Guru merupakan profesi yang mulia. Seingat saya, ketika saya sekolah dulu, di lagu ‘Hymne Guru” ada serangkai kata: “tanpa tanda jasa”. Penulis lagu tersebut tentunya memiliki pengalaman tersendiri dengan seorang guru pada masa itu, yang benar-benar bekerja tanpa mengharapkan imbalan tanda jasa. Hal tersebut dapat terjadi, tentunya karena dalam hati seorang guru ada niat untuk mengabdi, mengabdi bagi negri. Meskipun sekarang dalam lagu itu, saat ini rangkaian kata itu berubah menjadi: “membangun insan cendekia”. Semoga niatan pengabdian tetap ada dalam hati sanubari, untuk membangun generasi penerus bangsa yang cerdas dan tentunya berakhlak mulia.

Ketika Jepang luluh-lantak dibom atom oleh pasukan sekutu. Kaisar Jepang segera mengumpulkan semua bawahan untuk menanyakan jumlah guru yang masih tersisa. Segera kumpulkan guru yang masih hidup dan bangun kembali sekolah. "Kita bangkit kembali," ujar sang kaisar.

Media publikasi pada awalnya menjadi kendala bagi sebagian guru. Mau dikirim ke media cetak mana karya inovasi guru. Media online mana yang bisa menerima kiriman karya tulis guru. Pihak media cetak maupun online memiliki kriteria dan persyaratan tertentu untuk mempublikasikan karya penulis, termasuk guru. Sebagian karya guru pun lulus dalam kriteria dan persyaratan serta layak muat. Tentunya, karya tulis publikasi media massa dapat menjadi bahan usul kenaikan pangkat guru.