Dalam mengajar peserta didik, sudah barang tentu beraneka ragam karakternya. Antara karakter peserta didik yang satu dengan yang lainnya sudah pasti berbeda. Tidak mungkin sama. Tidak akan mungkin karakter peserta didik tersebut dapat disamakan.
Setiap guru harus bersabar dalam mengatasi peserta didik. Bagi kelas yang tidak terlalu rumit, tentunya tidak menjadi persoalan. Permasalahannya adalah tatkala ada "virus" di dalam kelas, yang itu dapat membuat gaduh atau bahkan meracuni teman sekelasnya.
Berkaitan dengan masalah tersebut, suatu saat saya pernah mengajar di SDN Dukuh 01 Sidomukti Salatiga. Ketika sedang mengajar, dalam sekolah tersebut digegerkan dengan banyaknya peserta didik yang kehilangan uang. Ketika ditanya satu per satu siapa yang mencuri uang, tak ada satu pun peserta didik yang mau menjawab dengan jujur.
Peserta didik pun juga ditakut-takuti oleh para guru. Namun, apa yang telah diusahakan ternyata tidak membuahkan hasil. Kepala sekolah pun sampai bingung mengapa kasus yang sebenarnya sepele namun tidak mampu mengungkapnya?
Ketika baru saja mengajar, saya dipanggil oleh kepala sekolah. Beliau meminta tolong kepada saya agar bisa menuntaskan kasus tersebut. Saya pun dengan seketika mengiyakan apa yang telah di-dhawuh-kan oleh bu kepala sekolah.
Esok harinya saya pun mengajar. Selesai mengajar saya berpesan kepada anak-anak agar jujur dan mengakui siapa yang sebenarnya telah mencuri uang. Saya tunggu sekitar lima menit ternyata tidak ada yang menjawabnya.
"Baiklah anak-anak, kalau kalian tidak mau menjawab tidak apa. Bapak punya sebilah bambu yang panjangnya lima senti. Nanti kalian bawa pulang satu-satu. Yang mencuri uang nanti bambunya akan bertambah satu senti," ucap saya sebelum pulang sekolah.
Mendengarkan ucapan tersebut, semua peserta didik menjawabnya dengan kompak, "baik pak."
Esok harinya ketika mengajar peserta didik pun membawa sebilah bambu yang telah saya bagikan sebelumnya. Semuanya mengumpulkan. Dari sekian banyak bambu, ternyata ada yang berbeda sendiri yakni paling pendek. Yang paling pendek inilah kemudian pemiliknya saya panggil.
Selepas pulang sekolah, pemilik bambu tersebut kemudian saya ajak bicara empat mata. Setelah saya tanya, ia mengakui semua perbuatannya. Ia mengaku salah, sementara ia tetap aman karena saya panggil secara pribadi dan teman-teman sekelasnya tidak ada yang mengetahuinya.
Begitulah sebuah trik sederhana namun bermanfaat. Yang bersalah pasti akan merasa takut, cemas atau khawatir. Saya bilang akan bertambah satu senti, ia merasa kebingungan. Ia pun memotongnya satu senti agar tidak bertambah panjang.
Padahal, bambu tersebut tidak akan mungkin bertambah panjang. Ia memotong bambu tersebut karena mindset-nya bambu yang dibawa pulang akan bertambah panjang. Ia telah tertipu daya omongan saya.
Saya kemudian mengatakan kepada kepala sekolah bahwa si pelakunya sudah ketahuan. Dengan santai kepala sekolah mengucapkan terima kaaih. Dengan santai pula beliau bercanda bahwa bambu yang saya bawa sudah di-jampe-jampe, mirip seperti dukun, hehehe.
Semoga trik sederhana ini dapat bermanfaat bagi khalayak luas. Siapa saja dapat menggunakan cara sederhana ini. Kemungkinan besar cara ini akan selalu berhasil apabila diterapkan di dalam satuan pendidikan. []
Penulis: Ahmad Dwi Bayu Saputro
Editor: Putra