Menjadi Guru Inovatif, Dimulai dengan Menjadi Guru yang Inisiatif Terlebih Dahulu - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 16 Jul 2022

Menjadi Guru Inovatif, Dimulai dengan Menjadi Guru yang Inisiatif Terlebih Dahulu

Tak disangka-sangka bahwa langkah awal yang berasal dari sebuah inisiatif dan keberanian diri ini membawa saya menjadi seorang guru yang terus bersukacita melayani setiap anak didik. Saya seorang pendidik yang adalah manusia yang sama dengan anak-anak yang saya didik. Apersepsi yang muncul pada tahun pertama saya mengajar adalah “Jika saya tidak memberikan hati untuk membantu mereka (anak didik) dalam pertumbuhan hidup melalui dan di dalam proses belajar mereka, lalu untuk apa saya menjadi seorang pendidik?” Awalnya, saya merasa bahwa tidak ada yang mampu saya lakukan. Tadinya saya berpikir hanya melakukan A, B, dan C sesuai job desc yang saya dapatkan, maka tahun ajaran ini pasti akan selesai. Ya, memang betul, pasti akan selesai juga. Akan tetapi, ketika melihat anak didik yang saya ajar sebagai salah satu sumber sukacita saya, hati dan pikiran saya digetarkan.

Cerita Guru

Desniwita Linia Zebua, S.Pd., B.Ed.

Kunjungi Profile
2449x
Bagikan

Tak disangka-sangka bahwa langkah awal yang berasal dari sebuah inisiatif dan keberanian diri ini membawa saya menjadi seorang guru yang terus bersukacita melayani setiap anak didik. Saya seorang pendidik yang adalah manusia yang sama dengan anak-anak yang saya didik. Apersepsi yang muncul pada tahun pertama saya mengajar adalah “Jika saya tidak memberikan hati untuk membantu mereka (anak didik) dalam pertumbuhan hidup melalui dan di dalam proses belajar mereka, lalu untuk apa saya menjadi seorang pendidik?” Awalnya, saya merasa bahwa tidak ada yang mampu saya lakukan. Tadinya saya berpikir hanya melakukan A, B, dan C sesuai job desc yang saya dapatkan, maka tahun ajaran ini pasti akan selesai. Ya, memang betul, pasti akan selesai juga. Akan tetapi, ketika melihat anak didik yang saya ajar sebagai salah satu sumber sukacita saya, hati dan pikiran saya digetarkan.

Mereka adalah anak-anak yang seyogianya terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dengan keunikan yang mereka miliki. Inilah yang menjadi dasar getaran hal tersebut dalam hati saya. “Jika saya tidak mengambil bagian, tidak mengambil peran dalam proses pertumbuhan menjadi pribadi yang lebih baik, lalu siapa?" Hal ini bukan berarti mereka tidak dapat bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik tanpa adanya peran seorang pendidik, toh mereka juga memiliki orang tua, keluarga yang berada lebih sering di dekat mereka. Namun, ketika mereka berada di sekolah (rumah kedua mereka),pendidik perlu mengambil bagian dan peran dalam proses pertumbuhan diri anak didik.

Ternyata pemikiran itu menggerogoti seluruh proses kehidupan saya, mengguncang hati dan pikiran saya. Awalnya saya bingung, tidak tahu harus melakukan apa untuk mereka. Terlebih-lebih ketika pandemi melanda, saya bingung harus melakukan apa untuk menjangkau anak-anak yang belajar secara daring. Akan tetapi, inilah yang menguatkan saya melayani anak-anak didik. 

Gambar 1 - Home Based Learning (Grade 7)

Di dalam kebingungan saya, mereka membuat saya semakin berproses dan bertumbuh. Di dalam kebingungan saya, mereka juga siap untuk mau dibentuk dalam proses pembelajaran jarak jauh. Mereka tetap menjawab dan berbagi cerita ketika saya bertanya, “Bagaimana proses pembelajaranmu hari ini, Nak? Ada kesulitan? Ada sukacita? Apakah kondisi di rumah mendukung proses belajarmu? Kendala seperti apa yang kamu hadapi hari ini?” Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itu justru membuat mereka lega. Ada yang mendengarkan cerita mereka, kesempatan yang mungkin langka mereka dapatkan di rumah. Ketika pandemi mulai mereda, PTMT (Pertemuan Tatap Muka Terbatas) mulai dilaksanakan. Apakah hal itu membuat saya bersukacita? Ya! Sangat bahagia dan semakin bersukacita karena dapat bertemu langsung dengan mereka. Namun, ternyata ada hal baru lagi yang membuat saya kebingungan. Terdapat banyak perubahan di dalam gaya belajar anak didik dikarenakan adanya learning loss selama dilakukannya pembelajaran daring.

Apakah saya hanya diam saja dan membiarkan hal itu terjadi? Tentu tidak. Saya belajar dari pengalaman sebelumnya. Ya, pepatah yang mengatakan pengalaman adalah guru terbaik, itu benar adanya. Bersyukur bahwa saya dengan cekatan dapat peka terhadap learning loss ini. Saya berusaha memecahkan masalah ini dengan melakukan riset menggunakan internet yang ada, mendiskusikan dengan rekan kerja, menyampaikan kekhawatiran ini kepada pimpinan sekolah, dan mulai melakukan langkah-langkah sederhana di dalam kelas. Lagi-lagi, ini semua didasari oleh sebuah inisiatif. Tanpa adanya kemampuan yang diberikan Tuhan bagi saya untuk inisiatif, maka saya akan menjalani kehidupan saya sebagai seorang pendidik yang kurang memberkati sesama.

Mari kita telisik lebih jauh betapa dalamnya makna dari sebuah kata “inisiatif” itu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),inisiatif itu prakarsa dan prakarsa itu adalah upaya, tindakan mula-mula yang dimunculkan oleh seseorang. Hal ini mengingatkan saya pada sebuah film yang pernah saya tonton, yaitu film berjudul Gifted di tahun 2017.

Gamba 2 - Gifted Movie (2017)

Seperti biasa bus sekolah menjemput anak-anak yang akan berangkat menuju sekolah. Hari itu adalah hari di mana anak-anak perlu membawa hasil karya mereka berupa diorama ekosistem kebun binatang. Seorang anak bernama Justin masuk berjalan pelan-pelan menuju bangku kosong di belakang. Ketika melewati tempat duduk Mary (tokoh utama film ini),Mary melihat hasil karya Justin dengan begitu kagum lalu membandingkan dengan karyanya yang ia letakkan di bangku kosong sebelahnya.

Tak lama kemudian, “Brukkkk …” Justin jatuh dengan karyanya yang pastinya telah rusak. Seorang anak laki-laki begitu iseng kepada Justin, ia menyelonjorkan kakinya sehingga Justin pun terjatuh. Anak laki-laki itu dan beberapa lainnya tertawa melihat Justin dan karyanya yang tergeletak di lantai bus.

“Kalian seharusnya tidak tertawa! Kalian melakukan sesuatu hal yang buruk kepadanya!” teriak Mary dengan wajah kesalnya.

“Lalu, apa yang akan kamu lakukan?” anak laki-laki itu menantang Mary.

Tanpa berpikir panjang, Mary mengambil sebuah buku yang cukup tebal dari tangan seorang temannya dan “Plakkk …” Mary mendaratkannya di wajah anak laki-laki itu. Pukulan yang cukup keras, karena membuat hidung anak laki-laki itu berdarah hingga mengotori bajunya.

Keesokan harinya, di dalam kelas, miss Bonnie berkata, “Oke, Mary. Sepertinya ada sesuatu hal yang perlu kamu katakan kepada teman-temanmu. Apakah kamu ingin mengatakannya?”

Mary yang tadinya tertunduk, langsung berdiri dan berkata, “Oke … Aku harus mengatakan sesuatu. Memukul orang adalah hal yang salah. Dan karena itu adalah hal yang salah, maka aku tidak akan mengulanginya lagi. Jadi tolong jangan takut kepadaku.”

Hening ….

“Oke, terima kasih, Mary, ”ucap miss Bonnie.

“Bisakah aku mengatakan hal yang memang ingin aku katakan?” lanjut Mary bertanya kepada miss Bonnie.

“Tentu,” jawab miss Bonnie dengan pasti.

“Sebelum mereka menghancurkannya, diorama ekosistem kebun binatang Justin adalah hasil karya yang terbaik. Tidak bisa dibandingkan, itu luar biasa,” Mary mengakhirinya dengan tepuk tangan yang tentunya mengajak anak-anak lain ikut bertepuk tangan juga.

Justin tersenyum semringah, ia bahagia mendapatkan apresiasi dari Mary dan teman-teman lainnya. Miss Bonnie pun tersenyum tak menyangka dengan reaksi anak-anak lain yang berusan terjadi karena ucapan Mary.

Dari kisah tersebut, kira-kira pelajaran hidup atau amanat seperti apa yang Bapak dan Ibu dapatkan?

Mungkin kita akan berfokus kepada sikap mary Adler yang menegakkan keadilan ketika temannya dirundung oleh anak-anak lain. Mungkin kita juga akan berfokus kepada Mary Adler yang dengan berani menyampaikan kesalahannya di depan teman-temannya. Namun, apakah Bapak dan Ibu melihat semua itu terselesaikan dengan begitu indah karena adanya kesempatan yang diberikan oleh miss Bonnie kepada Mary?

Bagaimana jika kesempatan untuk bertanya itu tidak diberikan oleh miss Bonnie. Apakah Justin akan tersenyum semringah karena menerima apresiasi terhadap karyanya dari Mary dan teman-teman lainnya. Apakah prasangka buruk (Mary adalah anak yang aneh) dari teman-temannya akan hilang begitu saja terhadap Mary? Apakah Mary akan berani meminta maaf dan mengakui kesalahannya di depan teman-temannya? TENTU TIDAK. Kesempatan berharga itu adalah hasil inisiatif dari miss Bonnie.

Mungkin bagi miss Bonnie hal itu tidak memiliki dampak besar untuk kehidupan Mary dan anak-anak didik lainnya. Namun nyatanya, kesempatan hasil inisiatif itu memberikan dampak dan makna yang mendalam untuk hidup Mary, anak-anak didik lainnya bahkan untuk miss Bonnie sendiri.

Tentunya sikap inisiatif miss Bonnie tidak diarahkan dari atasannya, bukan dari kepala sekolah, atau orang tua dan wali murid lainnya. Miss Bonnie dengan inisiatif mengambil langkah berani dengan memberikan kesempatan kepada Mary. Miss Bonnie tidak hanya berdiri di depan kelas dengan wajah menyeramkan lalu menasihati mereka sepanjang hari tiada hentinya (satu pihak saja),tetapi miss Bonnie memberikan kesempatan juga kepada anak didiknya untuk mengambil bagian dan menyelesaikan masalah itu dengan baik.

Maka tips dan trik menjadi seorang guru yang inovatif, berangkat dari sebuah:

Inisiatif

Pendidik pasti berharap agar anak didiknya menjadi pribadi yang lebih baik. Jika memang pribadinya kurang baik, maka keinginan kita, ia menjadi anak yang baik. Jika ia sudah menjadi anak yang baik, maka kita ingin ia menjadi anak yang lebih baik. Akan tetapi, apakah hal itu akan terjadi jika kita sebagai pendidik tidak inisiatif meluangkan waktu untuk semakin mengenal mereka?

Tidak inisiatif untuk berbicara dengan mereka, tidak inisiatif bertanya kesulitan yang mereka hadapi, tidak inisiatif memotivasi dan menyemangati mereka, tidak inisiatif bertanya sukacita mereka selama belajar, tidak inisiatif mengenal gaya belajar mereka, tidak inisiatif mengenal kemampuan dan bakat mereka, tidak inisiatif berbicara dan bertemu secara formal dengan orang tua mereka, dan jenis tidak inisiatif lainnya. Semua itu hanya sekadar harapan belaka, jika tidak dimulai dengan inisiatif untuk melakukannya. Inisiatif yang penuh dengan hikmat dan bijaksana.

Gambar 3 - Pastoral Care (Girls Time with Grade 7)

Analisis

Selanjutnya, tekad yang berangkat dari sebuah inisiatif itu dilanjutkan kepada tahap analisis. Namun, pertanyaannya analisis yang seperti apa yang perlu dilakukan setelah memiliki inisiatif? Tentunya dimulai dengan memiliki catatan-catatan kecil atau catatan anekdotal yang berisi cerita tentang anak didik ataupun hal-hal yang telah terjadi bersama dengan mereka di dalam kelas. Dari catatan-catatan itulah kita dapat memulai analisis untuk membantu kita mengenal anak didik dengan baik.

Bentuk analisis seperti apa? Bentuk analisis yang dapat melihat keunikan dari pribadi anak didik itu sendiri. Kelebihannya, kelemahannya, mata pelajaran yang ingin ia tekuni, mata pelajaran yang membuat ia cukup bergumul, teman-teman yang menyemangatinya, hobi yang membuat ia semangat, latar belakang keluarganya, dan sejenisnya. Kita dapat menarik kesimpulan mengenai pribadi anak didik ketika kita telah menganalisis seluruh informasi yang ada. Analisis itu penting, karena akan mengarahkan kita kepada cara atau metode yang tepat untuk dilakukan atau diterapkan kepada anak didik.

Gambar 4 - Learn with Grade 7

Temukan

Pada tahap inilah inovasi itu muncul. Bagian ini akan menantang para pendidik untuk terus berinovasi dalam memperlakukan anak-anak didik sesuai dengan karakter dan keunikan mereka masing-masing. Anak-anak didik memiliki keunikan dan karakter yang berbeda-beda, sehingga cara atau metode pendekatan dan memperlakukan anak-anak didik juga pastinya harus berbeda, hal ini sudah sangat amat jelas bukan?

Mari, Bapak dan Ibu dapat berinovasi dengan menemukan cara atau metode yang benar dan tepat untuk setiap anak didik. Cara atau metode yang tentunya berbeda-beda. Cara atau metode A untuk anak A, cara atau metode B untuk anak B, cara atau metode C untuk anak C, dan seterusnya. Jika memang ada cara atau metode yang sama dan dapat diterapkan kepada anak didik yang sama pula, silakan saja. Namun, perlu dilakukan sebuah ….

Evaluasi

Inilah tahap akhir seorang guru yang inovatif. Sah-sah saja melakukan atau menerapkan cara atau metode yang sama kepada anak didik yang berbeda-beda. Akan tetapi, lakukanlah evaluasi setelah menerapkan metode atau cara yang sama itu. Mengapa? Anak didik adalah manusia yang unik dan berbeda-beda, bukan robot yang dapat diatur dengan sistem yang sama.

Cara atau metode yang diterapkan bisa saja sama, tetapi hasilnya tentu saja berbeda. Inilah yang harus dievaluasi, agar kita tidak dengan mudahnya puas atas hasil yang diterima. Saya tahu — karena saya juga seorang pendidik — memikirkan cara atau metode yang berbeda-beda untuk setiap anak (apalagi jika menjadi wali kelas dari 30 orang anak) sangat membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama. Inilah tantangan dan tanggung jawab kita sebagai pendidik —  hanya itu jawaban yang dapat saya berikan.

Jika Bapak dan Ibu tidak memiliki pandangan yang sama dengan saya, sepertinya kita perlu mempertanyakan peran kita sebagai seorang pendidik. Bapak dan Ibu, mari kita bersama-sama membangun karakter inisiatif itu. Mari kita layani anak didik kita dengan sepenuh hati, kasih, dan sayang. karena itu adalah tugas kita.

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Dampak Erupsi Gunung Semeru Bagi Guru Luar Tempursari
Ketika Dua Amanah Datang Bersamaan
Transformasi Literasi dalam Konteks Merdeka Belajar
MENJADI TERANG DI DAERAH TERPENCIL
Literasi Menyatukan Alumni (upaya menggerakkan literasi sekolah)
3 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB