantang untuk mengalihkan perhatian muridnya dari gadget yang selalu setia di tangan masing-masing. 

Media pembelajaran interaktif telah membawa berbagai manfaat positif bagi pendidikan, di antaranya:Pengalaman Belajar yang Engaging: Media interaktif menawarkan pengalaman belajar yang menarik dan memotivasi siswa. Interaksi dengan konten membuat pembelajaran lebih menyenangkan.